Ada pertanyaan:
Apa sih sebenarnya yg menjadi akar persoalan bangsa ini. sistem kepemerintahannyakah, moralitas (mentalitas), kemiskinan, kebodohan, atau apa...?
dan pertanyaan selanjutnya ialah apa yg sebenarnya kita inginkan dari kehidupan berbangsa, dan bernegara..?
ada beberapa gambaran yg perlu saya berikan dan ini bukan berarti menggurui atau apa, namun hanya sekedar berbagi pandangan
Pertama... jika akar persoalan bangsa kita adalah persoalan sistem atau tata kepemerintahan kita maka kemudian kita dapat menyaksikan beberapa format sistem kepemerintahan yg ada saat ini, Brunei Darussalam dengan sistem keperintahan yg berbentuk kerajaan yang dipimpin oleh Sultan, negaranya dapat hidup dengan makmur. Singapura yg hidup dengan sistem demokrasi juga menikmati kemakmuran, China yg dikategorikan sebagai negara komunis makmur dan sekarang menjadi "raja" ekonomi dunia dll.
Kedua... jika persoalan negara kita adalah persoalan moralitas (mentalitas) misalnya korup, malas, dll. ini persoalan semangat hidup dan tujuan hidup personal namun memiliki efek domino yg tidak kecil. mengapa demikian, karena manusia itu secara fitrahnya selalu membutuhkan menusia lainnya. Rasulullah SAW, diutus bukan untuk membentuk "negara islam", tetapi Rasulullah diutus untuk memperbaiki akhlak manusia jahiliyah sehingga sesuai dengan keinginan dan kehendak Allah SWT (akhlakul karimah). sehingga manusia mengetahui bagaimana seharusnya manusia itu hidup dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.
ketiga... semangat didirikannya sebuah negara tidak lepas dari ideologi suatu bangsa. berikut ini beberapa defenisi tujuan negara:
1.Tujuan Negara Menurut Plato : Negara bertujuan untuk memajukan kesusilaan manusia sebagai individu dan sebagai makhluk sosial.
2. Tujuan Negara Menurut Machiaveli dan Shang Yang :
Negara bertujan untuk memperluas kekuasaan semata-mata, tujuan Negara didirikan adalah untuk menjadikan Negara itu besar dan jaya. Untuk mencapai kejayaan Negara, maka rakyat harus berkorban, kepentingan orang perorangan harus diletakkan di bawah kepentingan bengsa dan Negara, Negara Diktator. Kalau ingin Negara kuat dan jaya, maka rakyat harus lunakkan dan sebaliknya jika orang menghendaki rakyat menjadi kuat dan kaya, maka Negara itu menjadi lemah.
3. Tujuan Negara Menurut Ajaran Teokrasi ( Kedaulatan Tuhan ) Thomas Aquino, Agustinus,
Tujuan negara adalah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan tentram, dibawah pimpinan Tuhan. Pimpinan negara menjalankan kekuasaannya berdasarkan Kehendak Tuhan.
4. Tujuan Negara Menurut Emmanuel Kank
Negara bertujuan mengatur keamanan dan ketertiban dalam Negara yang paling utama.
5. Tujuan Negara Menurut Krabbe
Negara bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum. Segala kekuasaan dan alat-alat Negara dalam menjalankan tugasnya harus berdasarkan hukum, semua orang tanpa kecuakli harus tunduk dan taat pada hukum, hanya hukumlah yang berkuasa dalam Negara (Rule of Law).
6. Tujuan Negara Menurut Welfare State = Soscial Service State
Tujuan Negara adalah mewujudkan kesejahteraan umum. Negara sebagai alat untuk tercapainya tujuan bersama yaitu kemakmuran, kebahagian dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Disamping itu bermacam-macam tujuan Negara ytiu :
a. Untuk memperluas kekuasaan.
b. Untuk tercapainya kejayaan (seperti Kerajaan Sriwidjaya dan KerajaanMajapahit)
7. Tujuan Negara Republik Indonesia
Dalam Pembukaan UUD 1945
"Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksnakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,"
keempat... meminjam Tujuan Negara Menurut Welfare State = Soscial Service State
Tujuan Negara adalah mewujudkan kesejahteraan umum. Negara sebagai alat untuk tercapainya tujuan bersama yaitu kemakmuran, kebahagian dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Disamping itu bermacam-macam tujuan Negara ytiu :
1. Untuk memperluas kekuasaan.
2. Untuk tercapainya kejayaan (seperti Kerajaan Sriwidjaya dan KerajaanMajapahit).
negara madinah yang dibentuk saat itu merupakan sebuah langkah politik yg dilakukan oleh Rasulullah dalam melakukan syiar Islam. sebagai tambahan rasulullah pertama kali berdakwah dengan cara sembunyi-sembunyi dan kemudian baru dengan cara terang-terangan. artinya bahwa perlu dilakukan sebuah terobosan langkah guna mencapai sebuah tujuan apalagi tujuan tersebut adalah memperjuangkan tegaknya kalimat Syahadat dan implementasi dari keimanan (rukun Islam yg kedua hingga kelima).
==============================
Menurut saya, jawabannya sebagai berikut.
1) Akar persoalan kaum muslim (di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia) adalah tidak adanya kehidupan Islam. Maka, solusi untuk menyelesaikan itu semua adalah dengan mengembalikan kehidupan Islam tersebut. Apa yang dimaksud dengan "tidak adanya kehidupan Islam"?
Maksudnya, adalah bahwa kaum muslim tidak hidup dalam ruang lingkup ajaran Islam yang seharusnya melingkupinya. Apa saja ruang lingkup itu? Yaitu meliputi hubungan manusia dengan Allah (akidah dan ibadah semisal salat, puasa, zakat, haji dan jihad), manusia dengan dirinya sendiri (seperti dalam urusan pakaian, makanan dan akhlak), dan hubungan manusia dengan sesamanya (seperti dalam urusan pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, dan politik luar negeri, dan lain-lain). Lihat dalam kitab Nizhamul Islam karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam bab Nizhamul Islam.
Nah, dalam konteks sekarang, ruang lingkup yang ketiga inilah yang tidak ada dalam kehidupan kaum muslim. Sedangkan ruang lingkup pertama dan kedua, masih diterapkan kaum muslim, sekalipun masih terdapat berbagai macam penyimpangan. Oleh karena itu, ruang lingkup yang ketiga ini juga harus ditegakkan. Namun, bagaimana mau menegakkan ruang lingkup yang ketiga ini jika tidak ada negara? Maka, cara untuk mengembalikan ruang lingkup yang ketiga ini harus dengan peran negara. Negara seperti apa? Yaitu negara yang menerapkan syariah Islam secara total, yaitu negara khilafah.
2) Jika kita bicara konteks bagaimana sistem pemerintahan Islam menyelesaikan permasalahan, maka tidak bisa dirujuk kepada Brunei Darussalam atau Arab Saudi. Jika kita bicara sistem pemerintahan Islam, maka kita harus bicara soal sistem khilafah, yaitu "apa itu khilafah"; "bagaimana struktur pemerintahan khilafah"; dan "bagaimana mekanisme yang bekerja dalam sistem khilafah". Bukan bicara soal: "khilafah yang mana dulu?"; atau "sistem pemerintahan Islam itu khilafah atau kerajaan?"; atau "khilafah itu sampai 1924 atau hanya sampai Hasan bin Ali bin Abu Thalib?". Jadi, ketika kita bicara soal "bagaimana sistem pemerintahan Islam menyelesaikan permasalahan", maka pembicaraan kita adalah bagaimana sistem khilafah menyelesaikan permasalahan. Mengapa harus seperti ini? Sebab, sistem pemerintahan Islam adalah sistem khilafah, bukan kerajaan.
3) Khilafah wajib ditegakkan, sebab ada dalil yang mewajibkannya. Allah berfirman:
"dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.." (QS. Al-Maidah: 49).
Allah juga berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, serta orang-orang yang menjadi pemimpin di antara kalian.” (QS. An-Nisa’: 59)
Ayat ini memerintahkan ketaatan kepada Allah, dan Rasul serta pemimpin, di mana hukum ketaatan tersebut adalah wajib. Maka, baik Allah maupun Rasul, keberadaannya sama-sama pasti, karena itu hukum menaatinya adalah pasti; tidak berubah menjadi tidak wajib hanya karena ketiadaan objek yang ditaati. Sebaliknya, jika diperintahkan untuk menaati, maka hukum mewujudkan objek yang ditaati menjadi pasti (wajib). Sebab, tidak pernah ada hukum wajib diperintahkan atas sesuatu yang keberadaannya tidak ada.
Di samping ayat di atas, juga banyak ayat lain yang berkaitan dengan kewajiban untuk melaksanakan hukum potong tangan terhadap pencuri, cambuk atas orang yang berzina (ghairul muhshan), dan sebagainya, yang tidak mungkin dilaksanakan kecuali dengan adanya khilafah Islam. Maka, hukum adanya khilafah Islam adalah wajib, sebagai bagian dari hukum wajibnya melaksanakan hudud tersebut. Ini sebagaimana yang dinyatakan oleh kaidah ushul:
"Suatu kewajiban tidak akan bisa dilaksanakan dengan sempurna, kecuali dengan adanya sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu menjadi wajib pula."
Sedangkan nash hadis adalah sebagaimana sabda Nabi saw. yang menyatakan:
"Sesungguhnya imam adalah laksana perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan dia akan dijadikan sebagai pelindung." (HR. Muslim)
Hadis di atas memberikan ikhbar (pemberitahuan) yang berisi pujian, yaitu “imam adalah laksana perisai”. Jika adanya “sesuatu yang dipuji” tersebut membawa akibat tegaknya hukum Islam dan sebaliknya apabila “sesuatu yang dipuji” tersebut tidak ada, hukum Islam tidak akan tegak, maka pujian tersebut merupakan qarinah jazimah (indikasi yang tegas), bahwa “sesuatu yang dipuji tersebut” hukumnya adalah wajib.
Ada juga hadis Nabi Muhammad saw. tentang baiat, yaitu dari Abdullah bin Umar,
"Barangsiapa yang melepaskan tangannya dari ketaatan, maka kelak di hari akhir ia akan bertemu dengan Allah swt tanpa memiliki hujjah. Barangsiapa mata, sedangkan di lehernya tidak ada bai’at maka, matinya seperti mati jahiliyyah." (HR. Muslim)
Nabi Muhammad saw. telah mewajibkan kaum muslim agar di atas pundak mereka terdapat baiat. Beliau mensifati orang yang meninggal sedangkan di pundaknya tidak ada baiat seperti mati jahiliyah. Baiat itu hanya diberikan kepada khalifah, bukan yang lain.
Rasululah telah mewajibkan agar di atas pundak mereka terdapat baiat kepada khalifah, namun beliau tidak mewajibkan setiap muslim untuk melakukan baiat. Karena yang wajib hanyalah adanya baiat di atas pundak setiap muslim, yaitu adanya seorang khalifah. Sehingga dengan adanya seorang khalifah itu maka baiat bisa diwujudkan. Adanya khalifahlah yang esensinya yang menentukan ada dan tidaknya baiat di atas pundak setiap muslim. Baik mereka membaiatnya secara langsung atau pun tidak. Karena itu hadis di atas adalah dalil wajibnya menegakkan khilafah bukan dalil wajibnya baiat. Karena yang dikecam oleh Rasulullah adalah tidak adanya baiat di atas pundak kaum muslimin, hingga mereka mati, dan bukan mengecam tidak adanya baiat itu sendiri.
Dengan melihat realitas dalil tersebut, maka kesimpulannya adalah bahwa khilafah wajib diperjuangkan, adalah karena ada dalil yang mewajibkannya. Bukan karena adanya faktor-faktor yang lain. Misalnya, "khilafah wajib diperjuangkan karena agar kehidupan lebih baik"; atau "khilafah wajib diperjuangkan karena untuk menjaga sumber daya alam di negeri ini"; atau "khilafah wajib ada karena agar korupsi dan tindak kriminal di negeri ini dapat ditekan habis"; dan yang sejenisnya. Ini semua bukanlah alasan syar'i wajibnya memperjuangkan tegaknya khilafah.
Jadi, kesimpulannya, sekalipun Brunei, Arab Saudi, Malaysia, Cina, India, Jepang, Dubai, Uni Emirat Arab, Qatar, dalin sebagainya sudah makmur dan sejahtera plus tidak ada korupsi di dalamnya dengan sistem pemerintahannya itu, tetap tidak menyurutkan hukum wajib diperjuangkannya sistem khilafah.
4) Tujuan ditegakkannya negara Islam (khilafah), tidak ada hubungannya dengan teori-teori politik orang kafir tersebut, seperti Machiavelli, Plato, Thomas Aquino, dan sebagainya. Sebab, tujuan ditegakkannya negara khilafah Islam adalah menerapkan hukum Islam. Lihat dalil-dalil tentang wajibnya menegakkan khilafah Islam di atas.
Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar