Dulu, (dan mungkin masih sampai sekarang) orang-orang seringkali menganggap bahwa servis, jasa atau apapun istilahnya adalah sesuatu yang cenderung “abstrak”. Maksudnya, segala sesuatu yang berhubungan dengan jasa terlalu “kabur” untuk dilihat, dinilai, diukur, dikendalikan, dan sebagainya. Benarkah? Tentu saja tidak kan! Segala sesuatu itu pasti ada jalan untuk mengukurnya, untuk menilainya, bahkan untuk mengendalikannya.
Saya mau cerita dulu ya! Saya dan teman-teman di kantor termasuk orang-orang yang sering sekali menggunakan taksi saat akan bertemu dengan klien atau keluar kantor untuk urusan apapun. Bisa tebak brand taksi apa yang menjadi favorite kami? Hehee…tidak perlu saya sebutkan mungkin ya, kita sebut saja taksi A ! Yang jelas, brand taksi A tersebut adalah pilihan pertama yang ada di benak kami setiap butuh taksi. Bukannya kami tidak tahu brand taksi yang lainnya, tapi karena kami sangat puas saat menggunakan taksi A. Mutu atau kualitas jasa yang mereka berikan sangat maksimal dan tidak tersaingi oleh brand taksi lain.
Salah satu rekan kerja saya malah bela-belain jadi waiting list menunggu armada taksi A yang seringkali penuh itu. Dia jadi anti dengan brand taksi lain bukan tanpa sebab. Dia merasakan sendiri kualitas atau mutu jasa yang diberikan brand taksi lain tidak memuaskannya dan malah seringkali membuatnya sebal. Saya pernah berbincang dengan supir taksi A tersebut dalam sebuah perjalanan. Saya mengajaknya berbincang mengenai per-taksi-an (hehee, bahasa yang lebih resminya apa ya?) di Bandung pada khususnya (yah, saya kan tinggal di Bandung jadi kalau bahas kota lain takut sotoy, lagian juga nanti Pak Supirnya tidak tahu apa2, terus mau ngobrol apa donk?;p). Beruntung saya mendapatkan Bapak supir yang cukup cerdas.
Beliau bercerita bahwa kesuksesan brand taksinya dalam memberikan kepuasan pada para penumpang salah satunya karena kualitas dan mutu pelayanan yang seluruh jajaran berikan. Wih, tanpa bermaksud mengecilkan profesinya, dalam hati saya sangat surprise beliau memiliki wawasan dan gaya berkomunikasi yang oke. Katanya, di perusahaannya, kualitas dan mutu pelayanan diciptakan dan dikendalikan dengan cukup ketat. “Di taksi yang lama juga memang ada peraturan atau standarnya Bu, tapi nggak ada pengawasan atau penindakan kalau melanggar. Nah di tempat yang sekarang (Taksi A) mah sebelumnya dapat training dulu cara buka pintu, cara ngobrol sama penumpang, bahkan sampai nyari rumah di kompleks gitu ada taktiknya. Pengawasannya ketat, kalau melanggar pasti dapat sangsi, makanya dari supirnya juga takut untuk melanggar. Hehee! Tapi jadinya bagus kan yah Bu!”. Ck…ck...ck…saya mendapatkan dua kekaguman pada saat itu. Kagum pada supir taksi tersebut dan juga pada perusahaan Taksi A.
Dari situ kita bisa lihat bahwa sesungguhnya, perusahaan jasa sekalipun dapat sangat mudah menciptakan dan mengendalikan kualitas atau mutunya. Dilihat-lihat lagi, sesungguhnya Taksi A memang telah berhasil menerapkan tiga langkah mengendalikan mutu perusahaan jasa seperti yang disampaikan oleh Kottler dan Keller seperti ini :
1. Berinvestasi dalam prosedur perekrutan dan pelatihan yang baik
Memiliki karyawan yang hebat sangat ditentukan oleh rangkaian proses yang berkesinambungan. Dimulai dari awal perekrutan, training awal hingga dinilai telah menjadi ahli, training atau pelatihan harus tetap dilakukan. Jadi jangan pernah berpikir manajer tidak memerlukan pelatihan lagi, karena bisnis berkembang sangat cepat. Tidak ada waktu untuk merasa puas, karena siapa yang mau mengembangkan dirinya berarti telah menghentikan perkembangan perusahaannya. Perekrutan yang tepat merupakan langkah mutlak yang harus dilakukan perusahaan, karena kita harus memastikan calon karyawan itu memiliki potensi untuk terus berkembang. Jadi bukan berarti fresh graduate tidak usah diterima, tapi justru harus kita ketahui apakah mereka memiliki kemampuan dan potensi untuk menjadi karyawan yang kompeten atau professional atau tidak. Pelatihan yang baik juga seharusnya akan membentuk karyawan menjadi individu yang kompeten dan profesional seperti yang diharapkan oleh perusahaan. Sebagai catatan akhir, harus dilakukan berkelanjutan ya pelatihannya.
2. Menetapkan standar proses pelaksanaan jasa di seluruh organisasi tersebut
Familiarnya sih istilahnya menetapkan SOP (Standard Operasional Procedur) ya! Iya, konsumen kan hanya tahu kalau misalnya mereka pesan jasa photography untuk Pre-Wed, mereka tinggal daftar, dapat konsep dari photographer, foto-foto, terima hasil, beres deh! Tapi sesungguhnya kan dalam perusahaan photograpy itu ada rangkaian proses untuk menghasilkan layanan yang memusakan tersebut. Tim harus berdiskusi menentukan tema foto, lokasi, kostum, gaya, dsb, lanjut survey ke lapangan, pemotretan, memilih foto-foto yang ok, meng-edit foto, baru memberikan hasil kepada konsumen tersebut. Semua rangkaian proses itu harus sudah ditentukan secara tertulis agar semua photographer dan timnya melakukan hal yang sama hingga hasil yang didapatkan juga sama baiknya. Intinya, semua proses harus memiliki standarisasi yang harus dipatuhi oleh seluruh elemen dalam perusahaan.
3. Memantau kepuasan pelanggan
Memberikan kepuasan pelanggan sudah menjadi tujuan utama setiap jenis bisnis apapun, termasuk perusahaan yang bergerak di bidang produk, jadi apalagi di bidang jasa bukan? Pertanyaannya, bagaimana kita bisa mengetahui dan sampai memantau kepuasan pelanggan? Hampir disemua perusahaan, kepuasan pelanggan seringkali dipantau dengan cara penerimaan keluhan dan saran atau kritik (bisa berupa kotak saran ataupun hotline center), bisa juga dengan melakukan riset kepuasan pelanggan langsung (ini sih jika memang punya budget lumayan!). Sebenarnya masih banyak cara yang bisa dikembangkan untuk bisa memantau kepuasan pelanggan, namun ya memang cara-cara di atas yang lebih familiar. Pada dasarnya, mengetahui kepuasan pelanggan dapat memberikan gambaran pada kita sejauh mana kita mampu menjadi perusahaan yang baik. Mengetahui apa yang bisa memberikan kepuasan tentu juga dapat menjadi dasar perusahaan untuk semakin memperbaikin diri dan mengembangkan perusahaannya.
Jadi, siapa bilang tidak mungkin mengendalikan kualitas atau mutu perusahaan? Memang tidak mudah, tapi tidak ada hal yang menjadi terlalu sulit ataupun terlalu mudah dalam dunia bisnis bukan? Heheee! Ya ini masalah pilihan mungkin ya! Seperti cerita saya di awal tadi, jika brand-brand taksi lain ingin bisa seperti taksi A tersebut, ya kejar donk kualitas dan mutu yang sama. Ya nggak? =)
Saya mau cerita dulu ya! Saya dan teman-teman di kantor termasuk orang-orang yang sering sekali menggunakan taksi saat akan bertemu dengan klien atau keluar kantor untuk urusan apapun. Bisa tebak brand taksi apa yang menjadi favorite kami? Hehee…tidak perlu saya sebutkan mungkin ya, kita sebut saja taksi A ! Yang jelas, brand taksi A tersebut adalah pilihan pertama yang ada di benak kami setiap butuh taksi. Bukannya kami tidak tahu brand taksi yang lainnya, tapi karena kami sangat puas saat menggunakan taksi A. Mutu atau kualitas jasa yang mereka berikan sangat maksimal dan tidak tersaingi oleh brand taksi lain.
Salah satu rekan kerja saya malah bela-belain jadi waiting list menunggu armada taksi A yang seringkali penuh itu. Dia jadi anti dengan brand taksi lain bukan tanpa sebab. Dia merasakan sendiri kualitas atau mutu jasa yang diberikan brand taksi lain tidak memuaskannya dan malah seringkali membuatnya sebal. Saya pernah berbincang dengan supir taksi A tersebut dalam sebuah perjalanan. Saya mengajaknya berbincang mengenai per-taksi-an (hehee, bahasa yang lebih resminya apa ya?) di Bandung pada khususnya (yah, saya kan tinggal di Bandung jadi kalau bahas kota lain takut sotoy, lagian juga nanti Pak Supirnya tidak tahu apa2, terus mau ngobrol apa donk?;p). Beruntung saya mendapatkan Bapak supir yang cukup cerdas.
Beliau bercerita bahwa kesuksesan brand taksinya dalam memberikan kepuasan pada para penumpang salah satunya karena kualitas dan mutu pelayanan yang seluruh jajaran berikan. Wih, tanpa bermaksud mengecilkan profesinya, dalam hati saya sangat surprise beliau memiliki wawasan dan gaya berkomunikasi yang oke. Katanya, di perusahaannya, kualitas dan mutu pelayanan diciptakan dan dikendalikan dengan cukup ketat. “Di taksi yang lama juga memang ada peraturan atau standarnya Bu, tapi nggak ada pengawasan atau penindakan kalau melanggar. Nah di tempat yang sekarang (Taksi A) mah sebelumnya dapat training dulu cara buka pintu, cara ngobrol sama penumpang, bahkan sampai nyari rumah di kompleks gitu ada taktiknya. Pengawasannya ketat, kalau melanggar pasti dapat sangsi, makanya dari supirnya juga takut untuk melanggar. Hehee! Tapi jadinya bagus kan yah Bu!”. Ck…ck...ck…saya mendapatkan dua kekaguman pada saat itu. Kagum pada supir taksi tersebut dan juga pada perusahaan Taksi A.
Dari situ kita bisa lihat bahwa sesungguhnya, perusahaan jasa sekalipun dapat sangat mudah menciptakan dan mengendalikan kualitas atau mutunya. Dilihat-lihat lagi, sesungguhnya Taksi A memang telah berhasil menerapkan tiga langkah mengendalikan mutu perusahaan jasa seperti yang disampaikan oleh Kottler dan Keller seperti ini :
1. Berinvestasi dalam prosedur perekrutan dan pelatihan yang baik
Memiliki karyawan yang hebat sangat ditentukan oleh rangkaian proses yang berkesinambungan. Dimulai dari awal perekrutan, training awal hingga dinilai telah menjadi ahli, training atau pelatihan harus tetap dilakukan. Jadi jangan pernah berpikir manajer tidak memerlukan pelatihan lagi, karena bisnis berkembang sangat cepat. Tidak ada waktu untuk merasa puas, karena siapa yang mau mengembangkan dirinya berarti telah menghentikan perkembangan perusahaannya. Perekrutan yang tepat merupakan langkah mutlak yang harus dilakukan perusahaan, karena kita harus memastikan calon karyawan itu memiliki potensi untuk terus berkembang. Jadi bukan berarti fresh graduate tidak usah diterima, tapi justru harus kita ketahui apakah mereka memiliki kemampuan dan potensi untuk menjadi karyawan yang kompeten atau professional atau tidak. Pelatihan yang baik juga seharusnya akan membentuk karyawan menjadi individu yang kompeten dan profesional seperti yang diharapkan oleh perusahaan. Sebagai catatan akhir, harus dilakukan berkelanjutan ya pelatihannya.
2. Menetapkan standar proses pelaksanaan jasa di seluruh organisasi tersebut
Familiarnya sih istilahnya menetapkan SOP (Standard Operasional Procedur) ya! Iya, konsumen kan hanya tahu kalau misalnya mereka pesan jasa photography untuk Pre-Wed, mereka tinggal daftar, dapat konsep dari photographer, foto-foto, terima hasil, beres deh! Tapi sesungguhnya kan dalam perusahaan photograpy itu ada rangkaian proses untuk menghasilkan layanan yang memusakan tersebut. Tim harus berdiskusi menentukan tema foto, lokasi, kostum, gaya, dsb, lanjut survey ke lapangan, pemotretan, memilih foto-foto yang ok, meng-edit foto, baru memberikan hasil kepada konsumen tersebut. Semua rangkaian proses itu harus sudah ditentukan secara tertulis agar semua photographer dan timnya melakukan hal yang sama hingga hasil yang didapatkan juga sama baiknya. Intinya, semua proses harus memiliki standarisasi yang harus dipatuhi oleh seluruh elemen dalam perusahaan.
3. Memantau kepuasan pelanggan
Memberikan kepuasan pelanggan sudah menjadi tujuan utama setiap jenis bisnis apapun, termasuk perusahaan yang bergerak di bidang produk, jadi apalagi di bidang jasa bukan? Pertanyaannya, bagaimana kita bisa mengetahui dan sampai memantau kepuasan pelanggan? Hampir disemua perusahaan, kepuasan pelanggan seringkali dipantau dengan cara penerimaan keluhan dan saran atau kritik (bisa berupa kotak saran ataupun hotline center), bisa juga dengan melakukan riset kepuasan pelanggan langsung (ini sih jika memang punya budget lumayan!). Sebenarnya masih banyak cara yang bisa dikembangkan untuk bisa memantau kepuasan pelanggan, namun ya memang cara-cara di atas yang lebih familiar. Pada dasarnya, mengetahui kepuasan pelanggan dapat memberikan gambaran pada kita sejauh mana kita mampu menjadi perusahaan yang baik. Mengetahui apa yang bisa memberikan kepuasan tentu juga dapat menjadi dasar perusahaan untuk semakin memperbaikin diri dan mengembangkan perusahaannya.
Jadi, siapa bilang tidak mungkin mengendalikan kualitas atau mutu perusahaan? Memang tidak mudah, tapi tidak ada hal yang menjadi terlalu sulit ataupun terlalu mudah dalam dunia bisnis bukan? Heheee! Ya ini masalah pilihan mungkin ya! Seperti cerita saya di awal tadi, jika brand-brand taksi lain ingin bisa seperti taksi A tersebut, ya kejar donk kualitas dan mutu yang sama. Ya nggak? =)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar