Integrated Marketing Communication
written by : Handi Irawan
Wow !..inilah sebagian dari keinginan para marketer. Tidak mengherankan, Integrated Marketing Communication (IMC) menjadi konsep yang semakin banyak diterima. Hari ini, IMC adalah buzz word dalam dunia pemasaran yang semakin terasa gaungnya. Buku-buku yang membahas promosi dan iklan, mulai mencantumkan kata-kata IMC. Demikian pula, buku yang membahas customer experience dan Customer Relationship Management (CRM) juga mencantumkan IMC. Maklum, semua konsep ini, mempunyai stream yang sama.
IMC sendiri, jelas bukanlah konsep yang baru. Sejak pertengahan dekade 80-an, sudah mulai dilontarkan dan kemudian, gaungnya semakin terasa setelah Don Schultz meluncurkan bukunya yang diberi judul IMC. Yang menarik, sampai hari ini, berdasarkan observasi yang saya lakukan, tidak banyak pelaku bisnis atau bahkan di antara para marketer di Indonesia yang memahami sungguh-sungguh konsep ini.
Ini memang mudah dipahami. Sebagian besar buku IMC, tidak membahas secara total. Mereka membahas dari salah satu sudut komunikasi. Tidak mengherankan, terminologi ini, mempunyai definisi dan penjelasan yang tidak seragam. Hanya satu yang sama yaitu bahwa perusahaan perlu untuk mengintegrasikan keseluruhan pesan komunikasi. Baik program above the line maupun below the line, haruslah memiliki pesan yang sama. Dengan demikian, pesan dari sebuah merek, sesuai dengan strategi positioning yang diinginkan, dapat menancap kuat dalam benak konsumen.
Apa Pendorong IMC ?
Bagi para pelaku bisnis, merek adalah ekuitas yang terpenting. Oleh karena itu, membangun merek yang kuat, adalah tugas inti dari pelaku bisnis dan khususnya bagi para marketer. Inilah alasan pertama, mengapa IMC mendapat sambutan yang sangat positif. IMC adalah senjata utama untuk membangun persepsi, citra dan merek yang kuat dimana konsumen memiliki hubungan yang kuat dengan sebuah merek.
Kedua, perkembangan teknologi telah membuat media komunikasi menjadi sangat beragam dan banyak pilihan. Bukan hanya iklan di televisi, media cetak, radio dan media luar ruang saja, tetapi internet, sms, video, call center dan berbagai even, telah menjadi alternatif dalam berkomunikasi. Tidak mengherankan, diperlukan integrasi yang benar dan efektif dalam mengelola dan mengimplementasikan komunikasi.
Ketiga, globalisasi telah membuat program komunikasi tidak dibatasi dengan geografis. Komunikasi yang ditempatkan di YouTube, mampu menjangkau konsumen di semua negara. Komunikasi dengan call center, mampu menjangkau konsumen di Amerika walaupun secara fisik, terletak di India. Globalisasi ini juga mendorong agar strategi komunikasi relatif mempunyai pesan yang sama untuk konsumen di seluruh dunia.
Ketiga drivers ini, akhirnya menciptakan harapan baru bagi konsumen dalam berkomunikasi. Konsumen tidak ingin berkomunikasi hanya satu arah. Mereka bosan dengan komunikasi yang berbentuk iklan dimana mereka menjadi obyek yang pasif. Mereka lebih senang untuk dilibatkan dan merasa lebih percaya bila produsen juga mendengarkan mereka.
Produsen dan pemilik merek, akhirnya harus melakukan perubahan orientasi dalam berkomunikasi. Komunikasi diperlukan, bukan hanya untuk mendapatkan pelanggan yang baru, tetapi juga membina hubungan jangka panjang. Mereka tidak mau hanya fokus kepada iklan semata tetapi banyak mengandalkan berbagai media. Selain iklan tradisional, maka public relations, even, Point of Purchase (POP), kemasan, pertemuan face to face, pembicaraan melalui telepon dan lain-lainnya, telah menjadi media kontak yang sangat penting. Marketer perlu berkomunikasi sesuai dengan customer touch point.
Dengan penjelasan seperti ini, tidak mengherankan, bila kemudian, diperlukan integrasi. Integrasi akan menghasilkan suatu sinergi. Integrasi inilah yang membuat 1 + 1 menjadi sama dengan 3 atau 4. Bila tidak ada sinergi, maka 1 + 1 menjadi lebih kecil dari 2 atau bahkan lebih kecil dari 1. Mengapa? bayangkan sebuah kejadian seperti ini. Marketer melakukan iklan di sebuah harian surat kabar dengan ukuran 1 halaman penuh. Dalam iklan, dicantumkan nomer call center bila konsumen berminat untuk mendapatkan promosi khusus. Setelah itu, dalam satu hari, ribuan konsumen mengkontak perusahaan. Apa yang terjadi? petugas call center, tidak siap dan tidak mendapatkan informasi dari divisi pemasaran. Maklum, mereka bekerja di dua divisi yang berbeda. Bagi konsumen, kejadian seperti ini, sudah pasti akan meruntuhkan kepercayaan terhadap perusahaan. Bukan hanya gagal menjual, tetapi komunikasi yang tidak terintegrasi, membuat pesan yang tidak jelas dan negatif dalam benak konsumen.
Situasi seperti ini, pastilah berbeda dengan tugas dari marketer 20 tahun yang lalu. Mungkin saat itu, 80% dari bujet digunakan untuk iklan dan sianya hanyalah brosur. Tidak ada media lain. Mereka tidak perlu bekerja sama dengan divisi lain. Tugas komunikasi, hanya perlu dijalankan oleh divisi pemasaran atau komunikasi.
Perspektif IMC
IMC adalah jawaban terhadap situasi dan permasalahan tersebut. IMC adalah suatu proses bisnis yang menggunakan perencanaan, eksekusi, koordinasi dan pengukuran dari semua aktifitas komunikasi yang ditujukan kepada konsumen, karyawan dan pihak-pihak terkait lainnya. Tujuan dari IMC adalah mendapatkan tingkat return (ROI) yang terbaik dan merek yang kuat dan bernilai tinggi.
Apa kata kunci dari IMC? pertama, IMC adalah suatu bisnis proses. Ini menunjukkan bahwa IMC tidak hanya dilakukan oleh individu atau sebuah divisi dari perusahaan saja. IMC adalah komunikasi yang melibatkan banyak divisi. Diperlukan suatu proses, karena sehingga keseluruhan divisi terkait dapat dilibatkan. Mereka yang duduk dalam divisi PR, haruslah bekerja sama dengan divisi pemasaran. Divisi pemasaran, haruslah bekerja sama dengan divisi pelayanan. Divisi ini, seringkali memiliki banyak program komunikasi. Mereka bahkan yang paling sering bertemu dan berdialog dengan pelanggan. Oleh karena itu, diperlukan suatu proses yang membuat mereka bekerja sama dan mengintegrasikan program komunikasi mereka.
Kedua, IMC mengenal berbagai macam audience. Memang, konsumen adalah audience yang paling penting. Tetapi, prospek dan bahkan, karyawan adalah audience yang penting pula. Sebuah bank misalnya, memiliki ribuan teller dan customer service yang siap untuk berkomunikasi dengan nasabah. Komunikasi internal yang ditujukan kepada mereka, adalah sangat penting sebelum komunikasi tersebut sampai kepada nasabahnya. Yang sering terjadi adalah bahwa mereka tidak mendapatkan komunikasi yang cukup, akhirnya ribuan nasabah mendapatkan pesan yang salah pula.
Ketiga, dengan semakin menurunnya tingkat efektifitas dari program komunikasi, maka diperlukan cara-cara komunikasi yang lebih terukur. Setiap program komunikasi, idealnya, haruslah dapat diukur efektifitasnya dan sekaligus menghasilkan ROI yang optimal. Bila tidak, dalam jangka panjang, perusahaan tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan yang telah menerapkan IMC.
Implikasi Terhadap Organisasi
Dari perspektif di atas, semakin jelaslah peran dari IMC. Lalu, apa implikasi kepada perusahaan? pertama, perusahaan yang menerapkan IMC, haruslah mempersiapkan struktur perusahaan yang benar. Struktur yang tradisional, seringkali sangat vertikal. Top Manajemen menjadi figur yang dominan. Setelah itu, setiap divisi, tidak memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dan bekerja sama. Dengan struktur yang tradisional seperti ini, pastilah, bukan perusahaan yang siap untuk IMC. Akan banyak tembok penghalang saat melakukan perencanaan dan eksekusi. Ego dari setiap departemen akan sangat tinggi. Bukan bekerja sama tetapi justru banyak waktu dihabiskan untuk menyelesaikan konflik.
Organisasi yang bersahabat dengan IMC adalah struktur dimana konsumen menjadi sentral dan bukan top manajemen. Pimpinan puncak yang memberikan dorongan sehingga keseluruhan divisi mampu melihat kepentingan konsumen atau pelanggan. Keseluruhan divisi, haruslah dibuat dekat dengan konsumen. Ini bisa terjadi, bila struktur organisasi relatif flat. Selain itu, supply chain management sudah berjalan dengan efektif. Karyawan memiliki empowerment yang baik. Akhirnya, kerjasama antar divisi menjadi lebih baik.
Kedua, pendekatan dalam perencanaan haruslah berubah. Ketiga perusahaan menerapkan komunikasi tradisional, mereka cenderung memilih pendekatan inside-out planning. Perusahaan memulai dengan aspek internal. Mereka melihat tingkat keuntungan yang diperoleh. Setelah itu, mereka mengalokasikan untuk bujet promosi dan komunikasi. Setelah itu, dibagi-bagi berdasarkan produknya. Akhirnya, dibagi berdasarkan media yang dipilih.
IMC memulai perencanaan dengan pendekatan outside-in. Apa bedanya? perusahaan mulai perencanaan dengan melihat konsumen. Siapa yang dijadikan targetnya? apakah tujuannya mencari kosnumen baru atau untuk mempertahankan? berapa target pertumbuhan yang diharapkan? untuk mencapai tujuan ini, berapa tingkat awareness dan image yang diharapkan? Bila keseluruhan pertanyaan ini telah terjawab, perusahaan baru kemudian memilih media untuk mencapai konsumen ini dan akhirnya menghitung jumlah bujet yang diperlukan.
Pada edisi mendatang, saya akan membahas bagaimana menentukan customer contact atau touch point dan berbagai level dari IMC yang dapat dipilih oleh perusahaan.
Efektifitas iklan semakin menurun! Konsumen perlu terus menerus untuk diingatkan melalui berbagai medium komunikasi! Konsumen membutuhkan komunikasi dua arah! Diperlukan pengukuran yang membantu marketer untuk menentukan investasi dalam komunikasi! Database memainkan peran yang semakin penting! Perlu adanya koordinasi dari berbagai komunikasi dari suatu merek atau perusahaan!
Wow !..inilah sebagian dari keinginan para marketer. Tidak mengherankan, Integrated Marketing Communication (IMC) menjadi konsep yang semakin banyak diterima. Hari ini, IMC adalah buzz word dalam dunia pemasaran yang semakin terasa gaungnya. Buku-buku yang membahas promosi dan iklan, mulai mencantumkan kata-kata IMC. Demikian pula, buku yang membahas customer experience dan Customer Relationship Management (CRM) juga mencantumkan IMC. Maklum, semua konsep ini, mempunyai stream yang sama.
IMC sendiri, jelas bukanlah konsep yang baru. Sejak pertengahan dekade 80-an, sudah mulai dilontarkan dan kemudian, gaungnya semakin terasa setelah Don Schultz meluncurkan bukunya yang diberi judul IMC. Yang menarik, sampai hari ini, berdasarkan observasi yang saya lakukan, tidak banyak pelaku bisnis atau bahkan di antara para marketer di Indonesia yang memahami sungguh-sungguh konsep ini.
Ini memang mudah dipahami. Sebagian besar buku IMC, tidak membahas secara total. Mereka membahas dari salah satu sudut komunikasi. Tidak mengherankan, terminologi ini, mempunyai definisi dan penjelasan yang tidak seragam. Hanya satu yang sama yaitu bahwa perusahaan perlu untuk mengintegrasikan keseluruhan pesan komunikasi. Baik program above the line maupun below the line, haruslah memiliki pesan yang sama. Dengan demikian, pesan dari sebuah merek, sesuai dengan strategi positioning yang diinginkan, dapat menancap kuat dalam benak konsumen.
Apa Pendorong IMC ?
Bagi para pelaku bisnis, merek adalah ekuitas yang terpenting. Oleh karena itu, membangun merek yang kuat, adalah tugas inti dari pelaku bisnis dan khususnya bagi para marketer. Inilah alasan pertama, mengapa IMC mendapat sambutan yang sangat positif. IMC adalah senjata utama untuk membangun persepsi, citra dan merek yang kuat dimana konsumen memiliki hubungan yang kuat dengan sebuah merek.
Kedua, perkembangan teknologi telah membuat media komunikasi menjadi sangat beragam dan banyak pilihan. Bukan hanya iklan di televisi, media cetak, radio dan media luar ruang saja, tetapi internet, sms, video, call center dan berbagai even, telah menjadi alternatif dalam berkomunikasi. Tidak mengherankan, diperlukan integrasi yang benar dan efektif dalam mengelola dan mengimplementasikan komunikasi.
Ketiga, globalisasi telah membuat program komunikasi tidak dibatasi dengan geografis. Komunikasi yang ditempatkan di YouTube, mampu menjangkau konsumen di semua negara. Komunikasi dengan call center, mampu menjangkau konsumen di Amerika walaupun secara fisik, terletak di India. Globalisasi ini juga mendorong agar strategi komunikasi relatif mempunyai pesan yang sama untuk konsumen di seluruh dunia.
Ketiga drivers ini, akhirnya menciptakan harapan baru bagi konsumen dalam berkomunikasi. Konsumen tidak ingin berkomunikasi hanya satu arah. Mereka bosan dengan komunikasi yang berbentuk iklan dimana mereka menjadi obyek yang pasif. Mereka lebih senang untuk dilibatkan dan merasa lebih percaya bila produsen juga mendengarkan mereka.
Produsen dan pemilik merek, akhirnya harus melakukan perubahan orientasi dalam berkomunikasi. Komunikasi diperlukan, bukan hanya untuk mendapatkan pelanggan yang baru, tetapi juga membina hubungan jangka panjang. Mereka tidak mau hanya fokus kepada iklan semata tetapi banyak mengandalkan berbagai media. Selain iklan tradisional, maka public relations, even, Point of Purchase (POP), kemasan, pertemuan face to face, pembicaraan melalui telepon dan lain-lainnya, telah menjadi media kontak yang sangat penting. Marketer perlu berkomunikasi sesuai dengan customer touch point.
Dengan penjelasan seperti ini, tidak mengherankan, bila kemudian, diperlukan integrasi. Integrasi akan menghasilkan suatu sinergi. Integrasi inilah yang membuat 1 + 1 menjadi sama dengan 3 atau 4. Bila tidak ada sinergi, maka 1 + 1 menjadi lebih kecil dari 2 atau bahkan lebih kecil dari 1. Mengapa? bayangkan sebuah kejadian seperti ini. Marketer melakukan iklan di sebuah harian surat kabar dengan ukuran 1 halaman penuh. Dalam iklan, dicantumkan nomer call center bila konsumen berminat untuk mendapatkan promosi khusus. Setelah itu, dalam satu hari, ribuan konsumen mengkontak perusahaan. Apa yang terjadi? petugas call center, tidak siap dan tidak mendapatkan informasi dari divisi pemasaran. Maklum, mereka bekerja di dua divisi yang berbeda. Bagi konsumen, kejadian seperti ini, sudah pasti akan meruntuhkan kepercayaan terhadap perusahaan. Bukan hanya gagal menjual, tetapi komunikasi yang tidak terintegrasi, membuat pesan yang tidak jelas dan negatif dalam benak konsumen.
Situasi seperti ini, pastilah berbeda dengan tugas dari marketer 20 tahun yang lalu. Mungkin saat itu, 80% dari bujet digunakan untuk iklan dan sianya hanyalah brosur. Tidak ada media lain. Mereka tidak perlu bekerja sama dengan divisi lain. Tugas komunikasi, hanya perlu dijalankan oleh divisi pemasaran atau komunikasi.
Perspektif IMC
IMC adalah jawaban terhadap situasi dan permasalahan tersebut. IMC adalah suatu proses bisnis yang menggunakan perencanaan, eksekusi, koordinasi dan pengukuran dari semua aktifitas komunikasi yang ditujukan kepada konsumen, karyawan dan pihak-pihak terkait lainnya. Tujuan dari IMC adalah mendapatkan tingkat return (ROI) yang terbaik dan merek yang kuat dan bernilai tinggi.
Apa kata kunci dari IMC? pertama, IMC adalah suatu bisnis proses. Ini menunjukkan bahwa IMC tidak hanya dilakukan oleh individu atau sebuah divisi dari perusahaan saja. IMC adalah komunikasi yang melibatkan banyak divisi. Diperlukan suatu proses, karena sehingga keseluruhan divisi terkait dapat dilibatkan. Mereka yang duduk dalam divisi PR, haruslah bekerja sama dengan divisi pemasaran. Divisi pemasaran, haruslah bekerja sama dengan divisi pelayanan. Divisi ini, seringkali memiliki banyak program komunikasi. Mereka bahkan yang paling sering bertemu dan berdialog dengan pelanggan. Oleh karena itu, diperlukan suatu proses yang membuat mereka bekerja sama dan mengintegrasikan program komunikasi mereka.
Kedua, IMC mengenal berbagai macam audience. Memang, konsumen adalah audience yang paling penting. Tetapi, prospek dan bahkan, karyawan adalah audience yang penting pula. Sebuah bank misalnya, memiliki ribuan teller dan customer service yang siap untuk berkomunikasi dengan nasabah. Komunikasi internal yang ditujukan kepada mereka, adalah sangat penting sebelum komunikasi tersebut sampai kepada nasabahnya. Yang sering terjadi adalah bahwa mereka tidak mendapatkan komunikasi yang cukup, akhirnya ribuan nasabah mendapatkan pesan yang salah pula.
Ketiga, dengan semakin menurunnya tingkat efektifitas dari program komunikasi, maka diperlukan cara-cara komunikasi yang lebih terukur. Setiap program komunikasi, idealnya, haruslah dapat diukur efektifitasnya dan sekaligus menghasilkan ROI yang optimal. Bila tidak, dalam jangka panjang, perusahaan tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan yang telah menerapkan IMC.
Implikasi Terhadap Organisasi
Dari perspektif di atas, semakin jelaslah peran dari IMC. Lalu, apa implikasi kepada perusahaan? pertama, perusahaan yang menerapkan IMC, haruslah mempersiapkan struktur perusahaan yang benar. Struktur yang tradisional, seringkali sangat vertikal. Top Manajemen menjadi figur yang dominan. Setelah itu, setiap divisi, tidak memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dan bekerja sama. Dengan struktur yang tradisional seperti ini, pastilah, bukan perusahaan yang siap untuk IMC. Akan banyak tembok penghalang saat melakukan perencanaan dan eksekusi. Ego dari setiap departemen akan sangat tinggi. Bukan bekerja sama tetapi justru banyak waktu dihabiskan untuk menyelesaikan konflik.
Organisasi yang bersahabat dengan IMC adalah struktur dimana konsumen menjadi sentral dan bukan top manajemen. Pimpinan puncak yang memberikan dorongan sehingga keseluruhan divisi mampu melihat kepentingan konsumen atau pelanggan. Keseluruhan divisi, haruslah dibuat dekat dengan konsumen. Ini bisa terjadi, bila struktur organisasi relatif flat. Selain itu, supply chain management sudah berjalan dengan efektif. Karyawan memiliki empowerment yang baik. Akhirnya, kerjasama antar divisi menjadi lebih baik.
Kedua, pendekatan dalam perencanaan haruslah berubah. Ketiga perusahaan menerapkan komunikasi tradisional, mereka cenderung memilih pendekatan inside-out planning. Perusahaan memulai dengan aspek internal. Mereka melihat tingkat keuntungan yang diperoleh. Setelah itu, mereka mengalokasikan untuk bujet promosi dan komunikasi. Setelah itu, dibagi-bagi berdasarkan produknya. Akhirnya, dibagi berdasarkan media yang dipilih.
IMC memulai perencanaan dengan pendekatan outside-in. Apa bedanya? perusahaan mulai perencanaan dengan melihat konsumen. Siapa yang dijadikan targetnya? apakah tujuannya mencari kosnumen baru atau untuk mempertahankan? berapa target pertumbuhan yang diharapkan? untuk mencapai tujuan ini, berapa tingkat awareness dan image yang diharapkan? Bila keseluruhan pertanyaan ini telah terjawab, perusahaan baru kemudian memilih media untuk mencapai konsumen ini dan akhirnya menghitung jumlah bujet yang diperlukan.
Pada edisi mendatang, saya akan membahas bagaimana menentukan customer contact atau touch point dan berbagai level dari IMC yang dapat dipilih oleh perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar