Maka berbagai upaya dilakukan oleh negara-negara asing agar Indonesia tetap menjadi negara pemakai. Hasilnya, hari ini Indonesia tercatat sebagai negara yang paling konsumtif di dunia (AC Nieilsen). Dan jadilah Indonesia surga bagi produk asing yang ditandai membanjirnya produk luar dengan menggeser produk lokal dan membunuh pabrik-pabrk yang membuatnya. Tahun 2005 ada 429 pabrik tekstil kolaps, tiga tahun kemudian 200 diantaranya gulung tikar. Di tahun 2010, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan China sebesar Rp.53 Triliyun.
Akibatnya, omset toko-toko kecil turun dari Rp. 800 ribu / hari menjadi Rp.400 ribu/ hari. Setiap tahun 1,6 juta pedagang tradisional bangkrut. Dan semakin hari semakin kecil kesempatan masyarakat untuk menjadi pedagang/ pengusaha karena semua sektor hulu dan hilir sudah dikuasai oleh pemain asing. Ini artinya Indonesia akan menghadapi bencana ekonomi yang lebih dahsyat dari bencana alam yang selama terus mendera negara ini. Sebelum ada AFCTA (Asean China Free Trade Area) industri tekstil dalam negeri sudah banyak yang kolaps hanya dengan barang-barang seludupan dari luar. Dan hari ini pemerintah telah membebaskan lebih dari 54.000 pos yang masuk ke Indonesia tanpa bea. Ibarat perang, Indonesia menghadapi musuh yang bersenjata lengkap tetapi kita bertelanjang dada.
Mengapa produk asing sangat bebas menguasai kehidupan kita sementara produk dan pemain lokal tidak tumbuh bahkan terus mati? Karena kita tidak memiliki sesuatu yang jelas untuk kita bela. Seharusnya kita membela Kejayaan Bangsa sendiri daripada membela kejayaan bangsa lain. Caranya dengan membeli produk buatan sendiri. Dan inilah pertahanan terakhir untuk menghadapi gempuran produk asing untuk menghindari terjadinya bencana ekonomi Indonesia ke depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar