strategi Marketing di Balik Kelangkaan Es Krim "Magnum"
sumber : http://zonapencarian.blogspot.com/
Pernah merasa kesulitan mencari varian terbaru es krim Magnum? Kelangkaan itu ternyata memang menjadi salah satu strategi pemasaran Unilever untuk memperkenalkan kembali salah satu varian es krimnya tersebut.
Magnum Almond:
Belakangan ini, istilah Magnum seeker cukup santer terdengar di jejaring sosial Facebook dan Twitter. Ini adalah istilah yang diberikan oleh pengelola akun MyMagnumID, akun resmi produk es krim Magnum di Facebook dan Twitter, kepada para konsumennya.
Bukan tanpa alasan Magnum memberi julukan itu kepada konsumennya. Akhir-akhir ini, memang banyak orang mencari salah satu merek es krim Wall’s ini. Namun, es krim ini sulit ditemukan. Padahal, para Magnum seeker ini sudah berkeliling ke mana-mana mencari salah satu produk PT Unilever Indonesia Tbk tersebut.
Di banyak toko, stok es krim Magnum habis. Bahkan, ada minimarket yang sampai menuliskan “Stok Magnum Kosong” karena banyaknya orang yang mencari es krim ini.
Konsumen lantas menumpahkan keluhan soal sulitnya mencari es krim Magnum tersebut di jejaring sosial. Tengok saja tweet dari salah seorang pengguna Twitter. “Di alfa/indomart dpk timur magnum datang dlm hitungan jam sudah habis. Kirimnya yg banyakan doong jgn cuma 2 lusin aj,” keluh si pengguna Twitter tadi.
Magnum memang makin dicari sejak Wall’s meluncurkan varian baru es krim ini beberapa waktu lalu, yakni Wall’s Magnum Chocolate Truffle. Jadi, kini ada tiga varian es krim Magnum yang beredar di pasar. Selain Magnum Chocolate Truffle, ada juga Magnum Classic dan Magnum Almond. Magnum pun sangat rajin mengiklankan produk barunya itu. Karena itu, banyak yang menduga kelangkaan Magnum di pasaran merupakan strategi pemasaran Wall’s untuk mempromosikan salah satu produknya itu. Pendapat orang-orang tersebut tidak terlalu salah.
Pihak Wall’s mengakui kelangkaan ini sedikit banyak terjadi karena strategi pemasaran mereka. Senior Brand Manager Wall’s Magnum PT Unilever Indonesia Tbk Meila Putri Handayani menjelaskan, pihaknya menerapkan strategi paralel.
Biasanya, sebelum mulai mengiklankan suatu produk baru, produsen akan menyiapkan dan mendistribusikan produk lebih dulu. Setelah itu, baru si produsen beriklan.
Tapi, Wall’s justru gencar beriklan sejak awal, meski stok barang belum siap. Meila menjelaskan, hal ini dilakukan lantaran Wall’s ingin menjajal pasar dulu. Maklum, seiring peluncuran varian baru tadi, Magnum juga melakukan rebranding pada produknya menjadi es krim premium.
Dengan langkah itu, Unilever mencari tahu apakah pasar sudah mengenal produk ini atau belum, serta berapa besar minat pasar atas produk ini. “Sebab, konsumsi es krim di Indonesia baru 250 mililiter per orang per tahun,” ungkap Meila.
SESUAI KARAKTER PRODUK
Karena itu, Wall’s tidak sembarangan dalam mendistribusikan Magnum. Sejauh ini, Wall’s baru memasarkan produk ini ke peritel modern. Wall’s juga meminta peritel modern kelas minimarket menyebutkan jelas berapa banyak permintaan es krim Magnum sebelum mendistribusikan es krim tersebut. Dengan demikian, permintaan produk di setiap peritel jadi lebih terukur. Ini untuk menghindari agar jangan sampai barang yang sudah dipesan ternyata tidak laku.
Strategi pemasaran inilah yang lantas membuat es krim Magnum sulit ditemukan. Berita soal kelangkaan Magnum ini lantas menyebar lewat jejaring sosial. Hasilnya, banyak orang yang penasaran ingin mencicipi es krim satu ini.
Pengamat pemasaran dari perusahaan konsultan pemasaran Arrbey Indonesia Handito Joewono menilai, strategi Wall’s memasarkan Magnum terbilang berhasil. Memang akan ada konsumen yang kesal akibat produk yang langka itu, tetapi hal itu biasa dalam pemasaran.
Selain itu, asalkan Unilever bisa cepat menangani kelangkaan, hal itu tidak akan melunturkan minat konsumen membeli saat produk tersedia lagi. “Umumnya strategi mengaduk emosi konsumen seperti ini hanya dijalankan dua minggu, setelah itu barang sudah kembali tersedia,” jelas Handito.
Di samping itu, pengamat pemasaran dari Prasetiya Mulya Business School Istijanto Oey menuturkan, strategi pemasaran yang diterapkan Unilever untuk Magnum sesuai dengan citra Magnum sebagai es krim premium. “Distribusi yang dilakukan sudah inline dengan karakter produk,” jelasnya.
Hanya saja, strategi ini juga punya kekurangan. “Produsen bisa kehilangan peluang,” sebut Istijanto. Maklum, ada kemungkinan, konsumen yang tidak kunjung mendapat barang yang dicari malah berbalik enggan membeli.
Unilever sendiri bukannya tidak menyadari kemungkinan tersebut. Meila menyebut animo konsumen terhadap es krim
Magnum ini di luar dugaannya. Es krim ini sejatinya membidik pasar konsumen usia 25 tahun–35 tahun. Nyatanya, es krim ini dicari semua kalangan.
Agar konsumen tidak kecewa berat, Unilever akan menambah jumlah kiriman barang ke berbagai peritel modern. Asal tahu saja, dari hasil evaluasi Unilever, setiap produk Magnum yang keluar dari pabrik biasanya langsung habis. “Sebulan kami bisa menjual jutaan stik es krim Magnum,” ulas Meila tanpa mau menyebut detail angka penjualan Magnum.
Padahal, perusahaan yang mejeng di bursa saham dengan kode UNVR ini tidak bisa memproduksi es krim Magnum setiap hari lantaran harus bergiliran memproduksi es krim jenis lain. Dus, Magnum hanya diproduksi dua kali atau tiga kali dalam seminggu.
Unilever berencana meningkatkan produksi Magnum. Mereka juga menargetkan penjualan bisa meningkat 100% di 2011. Untuk menjaga brand awareness, tahun depan, Wall’s akan memasarkan varian baru.
Unilever juga menunjuk presenter Marissa Nasution sebagai brand ambassador Magnum. Unilever mengharuskan Marissa memajang fotonya menikmati es krim Magnum sebagai foto profil di akun jejaring sosialnya. Harapannya, teman atau follower Marissa di akun tersebut tertarik mengetahui es krim yang dimakannya.
Selain tetap gencar beriklan melalui media cetak dan elektronik, Unilever juga memanfaatkan pengguna internet atau netizen untuk mempromosikan Magnum. Produsen es krim ini mengarahkan netizen yang sudah mencicipi es krim Magnum agar merekomendasikannya kepada teman-temannya.
Magnum membuat akun di jejaring sosial untuk memantau dan mengarahkan pertanyaan atau kritik untuk Magnum. Tujuan semua strategi itu, tentu, agar pasar produk ini kian luas; sesuai dengan kata magnum yang memang berarti besar.
Hebat!
BalasHapus