Emotional Appeal Ads Series are Boomming!
Konsumen makin pintar. Selain dunia yang semakin menyempit, lebih sempit dari luas daun kelor, kini konsumen semakin punya ‘power’ untuk memilah mana berita yang baik untuknya, mana yang benar-benar informasi, mana yang iklan. Konsumen bisa seenaknya ‘skip’ untuk informasi yang gak valuable, bahkan bisa langsung menyambit ‘quote’ sebuah iklan produk dengan opininya yang diakses lewat sosial media. Gara-gara konsumen, produk bisa jadi mati ditempat (kalo tidak bisa dibilang bunuh diri) karena tervonis di setiap sanubari khalayaknya sebagai produk tidak bermutu, tapi di tempat yang sama, bisa melambung tinggi ke langit 7 karena puja puji sebuah komentator manis dari konsumennya.
Inilah seninya. Menjinakkan konsumen bisa jadi tantangan abad ini. Konsumen zaman sekarang tidak bisa disamakan dengan konsumen zaman kuda. Behaviour-nya saja sudah benar-benar beda. Perbedaan ini pulalah yang mempengaruhi cara kita mendekati konsumen. Termasuk membujuk masuk ke pikiran mereka kalau kita atau produk kita cukup bernilai untuk paling tidak diingat. Ingatan konsumen ini penting karena menandakan brand awareness berhasil. Lalu bagaimana caranya?
Kalau zaman dulu, kita sering dihadapkan dengan iklan-iklan direct hard selling, dengan kata-kata langsung dan seni sekedarnya, zaman sekarang, beda jauh. Banyak effort persuasi yang nyaris tidak kelihatan untuk mengaburkan mata konsumen ini iklan atau bukan. Atau tetap menganggap iklan, tapi bisa membuat penasaran, keingintahuan ‘what would be the next?’, menarik emosi sedih, bahagia, cinta, diabaikan dan lain sebagainya. Ada unsur cerita yang ditambahkan sebelum masuk ke poin promosinya.
Iklan yang mengedepankan emotional appeals si customer lah yang sekarang menjadi tren. Karena saat ini, memang itu yang menjadi perhatian lebih buat khalayak. Misalnya, Ponds-nya Bunga Citra Lestari. Mengambil story percintaannya dengan sang pujaan dari Malaysia, BCL didaulat menjadi bintang ikaln Ponds yang meminjam cerita2 percintaannya. Ada juga iklan Pantene, yang mengambil pesan kekuatan hati seorang gadis tuna rungu yang berhasil memenangkan lomba alat musik biola. Kuatnya hati ini sama dengan kuatnya untaian rambutnya yang indah melambai-lambai saat memainkan biola. Ada juga iklan tekomsel yang berepisode-episode panjangnya, juga mengambil love emotional appeals, lengkap dengan sutradara, players, naskah dan lagu soundtrack-nya
Itu belum termasuk printing ads yang sekarang juga bertebaran menggunakan metode yang sama. Misalnya, iklan HSBC yang provokatif dan kebetulan dikeluarkan berseri juga, dengan mengundang klien-nya untuk tidak bangga menjadi pekerja, tapi harus bisa mandiri membangun usaha sendiri. Iklan ini menggugah karena menyentil sisi ketakutan khalayak untuk berusaha sendiri – karena tidak ada modal. Dengan mengambil 2 model, satu model laki-laki, satu perempuan, yang sama-sama pekerja, HSBC berhasil menarik perhatian karena penempatannya yang tepat, didukung oleh iklan di media lain (termasuk online, reklame, radio, koran dan majalah), ukuran yang lumayan besar, dan kata-kata yang provokatif.
Masih banyak contoh-contoh lain yang berciri emotional appeal ads sebenarnya. Tapi malas juga kalau harus membahas satu per satu. Yang jelas, konsumen sekarang makin ingin diperhatikan. Menjadi pusat perhatian, buat mereka berarti kita harus pintar-pintar kreatif memunculkan sisi humanisnya, lewat emosinya. Jika sudah demikian, perihal brand awareness yang menjadi salah satu goal selain sales tentunya, tinggal tunggu panennya. Tentunya tidak terlepas dari kesiapan integrasi marketing tool lainnya.
Posted by Afril Wibisono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar