Jum'at, 28 September 2012
Oleh: Moh. Khotibul Umam
SELAMA beberapa dekade, umat Islam terus mengalami ujian maha berat. Tekanan, serangan, stigma, olok-olok bahkan jauh lebih dasyat penjajahan yang terencana dan tersusun rapi. Salah satu contih nyata adalah kasus penjajahan atas warisan kaum Muslim di Bumi Palistina yang direstui semua Negara-negara Barat (yang katanya menjunjung tinggi peradaban kemanusiaan).Semua cobaan ini jangan sampai membuat kaum Muslim tidur –apalagi—terlelap berkepanjangan. Sudah saatnnya kita bangun dari tidur yang amat panjang ini dan saatnya pula kita tampil sebagai alternative hidup yang sudah rusak ini.
Mari kita tunjukkan bahwa ummat Islam adalah ummat yang kuat, baik, tegar dan tegas. Ummat Islam adalah ummat yang kokoh pendiriannya, solid persatuannya. Jangan biarkan gejolak panas globalisasi berkeliaran bebas di negri ini.
Sekarang sudah waktunya generasi seperti Umar Bin Khattab lahir. Jika mau tegas dalam menyikapi setiap persoalan tirulah sikap Umar. Jika ingin bersikap politik tirulah Umar Bin Abdul Aziz, jika berbicara ekonomi, berbicaralah seperti Abu Bakkar As-Siddiq dan jika sedang berbicara tentang pendidikan dan taribiyah berbicaralah seperti Ali Bin Abi Thalib.
Dalam sebuah ungkapan, Imam Malik pernah berkata, “Umat ini tidak akan jaya kecuali dengan cara pertama kali ia dijayakan genarasi awalnya.” Jika kita ingin jaya sebenarnya banyak referensi yang layak untuk dijadikan pedoman.
Para pendahulu kita, para Sahabat yang dimuliakan Allah dan Nabi, para tabi’in dan tabi’it serta ulama salaf adalah contoh yang nyata. Sungguh sangat aneh jika kita telah memiliki sosok tauladan yang hebat justru kemudian kita terjebak dengan sistem rusak hingga melupakan mereka semua.
Lebih aneh, semua sejarahnya kita fahami, namun tidak kita tauladani. Yang justru menjadi suri-tauladan kita justru orang-orang yang tak memiliki izzah dan tak beragama.
Kalau kita baca kembali sejarah perkembangan Islam di masa Umar bin Abdul Aziz dan kemudian kita bandingkan dengan dunia Islam saat ini, maka yang akan kita jumpai adalah ummat yang tidak berdaya, lemah dan tak berwibawa.
Banyak jumlah umat Islam saat ini, namun sedikit keberanian, paling jauh hanya demonstrasi ketika melihat saudaranya dianiaya. Bukan lagi satu Muslimah diperkosa, tetapi ribuan dijarah kehormatannya, anak-anak dibunuh atau dimurtadkan, mereka diusir dari kampung halamannya, dirampas harta kekayaannya, dan dikebiri perannya dalam percaturan dunia internasional. Namun kaum Muslimin masih hanya sebatas mengecam, mengutuk, tetapi apa benar aksi seperti itu bermanfaat dan bisa terus dibiarkan?
Kita tentu juga masih ingat tentang sebuah film yang tersebar luas di internet Film Innocence of Muslims(IOM) yang dibuat di seorang keturunan Yahudi yang kini tinggal di Amerika membuktikan semua itu.
Dalam al-Quran surah Al-Baqoroh : 120
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar). dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”
Apakah ummat Islam harus larut dalam semua penindasan dan fitnah ini? Ayat itu sebenarnya bisa sebagai sikap dan tujuan hidup kita di dunia.
Ikrar Diri
Sebenarnya, untuk menikmati kejayaan itu kita tidak membutuhkan alat persenjataan yang super lengkap dan canggih, tidak pula kita membutuhkan harta yang banyak dan melimpah. Pun juga kita tidak memerlukan tentara hebat yang sudah dilatih sekian lama, bahkan untuk jaya kita tidak perlu memiliki kekuatan fisik.
Kejayaan baru terjadi pertama kali dalam sikap, tindak-tanduk dan diri kita sendiri. Kejayaan hanya akan diperoleh selama keyakinan dan pendirian umat kuat. Yakin adanya kebenaran yang dimiliki dan kemudian kebenaran itu menjadi landasan utama untuk kita maju.
Keyakinan yang kuat akan mendorong mereka untuk selalu berani menghadapi setiap serangan dalam bentuk apapun, kita tidak perlu diam dan kita tidak perlu takut, karena kita sudah memiliki senjata yang sangat canggih melebihi senjata yang dimiliki oleh mereka, yaitu kebenaran dan keyakinan itu sendiri.
Jika kita yakin dengan kebenaran Islam maka pada saat yang sama kita menjadi yakin terhadap kemenangan yang akhirnya melahirkan sebuah kejayaan yang sebenarnya, yaitu sebuah kejayaan yang datang atas ketauhidan kita yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala, di manya kita hanya tergantung pada Allah, sedangkan yang lain tidak.
Inilah yang membedakan kaum Muslim dengan orang-orang kafir. Mereka bangga karena yakin senjata-senjata canggih yang mereka miliki jauh lebih kuat. Jika tauhid umat Islam beres, ia tak pernah takut adanya senjata canggih. Karena Allah lah yang memberi kekuatan dan yang menjamin keamanan. Sebaliknya, manakala tauhid umat sudah rusak, merea mengira teknologi dan alat-alat itu bisa menjadikannya paling hebat di hadapan Allah. Sebaliknya Allah akan membesarkan musuh-musuh kita.
Hadits Tsaubah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti menyerbu makanan di atas piring. Berkata seseorang : Apakah karena sedikitnya kami waktu itu? Beliau bersabda: Bahkan kalian pada waktu itu banyak sekali, akan tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn. Seseorang bertanya : Wahai Rasulullah, apakah wahn itu? Beliau bersabda; Mencintai dunia dan takut mati (al wahn).”
Sebaliknya, Allah akan memberi kita pentunjuk, rasa aman dan kemenangan, mana kala kita tetap lurus dalam petunjuk Allah Subhanahu Wata’ala dengan berpegang pada Al-Quran dan As Sunnah.
Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kedzoliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (QS: Al-An`aam: 82)
Intinya, selama tauhid kaum Muslim belum beres, selama di dada kaum Muslim masih mengidap al wahn,justru di situlah Allah menguji kita dengan menanamkan rasa keberanian di hati orang kafir.
Jika tdak, maka, kitalah yang harus berobah. Saatnya kita merobah cara pandang kita, perilaku kita, kegiatan dan sikap-sikap kita bukan hanya sebatas ucapan dalam pengakuan. Hanya kepada Allah semua kita gantungkan, dan mari kita teriakkan dalam setiap dada kita semua, “Isyhadu bi Anna Muslimuun” (Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Islam).*
Penulis adalah seorang santri, lulusan MA Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan, Madura
http://www.hidayatullah.com/read/25094/28/09/2012/saatnya-berikrar,--%E2%80%9Cisyhadu-bi-anna-muslimun%E2%80%9D.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar