Sabtu, 08 Januari 2011

Trenggono, Menginspirasi Dengan "Dakwah Entrepreneurship"


Heppy Trenggono, Menginspirasi Dengan "Dakwah Entrepreneurship"

Heppy Trenggono. Pandangan-pandangan dan cara hidupnya, sebagai kepala keluarga dan pemimpin perusahaan, menarik dan menginspirasi banyak orang, termasuk kalangan pengusaha dan generasi muda. (foto: republika.co.id)

Ia menyebut United Balimuda Group sebagai pesantren dan bermimpi menjadikan kelompok usahanya ini sebagai sebuah model perusahaan modern yang dikelola berdasarkan prinsip-prinsip akidah Islamiyah. Visi Inspiring and Giving the World Through the Corporate Values menjadi sebuah spirit yang merupakan roh perkembangan Balimuda, yang kemudian ditularkannya lewat 'dakwah kewirausahaan ( entrepreneurship ).

Pandangan-pandangan dan cara hidupnya, sebagai kepala keluarga dan pemimpin perusahaan, menarik dan menginspirasi banyak orang, termasuk kalangan pengusaha dan generasi muda. Bagi dia, jadi pengusaha itu belum bermanfaat kalau tidak dalam jalur kebaikan. Berikut adalah cuplikan obrolan dengan dengan Heppy Trenggono:
Anda melakukan kegiatan dakwah entrepreneurship, apa latar belakangnya?
Idenya muncul begitu saja ketika disuruh mengisi ceramah di Universitas Pekalongan, Jawa Tengah. Selama ini, dakwah amal saleh yang kita tahu hanya menyumbang atau membangun tempat ibadah. Tapi, dengan memberikan pelatihan dan berbagi ilmu, itu juga termasuk dakwah amal saleh.

Seperti apa konsep inspiring yang Anda maksudkan?
Kerja itu ibadah dan prestasi adalah dakwah. Jadi, kita ingin menginspirasi melalui prestasi. Sedangkan, giving-nya adalah amal saleh. Jadi, inilah visi kami. Kemarin, saya baru dari luar negeri, sebentar di Jakarta, terus keliling memberikan pelatihan untuk pengusaha dan anak-anak. Jadi, menurut saya, dakwah itu tidak hanya harus dilakukan oleh kiai atau menteri. Tetapi, alangkah luar biasa sekali jika semua pemimpin kita termasuk di perusahaan berdakwah.

Apa yang Anda sampaikan dalam dakwah  entrepreneur itu?
memiliki sebuah nilai atau sesuatu yang dibela dan itu tercermin dalam Yang namanya dakwah itu  kan tabligh, menyampaikan ajaran yang baik, menyampaikan kebaikan. Kita berdakwah dengan menginspirasi orang. Kita ingin berbagi kebaikan. Balimuda sebagai brandcorporate culture serta visi kami.

Apa sebetulnya yang mau di-inspiring ?
Kalau mau bicara perusahaan, banyak perusahaan besar. Dari segi apa pun, masih banyak yang hebat dari Balimuda. Tapi, kita memilih visi inspiring untuk memberi satu warna.

Mengapa yang dipilih entrepreneur ?
Karena, itulah masalah bangsa kita. Kalau kita melihat sejarah, bangsa ini dibangun oleh para pedagang dengan cara berdakwah. Mereka-lah yang dakwah dan ternyata sangat efektif. Lihat saja pedagang dari Gujarat. Ketika mereka ngomong, itu rohnya ada, energi keluar karena mereka sudah melakukan apa yang diucapkan.

Orang bicara sedekah atau tentang kebaikan dan membangun bangsa. Tapi, kalau dia cuma ngomong, tidak ada artinya. Namun, kalau kita menceritakan apa yang kita alami, apa yang kita jalankan, pasti banyak orang akan mengikuti. Sasaran saya dalam berdakwah itu adalah semua lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa dan pengusaha. Kita juga ke pondok pesantren. Intinya, ketika kita membangun mentalitas, yang kita ingin bangun adalah entrepreneurship .

Ia membiayai semua kegiatan pelatihan, termasuk untuk makannya. ''Saya sudah siapkan dana untuk kegiatan ini, kita juga berikan beasiswa, punya sekolah-sekolah yang dibiaya sendiri,'' ungkapnya. Untuk itu, dia punya rumus sendiri. ''Dari setiap income yang masuk, harus ada yang saya sisihkan. Dalam keadaan apa pun. Dan, itu bisa masuk ke mana-mana, baik ke pelatihan, sekolah, dan sebagainya. Kalau bicara untung, ya untunglah, materi ya materi. Itulah dakwah kita,'' cetusnya.

Apa yang diharapkan dari pelatihan?
Indonesia bisa berubah oleh satu orang. Coba bayangkan, di antara ribuan orang yang saya training, muncul satu saja, dan dia kemudian jadi presiden. Seperti apa luar biasanya. Bangsa Indonesia ratusan tahun dijajah Belanda, tapi kemudian muncul satu orang yang berpikir lain dari jutaan orang, namanya Soekarno. Akhirnya, kita merdeka. Kita butuh figur yang punya komitmen terhadap agama, bangsa, dan berani serta cerdas. Begitu satu ada yang menginspirasi, pasti semua ikut. Gerakan kita ini hanya amal saleh dan dakwah. Kalau mau ke politik, ya masuk parpol.

Maka itu, saya ingin masuki semua kalangan, termasuk pondok pesantren. Membangun bangsa dan agama itu saja tujuan saya, tidak ada yang lain. Kebetulan, karena saya bukan dari kalangan partai dan organisasi, saya bisa cair ngomong. Kalau kita ikhlas, pasti ada keberkahan di sana.

Bagaimana Anda melihat perkembangan  entrepreneurship di Indonesia?
Sungguh tidak sebanding. Indonesia dengan luas dua juta kilometer persegi, Singapura 689 kilometer persegi, dan Malaysia 250 ribu kilometer persegi, tapi angka pengusaha yang kita cetak jauh di bawah dua negera itu.

Mengapa bisa begitu?
Ternyata, ada pendapat yang berkembang di masyarakat kita bahwa jualan itu merupakan hal yang tabu. Entrepreneurship intinya kan jualan. Sebagai contoh, teman saya SMP semuanya jadi pegawai. Yang jadi pengusaha cuma dua orang, termasuk saya. Banyak teman saya di Malaysia bercerita, di negerinya mencari pekerjaan itu mudah. Kalaupun ada pengangguran, itu orang yang malas saja.

Apa yang dikatakan memang benar, terbukti banyak tenaga kerja Indonesia yang berangkat ke Malaysia. Di Indonesia, mencari pekerjaan itu sulit, pengangguran sangat luar biasa, satu pekerjaan diperebutkan oleh banyak orang. Mengapa di sana mudah? Karena, entrepreneurship-nya jalan.

Di Singapura apalagi. Kita tahu orang kaya di dunia itu hanya 0,14 persen dari 6,6 miliar manusia atau sekitar 9,5 juta orang terpillih. Di Indonesia, jumlah orang kaya 250 ribu dari total 210 juta jiwa. Bandingkan dengan Singapura yang jumlah penduduknya 770 ribu dan jumlah pedagang luar biasa banyaknya.

Inilah yang menyebabkan kita tidak memiliki banyak pedagang karena ada pemeo jualan itu tabu. Inilah yang saya bedah. Dan, ini semua tantangan, apalagi kalau kita masuk ke perguruan tinggi Islam yang mahasiswanya ingin jadi santri seumur hidup. Tapi,  alhamdulillah, mahasiswa dari perguruan tinggi Islam yang saya datangi mau mengikuti pelatihan yang mampu mencetak angka-angka penjualan yang bagus.

Apa yang Anda lakukan kepada mereka?
Saya mencoba mengubah maindset mereka bahwa berjualan bukan hal yang tabu. Pendekatan yang saya ambil adalah belajar dari negara-negara yang sukses. Saya beri hal-hal yang praktis, termasuk saya minta mereka berjualan satu produk dan ternyata bisa.

Saya juga bertanya kepada mahasiswa, mengapa di antara semua orang hanya sedikit yang bisa meraih sukses? Mengapa di antara semua negara ada yang bisa meraih kejayaan, sementara Indonesia masih terpuruk?

Nah, di situlah kita belajar dari kisah-kisah sukses. Prinsipnya, membangun pribadi sukses sama saja dengan membangun bangsa. Ada komitmen, tujuan yang jelas, nilai, serta identitas yang jelas. Dalam pelatihan ini, kita sentuh dua hal. Nah, melalui pelatihan yang saya berikan, mereka diberi hard skill, yaitu praktik berjualan, berbicara dengan orang, dan mau melakukan apa yang diinginkan. Inilah yang kita sebut  real live game .

Real live game itu adalah seseorang dipaksa untuk memecahkan masalah dalam waktu satu jam. Kita turunkan peserta pelatihan itu di suatu tempat, mereka tidak boleh bawa dompet, handphone, dan sebagainya. Tapi, mereka kita bekali dengan barang dagangan.

Artinya, dia dilatih untuk bisa pulang bawa uang dan membayar angkot sendiri jika dapat memasarkan barang yang dibawanya. Biasanya, yang disentuh soft skill sehingga hasilnya cuma lompat-lompat. Kalau keluar ruangan, mereka bingung mau melakukan apa.

Bagaimana reaksi mereka?
Semula, mereka takut dan ragu-ragu. Sempat saya tawari, siapa yang mau mundur? Walaupun saat saya memberikan pelatihan di kampus IAIN Yogyayakarta dalam kondisi hujan, semua peserta mengikuti permainan itu dan hampir 80 persen mencetak angka.
Tentang jualan pun mereka mengaku tidak berpikir. Namun, setelah kita ceritakan dunia nyata di luar sana, akhirnya pikiran mereka terbuka dan barang yang dijual rata-rata berkurang, bahkan ada yang habis. Itu sebuah sukses buat mereka. Saya katakan kepada teman-teman bahwa sederhana belum tentu mudah.

Kalau dengan pengusaha Anda bisa satu visi, tapi bagaimana dengan mahasiswa?
Kita bicara siapa yang dihadapi. Untuk mahasiswa yang berlatar belakang lembaga Islam, kita pakai bahasa mereka. Kalau dengan pengusaha, kita sharing karena namanya pengusaha itu perlu bicara, perlu teman. Saya bilang kepada mahasiswa, mengapa kalian diturunkan ke dunia? Apa akan jadi santri seumur hidup? Kita buka bahwa mereka belajar itu untuk akhirnya terjun ke masyarakat, mengubah masyarakat. Ini yang tidak pernah mereka siapkan. Kita bawa dari dunia mereka, kita buka, dan kita bawa ke dunia nyata.

Intinya, kita bawa mereka ke koridor entrepreneurship, ya  knowledge dan praktik. Banyak orang yang sudah respons. Ketika entrepreneurship diberikan dengan pendekatan ilmiah, itu agak repot. Di Amerika, dunia usaha dengan kampus dekat sekali. Bill Gates itu jadi dosen dan pengusaha. Jadi, kalau dia ngomong, orang tergerak, bukan mencibir. Di Amerika, para birokratnya juga memiliki jiwa  entrepreneursihip sehingga untuk urusan dagang mereka memiliki komitmen yang jelas. Maka itu, orang Amerika pandai memberikan perlindungan bagi para pengusaha.

Pengalaman bisnisnya cukup panjang. Orang tuanya pedagang dan waktu kecil pernah jualan garam. ''Dari kecil, saya suka di pasar. Saya menikmati. Sembari kuliah, saya kerja. Saya jadi pengusaha jualan sistem, jualan keripik. Jualan  ndak laku juga pernah,'' katanya. Sekarang ini, jumlah usahanya ada sekitar 12 perusahaan. Mulai dari kelapa sawit seluas 21 ribu hektare di Kalimantan Timur dan Pulau Sumatra,  consumer , bisnis alat berat, hingga kontraktor. ''Kita ingin membangun usaha yang syariah. United Balimuda adalah  brand -nya.''

Bagaimana dengan pembinaan Pemerintah Indonesia terhadap pengusaha kecil?
Pemerintah kita tidak memilih roh entrepeneurship. Yang ada dalam pikiran mereka adalah kasih duit hilang, kasih duit lagi. Entrepreneurship itu sebuah spesialisasi, sebuah karakter yang harus dibangun. Kalau tidak, ya ndak jadi.

Kita juga harus ingat korupsi yang paling besar adalah  corporate corruption. Lihat saja BLBI (bantuan likuiditas Bank Indonesia). Berapa yang bisa dikorupsi seorang bupati, paling besar hanya miliaran saja. Tapi, kalau  corporate corruption , sampai triliunan. Ini bahaya. Jadi, yang harus diciptakan adalah pengusaha yang bagus dan baik.

Mana yang harus didahulukan?
Harus bersama-sama. Itu pertanyaan banyak orang. Kita mau mulai dari mana untuk membangun pengusaha kecil. Jawabnya, mulai dari mana saja. Pemerintah ahli bikin pintu, pengusaha ahli bikin atap, kalangan buruh ahli buat fondasi. Jika kita ingin membuat bangunan yang baik, semuanya harus bagus. Negara ini sebuah rumah. Kalau semua bagus, tapi fondasi tidak bagus, ya ambruk juga.

Saran untuk pemerintah?
Harus fokus pada sektor riil. Itulah  entrepreneurship. Saya tidak akan bicara sistem. Kalau ngomong sistem, nanti dikira kapitalis. Saya tidak peduli, tapi sektor riil yang harus dikembangkan. Ketika kita bicara sektor riil, mereka bergerak. Bicara soal angka, jumlah berapa orang yang bekerja dan berapa yang tumbuh, itulah sektor riil.

Perhatian pemerintah memang ada. Tapi, strategi yang menyeluruh, komprehensif, dan masif, saya rasa belum. Kalau sudah, tentu Indonesia tidak seperti sekarang. Mengapa pengangguran tinggi? Karena, sektor riil tidak jalan. Mengapa kita berani kehilangan ratusan triliun untuk BLBI, tapi berapa persen untuk sektor riil masih harus berdebat.

Sebelumnya,112 orang anggota IIBF berkumpul di Bandung. Mereka berasal dari Jakarta, Semarang, Solo, Kudus, Pekalongan dan Bandung sendiri. Bertempat di sebuah hotel di jalan Asia Afrika anggota IIBF ini mendengar paparan dari Randall Book, seorang pebisnis asal Michigan, USA. Randy, panggilan akrab Randall Book diundang khusus oleh Presiden IIBF, Heppy Trenggono untuk berbagi tips bisnis. Di Amerika, Randy adalah seorang pebisnis yang bergerak di property, mining bahkan hingga ke toko sepatu. Berasal dari keluarga pebisnis Randy adalah keturunan ketiga dari keluarga Book. Kakeknya yang membangun bisnis keluarga di property namun kemudian bisnis itu ambruk pada pada generasi kedua. Dan Randy berhasil mengangkat kembali bisnis keluarganya bahkan lebih besar dari sebelumnya.

“Salah satu cara untuk mempercepat sukses itu adalah dengan belajar pada Mentor. Mentor adalah orang yang pernah menempuh jalan itu dan menunjukkan kepada kita bagaimana melakukannya,” Heppy memberi pengantar. Dalam acara yang berlangsung setengah hari itu Randy memaparkan tentang perjalanannya membangun bisnis. “I really start my business from the bottom,” paparnya. Randy bercerita bagaimana dia mencari guru bisnis yang kemudian mempertemukannya dengan Heppy Trenggono dalam sebuah kelas bisnis di Austin Texas, USA. Satu hal yang dia tekankan dalam berbisnis apa yang disebutnya dengan Money tree, yakni bisnis pokok yang menjadi sumber uang utama. Sedangkan sumber lain-lain disebutnya dengan dengan cabang atau ranting uang.

Sukses bisnis menurut Randy juga ditentukan oleh bagaimana kita selalu menolong orang lain. “How you care to others will define your business success,” ucap Randy. Randy sendiri dalam kehidupan sosialnya adalah Presiden Yayasan Kanker Amerika. Terinspirasi oleh teman dekatnya, Heppy Trenggono, Randy juga sekarang aktif membagikan makanan kepada warga kurang mampu di sekitar tempat tinggalnya. Yang menarik dalam cerita dari Randy dalam forum itu adalah tentang bagaimana dia mengelola dan menghargai uang. Sebuah koin $ 1 sen baginya adalah sangat berharga yang membuatnya tidak segan-segan memungut dan menyimpannya. “Big always start from small. The way you do something the way you do everything,” ungkap Randy tentang sikapnya itu.

Randy dengan sangat telaten melayani semua pertanyaan dari para peserta. Dengan tetap menjaga kontak mata dengan penanya Randy seolah mengerti dengan pertanyaan dan pembicara penanya. Begitu penanya selesai tak urung dia menoleh ke arah Heppy Trenggono meminta penjelasan tentang apa isi pertanyaan yang baru saja dia dengar tadi. “There are big opportunity in this country,” Randy mengemukkan pandangannya tentang Indonesia. Di AS saat ini menurut Randy terjadi krisis ditandai jatuhnya property di pasar Amerika dengan banyaknya kredit macet di sektor ini. “If you have big cash today, come to United State and buy property soon,” Randy berkelakar. Menjawab pertanyaan salah seorang peserta tentang minatnya untuk berinvensatsi di Indonesia Randy mengatakan bahwa salah satu tujuannya ke Indonesia saat ini adalah untuk melihat peluang investasi itu. Hanya saja dia belum bisa memastikan bidang apa yang akan menarik minatnya. “This is my first time come to Indonesia,” kilahnya. Namun dia berencana akan mengajak temannya untuk ke Indonesia dan berinvestasi.

Ini memang kali pertama Randy ke Indonesia memenuhi undangan Presiden IIBF. Selain ke Jakarta dan Bandung, Randy dengan istrinya akan berlibur ke Bali selama 3 hari. Dalam perjalanan ke Bali dia berkata kepada Heppy Trenggono, “Heppy, you always make me surprised. I have no idea to say my feeling after meeting with IIBF members.” Heppy pun tersenyum dan meminta untuk ikut memberi semangat anggota IIBF mempelajari ilmu dan ketrampilan bisnis. “Ok Randy, I ask you supporting me to incourage IIBF members learn skill and business knowledge.” Randy menangangguk pelan sambil menepuk pundak kawanya itu. (fn/rp/ii) www.suaramedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar