Rabu, 26 Januari 2011

Konsumen sebagai Duta Merek


Jadikan Konsumen sebagai Duta Merek




Agar pemasaran sukses di 2011, produsen harus lebih melibatkan konsumen
Tahun 2011 akan menjadi tahun konsumen. Di tahun kelinci ini, posisi konsumen bukan lagi sekadar pembeli. Para pengamat menilai akan semakin banyak perusahaan yang menjadikan konsumen sebagai media penggenjot pemasaran.
Pernahkah Anda merasa sangat kesal terhadap suatu perusahaan dan produknya lantaran komplain Anda terhadap produk perusahaan itu tidak ditanggapi dengan layak? Kalau pernah, Anda bisa berharap tahun depan hal semacam itu tidak akan terjadi lagi.
Para pengamat memprediksi tahun depan produsen akan lebih cermat dalam mendengarkan suara konsumen. Maklum saja, beberapa waktu belakangan ini hubungan antara produsen dan konsumen menunjukkan perubahan. Dulu kebanyakan produsen menganggap konsumen hanya sebagai pembeli atau end user dari produknya. "Tapi sekarang konsumen sudah bukan cuma pembeli," cetus Istijanto Oey, pengamat pemasaran dari Prasetiya Mulya Business School.
Dia melanjutkan, sekarang konsumen juga memiliki kekuatan sebagai duta merek dan produk alias brand ambassador. Nah, para perusahaan pun melihat potensi untuk memanfaatkan konsumen sebagai sarana pemasaran mereka.
Tren pemasaran seperti ini memang sudah mulai terasa beberapa waktu belakangan ini. Para pengamat memperkirakan, tren ini bakal terus berlanjut di 2011, bahkan makin gencar. "Fokus kegiatan di 2011 nanti adalah konsumen sebagai brand ambassador, atau istilahnya consumer ambassador," terang Istijanto.
Ada beberapa hal yang mendasari prediksi ini. Pertama, biaya belanja iklan saat ini semakin tinggi. Karena itu, perusahaan-perusahaan akan memaksimalkan promosi melalui sarana promosi alternatif yang lebih murah, termasuk salah satunya dengan menjadikan konsumen sebagai brand ambassador.
Kedua, penggunaan jejaring sosial untuk berkomunikasi akan semakin marak. Dengan kata lain, akan semakin banyak orang yang mengutarakan pendapatnya melalui jejaring sosial macam Facebook atau Twitter.
Dus, kalau si konsumen menuliskan pendapatnya tentang suatu produk di jejaring sosial, ia secara tidak langsung membantu suatu produk beriklan ke pasar yang luas. Apalagi, "Konsumen biasanya lebih percaya pendapat temannya," kata Sumardy, Kepala Konsultan perusahaan konsultasi pemasaran Octovate Consulting.
Dampak dari komentar konsumen yang ditulis di jejaring sosial tadi juga bisa terasa lebih cepat. "Kecepatan penyebaran informasi di internet sangat tinggi," sebut pakar manajemen dan pemasaran Rhenald Kasali.
Buat kegiatan below the line
Pendapat si konsumen pun bisa dibaca langsung oleh ratusan atau mungkin ribuan orang yang terhubung dengan si konsumen melalui jejaring sosial. "Dunia digital merubah banyak hal, semua menjadi serba direct," tambah Rhenald.
Karena itulah, pengamat menyarankan agar produsen cakap membangun brand-nya agar mendapat nilai positif di mata konsumen. Dengan demikian, feedback dari konsumen terhadap produknya akan bagus.
Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh produsen adalah membuat kegiatan yang melibatkan langsung konsumen (below the line). "Kegiatan below the line harus makin aktif, karena konsumen harus bisa jadi aktor untuk kegiatan promosi," sebut Istijanto.
Dengan merancang kegiatan yang melibatkan konsumen, si konsumen bisa merasakan sendiri kelebihan atau kekurangan dari produk tersebut. "Kegiatan seperti ini mempunyai impact yang sangat kuat pada konsumen," imbuh Istijanto.
Selain itu, konsumen juga akan mendapat informasi lebih banyak mengenai suatu produk. Dengan demikian konsumen benar-benar bisa berperan menjadi ambassador bagi produk suatu perusahaan.
Apalagi, ke depan ada kemungkinan akan berkembang jejaring sosial yang lebih spesifik. "Maksudnya lebih spesifik, media jejaring sosial itu terbentuk atas dasar kesamaan hobi, pengalaman dan sebagainya," terang Sumardy. Produsen bisa memanfaatkan komunitas yang terbentuk dari jejaring sosial ini untuk memasarkan produknya.
Kekuatan jejaring sosial yang spesifik ini sebenarnya sudah mulai terlihat. Ambil contoh jejaring sosial Goodreads. Ini adalah jejaring sosial semacam Facebook yang diperuntukkan bagi penggemar buku.
Saat ini tidak sedikit perusahaan penerbit buku dan pengarang yang memanfaatkan jejaring sosial ini untuk mempromosikan buku terbitan atau karangannya. Anggota Goodreads pun bisa langsung memberikan komentarnya terhadap buku tersebut. Hal ini cukup membantu penerbit untuk memasarkan buku terbitannya.
Selain itu, agar strategi pemasaran menjadi lebih efektif, para pengamat menyarankan perusahaan lebih selektif dalam memilih media beriklan. "Agar pemasaran sukses, perusahaan harus menggunakan media yang lebih tersegmentasi," papar Istijanto.
Penyebabnya, saat ini media iklan konvensional seperti media cetak dan media elektronik juga semakin terkotak-kotak. Contoh, konsumen mengenal stasiun televisi A sebagai televisi berita sedang stasiun televisi B sebagai televisi yang banyak menyiarkan sinetron.
Akibatnya, penonton televisi pun jadi tersegmentasi. "Kalau dulu perusahaan bisa menggunakan sedikit media untuk berpromosi dan mengincar pasar yang luas, sekarang tidak bisa," jelas Istijanto. Karena itu, produsen harus lebih bijak dalam memilih media promosi yang sesuai dengan target pasarnya. Jadi, hasil promosi yang diharapkan bisa tercapai.
Semakin mahalnya belanja iklan juga menjadi faktor lain yang membuat produsen harus lebih selektif dalam memilih media beriklan. "Tantangan ongkos belanja iklan yang terus membengkak menuntut perusahaan memilih campuran media yang tepat untuk digunakan," cetus Sumardy.
Meski begitu, produsen tetap harus menyebar promosi melalui berbagai jenis media, baik itu televisi, internet, radio maupun iklan luar ruang (outdoor). "Konsumen tetap harus dikepung dengan berbagai media iklan, jadi mereka bisa ingat terus," papar Istijanto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar