Senin, 29 Oktober 2012

Ujub, Sum’ah dan Riya’



Kita mungkin sering mendengar tiga istilah itu, dan agak bingung dengan apa perbedaan antara ketiganya. Artikel singkat berikut ini semoga membantu..
Definisi Ujub.
Ujub mungkin dlm bahasa indonesia paling dekat dengan kata Bangga.
Sufyan Ats-Tsauri rohimahumulloh, meringkas definisi ujub sebagai berikut: “Yaitu perasaan takjub terhadap diri sendiri sehingga seolah-olah dirinyalah yang paling utama daripada yang lain. Padahal boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan boleh jadi perkara haram lebih suci jiwanya ketimbang dirinya”
Imam Syafi’i rohimahumulloh berkata :“Baransgsiapa yang mengangkat-angkat diri secara berlebihan, niscaya Allah akan menjatuhkan martabatnya”
Orang yang terkena penyakit ujub akan memandang remeh dosa-dosa yang dilakukannya dan menganggapnya bagai angin lalu.
Nabi SAW telah mengabarkan kepada kita dalam sebuah hadits:
Orang yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya, dengan santai dapat diusirnya hanya dengan mengibaskan tangan. Adapun seorang mukmin melihat dosa-dosanya bagaikan duduk di bawah kaki gunung yang siap menimpanya” (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya seluruh orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari Kiamat bagaikan semut yang diinjak-injak manusia.” Ada seseorang yang bertanya: “Wahai Rasulullah, bukankah seseorang itu ingin agar baju yang dikenakannya bagus, sendal yang dipakainya juga bagus?” Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, dan menyukai keindahan, hakikat sombong itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) awal hadits berbunyi: “Tidak akan masuk Surga orang yang terdapat sebesar biji zarrah kesombongan dalam hatinya).
Definisi Sum’ah
Pengertian sum’ah secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yangmembicarakan atau memberitahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi- kepada manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengetengahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam yang membedakan antara riya dan sum’ah. Bahwa riya adalah sikap seseorang yang beramal bukan untuk Allah; sedangkan sum’ah adalah sikap seseorang yang menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan hal tersebut kepada manusia. Sehingga, menurutnya semua riya itu tercela, sedangkan sum’ah adalah amal terpuji jika ia melakukannya karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya, dan tercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.
Dalam Al-Qur’an Allah telah memperingatkan tentang sum’ah dan riya ini:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)
Rasulullah SAW juga memperingatkan dalam haditsnya:
“Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya.” (HR. Bukhari)
Penjelasan hadits diatas adalah, Diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah diumumkan aib-aibnya di akhirat. Sedangkan dibalas dengan riya artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun tidak diberi pahala kepadanya. Na’udzubillah min dzalik.
Definisi Riya’
Secara syar’i, para ulama berbeda pendapat dalam memerikan definisi riya’, namun intinya sama, yakni seorang melakukan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, namun ia lakukan bukan karena Allah melainkan tujuan dunia.
Al Qurthubi mengatakan,” hakekat riya’adalah mencari apa yang ada di dunia dengan ibadah dan arti asalnya adalah mencari tempat di hati manusia”[lihat: Al Ikhlas, DR Umar Sulaiman Al Asyqor]
Jadi riya’ adalah melakukan ibadah untuk mencari perhatian manusiasehingga mereka memuji pelakunya dan ia mengharapkan pengagungan dan pujian serta penghormatan dari orang yang melihatnya. [lihat : Fathul Bari 11/336, Al Ikhlas wa Syirkul Asghor hal 9].
Dalam hadits yang lain, Rasulullah menjelaskan tentang kekhawatirannya atas umat ini terhadap riya yang akan menimpa mereka. Riya yang tidak lain merupakan syirik kecil. “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apa yang dimaksud dengan syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Riya.” “Allah akan berfirman pada hari kiamat nanti ketika Ia memberi ganjaran amal perbuatan hamba-Nya, ‘Pergilah kalian kepada orang yang kalian berlaku riya terhadapnya.’ Lihat Apakah kalian memperoleh balasan dari mereka?” Kemudian Rasulullah mendengar seseorang membaca dan melantunkan dzikir dengan suara yang keras. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya dia amat taat kepada Allah.” Orang tersebut ternyata Miqdad bin Aswad. (HR. Ahmad)
Perbedaan Riya dan Sum’ah
Imam Bukhori -rahimahullah- dalam shahihnya membuat bab Ar Riya’ was Sum’ah dengan membawakan hadits Rasulullah SAW “Barangsiapa memperdengarkan (menyiarkan) amalnya, maka Allah akan menyiarkan aibnya, dan barangsiapa beramal karena riya’, maka Allah akan membuka niatnya (dihadapan manusia pada hari kiamat kelak)” (HSR Bukhori juz 7/189 dan Muslim no 2987].
Perbedaan riya dan sum’ah ialah Riya’ berarti beramal karena diperlihatkan kepada orang lain, sedangkan sum’ah beramal supaya diperdengarkan kepada orang lain, Riya’ berkaitan dengan indra mata, sedangkan sum’ah berkaitan dengan indra telinga [lihat : Al Ikhlas hal 95, DR Umar Sulaiman Al Asyqor].
Perbedaan antara Riya dan ‘Ujub
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- mengatakan,” Seringkali orang menghubungkan antara riya’ dan ‘ujub, padahal riya’ merupakan perbuatan syirik kepada Allah karena makhluk, sedangkan ‘ujub adalah syirik kepada Allah karena nafsu [ lihat: Majmu Fatawa 10/277]
Rasulullah SAW bersabda,” Tiga perkara yang membinasakan, yaitu hawa nafsu jika dituruti, kebakhilan (kikir/pelit) yang ditaati, dan kebanggan seseorang terhadap dirinya.” [HSR AbuSyaikh dan Thabrani dalam Mu’jam Ausath-lihat : Shahih Jami’us Shaghir no 3039]
Dikutip dari pondok ilmu.
Tanggapan :
Secara singkat arti ketiga kata itu adalah :
Ujub’ = Bangga dengan diri sendiri, dan menganggap lebih mulia dari orang lain.
Sum’ah = Menyebut-nyebut amal baiknya kpd orang lain supaya mendapat pujian/ keuntungan.
Riya’ = Melakukan ibadah dg niat agar diperhatikan/dilihat manusia.
Ketiganya adalah penyakit2 hati yg berbahaya dan dapat merusak amal.
Semoga kita semua bisa menjaga dan terhindar dari penyakit Ujub, Riya’ maupun Sum’ah ..amin..
Monggo di sharing

apa itu ujub?



Ujub..
Ujub adalah sifat seseorang dimana dia merasa dirinya lebih baik hingga menolak kebaikan orang lain, bangga dan riak dengan dirinya, selesa dengan yang diucapkannya, perkara yang dilakukannya hingga meremehkan dan merendahkan orang lain..

Ujub berbeza dengan sombong, kerana sombong adalah sifat seseorang dimana dia hanya pentingkan dirinya tetapi tidak sampai merendahkan kelemahan orang lain..

sikap ujub lebih terok dari sombong, dan ada pula yang
lebih terok dari kedua hal ini iaitu sifat takbur...

Ujub boleh menghancurkan amal soleh yang telah kita lakukan..

Sifat-sifat ujub adalah..
1.Ujub dengan fizikalnyanya, iaitu dengan merasa dirinya lebih baik, lebih cantik, lebih segala-segalanya..
2.ujub dengan kekuatannya, iaitu dengan merasa dirinya lebih kuat hingga tidak perlu bantuan orang lain..
QS.41:15, Maka adapun kaum Ád, mereka menyombongkan diri di bumi tanpa (mengendahkan) kebenaran dan mereka berkata "Siapakah yang lebih hebat kekuatannya dari kami?" Tidakkah mereka memperhatikan bahawa sesungguhnya Allah yang menciptakan mereka. Dia lebih hebat kekuatanNya dari mereka? Dan mereka telah mengingkari tanda-tanda (kebesaran) Kami.

3.Ujub dengan intelektualnya, iaitu dengan merasa diri lebih cerdas, lebih pintar dan lebih bijaksana dari orang lain..
4.ujub dengan nasabnya, iaitu dengan merasa golongannya lebih baik..
5.ujub dengan hartanya, iaitu dengan merasa dirinya lebih kaya dan lebih mampu dari orang lain..
6.ujub dengan pendapat yang salah, iaitu dengan merasa dirinya paling benar meskipun sebenarnya salah..

Sebab-sebab bersikap ujub adalah ..
1.berkawan dengan orang-orang yang biasa membanggakan dirinya
2.melupakan Allah sebagai pemberi nikmat
3.terlalu semangat hingga melupakan hakikatnya
4.jauh dari hakikat kebenaran
5.terlalu kurang dalam mengagungkan Allah

Cara-cara agar terhindar dari ujub adalah..
1.selalu ingat akan hakikat jiwa manusia
2.selalu ingat akan hakikat dunia dan akhirat
3.selalu ingat akan nikmat-nikmat Allah
4.mengingat akan kematian
5.selalu membaca ayat-ayat suci Al-Qurán
6.selalu ingat dengan orang-orang yang sakit ataupun lebih rendah atau dibawah kita
7.memutuskan hubungan dengan orang-orang yang membanggakan dirinya dan
mencari orang-orang yang baik, selalu mengingat Allah, zuhud..
8.bedoá kepada Allah agar kita terhindar dari sifat ini..
9. dan berdamping dengan para ulama dan assolihin

Pentingnya Berbakti Terhadap Kedua Orang Tua




Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua –dalam wacana Islam- adalah persoalan utama, dalm jejeran hukum-hukum yang terkait dengan berbuat baik terhadap sesama manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah cukup menegaskan wacana ‘berbakti’ itu, dalam banyak firman-Nya, demikian juga RasulullahSallallahu ’Alaihi Wa Sallam dalam banyak sabdanya, dengan memberikan ‘bingkai-bingkai’ khusus, agar dapat diperhatikan secara lebih saksama. Di antara tumpukan bukti tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Allah Subhanahu Wata’alamenggandengkan’ antara perintah untuk beribadah kepada-Nya, dengan perintah berbuat baik kepada orang tua:
“Allah Subhanahu Wata’ala telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)
  1.  Allah Subhanahu Wata’alamemerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada orang tuanya, meskipun mereka kafir
“Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat kemusyrikan yang jelas-jelas tidak ada pengetahuanmu tentang hal itu, jangan turuti; namun perlakukanlah keduanya secara baik di dunia ini.” (Luqmaan : 15)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di atas menunjukkan diharuskannya memelihara hubungan baik dengan orang tua, meskipun dia kafir. Yakni dengan memberikan apa yang mereka butuhkan. Bila mereka tidak membutuhkan harta, bisa dengan cara mengajak mereka masuk Islam..”
  1. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.
Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki meminta ijin berjihad kepada Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam, Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
  1. Taat kepada orang tua adalah salah satu penyebab masuk Surga.
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda, “Sungguh kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” (Riwayat Muslim)


Beliau juga pernah bersabda:
“Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju Surga. Bila engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan untuk tidak memperdulikannya.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan beliau berkomentar, “Hadits ini shahih.” Riwayat ini juga dinyatakan shahih, oleh Al-Albani.) Menurut para ulama, arti ‘pintu pertengahan’, yakni pintu terbaik.
  1. Keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala, berada di balik keridhaan orang tua.
“Keridhaan Allah Subhanahu Wata’alabergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah Subhanahu Wata’ala, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua.”
  1. Berbakti kepada kedua orang tua membantu meraih pengampunan dosa.
Ada seorang lelaki datang menemui Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam  sambil mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku telah melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau bertanya, “Engkau masih mempunyai seorang ibu?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” “Bibi?” Tanya Rasulullah lagi. “Masih.” Jawabnya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda, “Kalau begitu, berbuat baiklah kepadanya.”


Dalam pengertian yang ‘lebih kuat’, riwayat ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu, dapat membantu proses taubat dan pengampunan dosa. Mengingat, bakti kepada orang tua adalah amal ibadah yang paling utama.

Perlu ditegaskan kembali, bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari sekadar berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki nilai-nilai tambah yang semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga menjadi sebuah ‘bakti’. Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun bukanlah balasan yang setara untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.

Imam An-Nawaawi menjelaskan, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.”

Al-Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:
Pertama: Menaati segala perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.

Kedua: Menjaga amanah harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
Ketiga: Membantu atau menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.


وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (DQ. Al-Isra: 23-24)

Ini adalah perintah untuk mengesakan Sesembahan, setelah sebelumnya disampaikan larangan syirik. Ini adalah perintah yang diungkapkan dengan kata qadha yang artinya menakdirkan. Jadi, ini adalah perintah pasti, sepasti qadha Allah. 


Kata qadha memberi kesan penegasan terhadap perintah, selain makna pembatasan yang ditunjukkan oleh kalimat larangan yang disusul dengan pengecualian: “Supaya kamu jangan menyembah selain Dia…” Dari suasana ungkapan ini tampak jelas naungan penegasan dan pemantapan.

Jadi, setelah fondasi diletakkan dan dasar-dasar didirikan, maka disusul kemudian dengan tugas-tugas individu dan sosial. Tugas-tugas tersebut memperoleh sokongan dari keyakinan di dalam hati tentang Allah yang Maha Esa. Ia menyatukan antara motivasi dan tujuan dari tugas dan perbuatan.

Perekat pertama sesudah perekat akidah adalah perekat keluarga. Dari sini, konteks ayat mengaitkan birrul walidain (bakti kepada kedua orangtua) dengan ibadah Allah, sebagai pernyataan terhadap nilai bakti tersebut di sisi Allah:
Setelah mempelajari iman dan kaitannya dengan etika-etika sosial yang darinya lahir takaful ijtima’I (kerjasama dalam bermasyarakat), saat ini kita akan memasuki ruang yang paling spesifik dalam lingkaran interaksi sosial, yaitu Birrul walidain (bakti kepada orang tua). 
“Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambaran-gambaran yang inspiratif inilah Al-Qur’an Al-Karim menggugah emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati anak-anak.

Hal itu karena kehidupan itu terdorong di jalannya oleh orang-orang yang masih hidup; mengarahkan perhatian mereka yang kuat ke arah depan. Yaitu kepada keluarga, kepada generasi baru, generasi masa depan. Jarang sekali kehidupan mengarahkan perhatian mereka ke arah belakang..ke arah orang tua..ke arah kehidupan masa silam..kepada generasi yang telah pergi! Dari sini, anak-anak perlu digugah emosinya dengan kuat agar mereka menoleh ke belakang, ke arah ayah dan ibu mereka.

Sebelum masuk ke inti pembahasan, ada catatan penting yang harus menjadi perhatian bersama dalam pembahasan birrul walidain; ialah Islam tidak hanya menyeru sang anak untuk melaksanakan birrul walidain, namun Islam juga menyeru kepada para walidain (orang tua) untuk mendidik anaknya dengan baik, terkhusus dalam ketaan kepada Allah dan Rasulul-Nya. Karena hal itu adalah modal dasar bagi seorang anak untuk akhirnya menjadi anak sholih yang berbakti kepada kedua orangtuanya.

 Dengan demikian, akan terjalin kerjasama dalam menjalani hubungan keluarga sebagaimana dalam bermasyarakat.Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti kepada orang tua ialah datang serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia“ . 

Dalam artian setelah manusia telah mengikrakan ke-imanannya kepada Allah, maka manusia memiliki tanggungjawab kedua, yaitu “Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.Jika kita bertanya, mengapa perintah birrul walidain begitu urgen sehingga ia datang setelah proses penghambaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala?? Al-Quran Kembali menjawab
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”(Al-Ahqaf: 15) 
Ketika orangtua berumur muda, kekuatan fisik masih mengiringinya, sehingga ia bertanggungjawab untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Namuun saat mereka berumur tua renta, dan anaknya sudah tumbuh dewasa berbaliklah roda tanggungjawab itu. Para pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa dilihatnya, mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya dari suatu temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa diberikan oleh pembantu, ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang buah hatilah rasa cinta dan kasih sayang dapat diraihnya. 

Kedua orang tua secara fitrah akan terdorong untuk mengayomi anak-anaknya; mengorbankan segala hal, termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap setiap nutrisi dalam benih hingga hancur luluh; seperti anak burung yang menghisap setiap nutrisi yang ada dalam telor hingga tinggal cangkangnya, demikian pula anak-anak menghisap seluruh potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian dari kedua orang tua, hingga ia menjadi orang tua yang lemah jika memang diberi usia yang panjang. Meski demikian, keduanya tetap merasa bahagia!

Adapun anak-anak, secepatnya mereka melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran mereka ke arah depan. Kepada istri dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari sini, orang tua tidak butuh nasihat untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang perlu digugah emosinya dengan kuat adalah anak-anak, agar mereka mengingat kewajiban terhadap generasi yang telah menghabiskan seluruh madunya hingga kering kerontang!Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bentuk qadha dari Allah yang mengandung arti perintah yang tegas, setelah perintah yang tegas untuk menyembah Allah.

Usia lanjut itu memiliki kesan tersendiri. Kondisi lemah di usia lanjut juga memiliki insprasinya sendiri. Kataعندكyang artinya “di sisimu” menggambarkan makna mencari perlindungan dan pengayoman dalam kondisi lanjut usia dan lemah. “Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka…” Ini adalah tingkatan pertama di antara tingkatan-tingkatan pengayoman dan adab, yaitu seorang anak tidak boleh mengucapkan kata-kata yang menunjukkan kekesahan dan kejengkelan, serta kata-kata yang mengesankan penghinaan dan etika yang tidak baik. “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Ini adalah tingkatan yang paling tinggi, yaitu berbicara kepada orang tua dengan hormat dan memuliakan.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…” Di sini ungkapan melembut dan melunak, hingga sampai ke makhluk hati yang paling dalam. Itulah kasih sayang yang sangat lembut, sehingga seolah-olah ia adalah sikap merendah, tidak mengangkat pandangan dan tidak menolak perintah. 

Dan seolah-olah sikap merendah itu punya sayap yang dikuncupkannya sebagai tanda kedamaian dan kepasrahan .Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.
Belaian anak saat orang tua telah berumur lanjut ialah kenikmatan yang tak terhingga. Wajarlah kiranya al-Quran memberikan pengkhususan dalam birrul walidain ini saat kondisi mereka tua renta, yaitu:
 1. Jangan mengatakan kata uffin (ah)
 2. Jangan membentak
 3. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
4. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan
5.Dan do’akanlah mereka.
Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak).

 Jadi janganlah kita mengatakan kata-kata yang mengandung makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka. Karena pada umur lanjut inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap hitungan jam mereka membutuhkan kehadiran kita disisinya.


 Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat menghantarkan sang anak kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang menajalani pagi harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi)

Dengan demikian merugilah para anak yang hidup bersama orang tuanya di saat tua renta namun ia tidak bisa meraih surga, karena tidak bisa berbakti kepada keduanya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallammengatakan tentang ihwal mereka
عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِالْجَنَّةَ ».
“Dari Suhaili, dari ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda : ”Merugilah ia (sampai 3 kali). Para Shahabat bertanya : ”siapa ya Rosulullah?Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda :“Merugilah seseorang yang hidup bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat mereka tua renta, namun ia tidak masuk surga” (HR. Muslim).

Terkait cara berbakti kepada orang tua, memulai dengan perkataan yang baik. Kemudian diiringi denganmeringankan apa-apa yang menjadi bebannya. Dan bakti yang tertinggi yang tak pernah dibatasi oleh tempat dan waktu ialah DOA. Do’a adalah bentuk bakti anak kepada orang tua seumur hidup-nya. Do’alah satu-satunya cara yang diajarkan Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambagi anak-anak yang pernah menyakiti orangtuanya namun mereka meninggal sebelum ia memohon maaf kepadanya.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda : “Bahwasanya akan ada seorang hamba pada hari kiamat nanti yang diangkat derajatnya, kemudian ia berkata “Wahai tuhanku dari mana aku mendapatkan (derajat yang tinggi) ini??. Maka dikatakanlah kepadanya “Ini adalah dari istighfar (doa ampunan) anakamu untukmu” (HR.Baihaqi)

Adapun doa yang diajarkan, ialah sebagaimana termaktub dalam al-Quran :
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرً
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Al-Isra’: 24).
Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah Subhanahu Wata’ala lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. 

Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.
Al Hafizh Abu Bakar Al Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari ayahnya:
“Seorang laki-laki sedang thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf. Lalu ia bertanya kepada NabiSallallahu ’Alaihi Wa Sallam, “Apakah aku telah menunaikan haknya?” Nabi Sallallahu ’Alaihi Wa Sallammenjawab, “Tidak, meskipun untuk satu tarikan nafas kesakitan saat melahirkan.”

 Dalam ayat lain Al-Quran mengajar doa yang begitu indah, ialah doa yang mencakup bagi kita, orang tua dan keturunan kita :
رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Ya Allah.., tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (Al-Ahqaf : 15). Wallahu a’lam.

HAKIKAT DAN KEUTAMAAN DAKWAH




Dakwah adalah satu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dari sudut bahasa, dakwah artinya mengajak atau menyeru. Adapun istilah dakwah yang biasa kita gunakan memiliki pengertian yang lebih khusus: mengajak dan menyeru manusia ke jalan Allah (da’watun naas ilallah).

Ini artinya sangat luas, yakni mengajak dari kekafiran kepada keimanan, dari syirik kepada tauhid, dari kesesatan kepada petunjuk, dari kebodohan kepada ilmu, dari kehidupan jahiliyah kepada kehidupan islami, dari kemaksiatan kepada ketaatan, dari bid’ah kepada sunnah, dari keburukan kepada kebaikan.

Adapun yang kita ajak adalah manusia seluruhnya, orang lain yang ada di sekitar kita. Orang kafir kita dakwahi agar mendapatkan hidayah keimanan dari Allah. Bahkan sesama muslim pun perlu didakwahi karena ternyata masih sangat banyak umat muslim yang suka melanggar ajaran agama.

Dari pengertian dakwah yang seperti ini, sebetulnya dakwah itu sangat luas. Dakwah tidak hanya terbatas pada ceramah agama dan tabligh akbar. Segala usaha dan upaya yang kita lakukan untuk mencapai tujuan-tujuan dakwah sebagaimana tersebut diatas adalah dakwah. Karena itu, dakwah sebetulnya bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari yang paling sederhana seperti memberi nasihat kepada teman kita, memberikan sedikit ilmu yang kita ketahui kepada orang lain, atau memberikan keteladanan yang baik.


Nah, dengan pemahaman seperti ini, sebetulnya semua orang bisa berdakwah. Dakwah bukan monopoli para ustadz atau para kyai. Siapapun bisa berdakwah, tentu saja sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya masing-masing. Inilah makna dari sabda Rasulullah saw: Ballighuu ‘annii walau aayat ‘Sampaikan dariku meski hanya satu ayat.’ Ini artinya, jika engkau tahu satu ayat, sampaikan satu ayat. Jika engkau tahu dua ayat, sampaikan dua ayat. Demikian seterusnya. Jangan sampai kita tahu satu ayat – apalagi lebih – tetapi kita diam saja atau bahkan menyembunyikannya.

Sebetulnya, dakwah dalam pengertian yang luas seperti ini bukan hanya bisa dilakukan oleh semua orang, tetapi semestinya harus dilakukan oleh semua orang. Bukankah Allah Ta’ala telah menegaskan dalam QS Al-‘Ashr bahwa yang harus dilakukan oleh setiap orang agar tidak merugi, setelah beriman dan beramal shalih, adalah saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran, yang tidak lain adalah dakwah itu sendiri.

Lebih dari sebuah kewajiban, dakwah sejatinya memiliki banyak keutamaan.

 Pertama, dakwah adalah tugas utama para rasul (muhimmatul rusul). Seluruh nabi dan rasul, tanpa kecuali, diutus oleh Allah dengan tugas utama untuk berdakwah. Dan keutamaan dakwah terletak  pada disandarkannya kerja dakwah ini kepada manusia yang paling utama dan mulia yakni para nabi dan rasul.
Selanjutnya, mari kita perhatikan firman Allah berikut ini:
“Katakanlah (hai Muhammad): ‘Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku berdakwah  kepada Allah dengan hujah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf [12]: 108).
Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang mengikuti Rasulullah saw adalah orang-orang yang mengambil dakwah sebagai jalan hidupnya. Ini artinya, jika kita ingin menjadi pengikut Rasulullah saw maka tidak bisa tidak kita harus mau berdakwah.

Kedua, dakwah adalah amal perbuatan yang terbaik (ahsanul a’mal). Allah SWT berfirman:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah (menyeru) kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fushilat [41]: 33).

Sayyid Quthb berkata dalam Fi Zhilal Al-Quran: “Sesungguhnya kalimat dakwah adalah kalimat terbaik yang diucapkan di bumi ini, ia naik ke langit di depan kalimat-kalimat baik lainnya. Akan tetapi ia harus disertai dengan amal shalih yang membenarkannya, dan disertai penyerahan diri kepada Allah…”



Ketiga, dakwah akan diganjar oleh Allah dengan balasan yang besar dan berlipat ganda. Marilah kita simak sabda-sabda Rasulullah saw berikut ini:
“Orang yang menunjukkan kepada kebaikan seperti orang yang melakukannya.” (HR Ahmad, Abu Ya’la, dan Ibnu Abid Dunya)
“Siapa yang mencontohkan perbuatan baik dalam Islam, lalu perbuatan itu setelahnya dicontoh (orang lain), maka akan dicatat untuknya pahala seperti pahala orang yang mencontohnya tanpa dikurangi sedikit pun pahala mereka yang mencontoh nya. (HR. Muslim dari Jarir bin Abdillah ra).

“Demi Allah, sesungguhnya Allah SWT menunjuki seseorang karena (dakwah)mu maka itu lebih bagimu daripada unta merah.” (Bukhari, Muslim & Ahmad). Unta merah adalah kendaraan yang paling mewah dan paling dibanggakan di zaman Nabi.

Rasulullah saw berkata kepada Ali ra: “Wahai Ali, sesungguhnya Allah SWT menunjuki seseorang dengan usaha kedua tanganmu, maka itu lebih bagimu dari tempat manapun yang matahari terbit di atasnya (lebih baik dari dunia dan isinya). (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak).

“Sesungguhnya Allah swt memberi banyak kebaikan, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, sampai semut-semut di lubangnya dan ikan-ikan selalu mendoakan orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.” (HR. Tirmidzi dari Abu Umamah Al-Bahili). Subhanallah, berapakah jumlah malaikat, semut dan ikan yang ada di dunia ini? Bayangkan betapa besar kebaikan yang diperoleh oleh seorang da’i dengan doa mereka semua!

Imam Tirmidzi setelah menyebutkan hadits diatas lalu mengutip ucapan Fudhail bin ‘Iyadh yang mengatakan: “Seorang yang berilmu, beramal dan mengajarkan (ilmunya) akan dipanggil sebagai orang besar (mulia) di kerajaan langit.”

Keempat, dakwah pada saat yang sama adalah nasihat bagi diri sendiri. Dengan demikian, sebelum dakwah itu bermanfaat bagi orang yang didakwahi, dakwah sudah memberikan manfaat kepada orang yang berdakwah itu sendiri. Dengan berdakwah, seseorang akan terpacu untuk senantiasa belajar, dan terpacu untuk beramal shalih sebagaimana yang ia dakwahkan kepada orang lain. Dengan berdakwah, seseorang juga akan memiliki rasa malu kepada Allah, diri sendiri, dan orang lain. Ia akan merasa malu jika ia tidak melaksanakan ketaatan sebagaimana yang ia dakwahkan. Ini tentu saja merupakan faktor positif yang akan mendorong seseorang untuk bisa bertahan menjadi orang yang baik.


Kelima, dakwah merupakan penyelamat dari adzab Allah. Allah SWT berfirman:
“Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu , dan supaya mereka bertakwa. Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (Al-A’raf (7): 163-165).

Dalam ayat diatas, dengan tegas dinyatakan bahwa meskipun suatu masyarakat sudah sangat sulit diajak menjadi baik, kita tetap harus memberikan nasihat, agar kita mempunyai alasan dihadapan Allah yang bisa menyelamatkan kita dari adzab-Nya yang dahsyat. Jika ini tidak kita lakukan, maka bersiap-siaplah menerima adzab Allah yang akan ditimpakan secara merata, menimpa orang yang zhalim dan juga orang yang baik.

“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya.” (QS Al-Anfal [8]: 25)

Absennya dakwah di tengah-tengah masyarakat juga akan mengakibatkan doa-doa kita tidak lagi didengar oleh Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau Allah akan menurunkan hukuman dari-Nya kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan Dia tidak mengabulkan doa kalian.” (HR Tirmidzi, beliau berkata: hadits ini hasan).

Dan keenam, dakwah merupakan jalan menuju khairu ummah (umat terbaik). Allah SWT berfirman:
Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Ali ‘Imran [3]: 110)



Dalam ayat diatas, dijelaskan dengan gamblang bahwa umat terbaik adalah umat yang menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah, yang tidak lain adalah dakwah itu sendiri.
Demikianlah sekian banyak keutamaan-keutamaan dakwah, yang membuat kita sadar bahwa lebih dari sebuah kewajiban, dakwah adalah kebutuhan kita sendiri. Karena itu, marilah setiap kita mengambil peran dan porsi dalam dakwah sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Allahu akbar!


Aku Bermimpi Ingin Mengubah Dunia


Ketika Aku Masih Muda
Dan Bebas Berkhayal
Aku Bermimpi Ingin Mengubah Dunia

Seiring dengan Bertambahnya Usia dan Kearifanku
Kudapati Bahwa Dunia Tak Kunjung Berubah
�Maka Cita-cita Itupun Kupersempit
Lalu Kuputuskan untuk… Hanya Mengubah Negeriku

Namun Tampaknya
Hasrat itupun Tiada Hasil

�Ketika Usia Semakin Senja,
Dengan Semangatku yang Masih Tersisa
Kuputusan untuk Mengubah Keluargaku, Orang-orang yang paling dekat denganku

Tetapi Celakanya…
Merekapun tidak Mau Berubah

Dan Kini…
Sementara Aku Terbaring Saat Ajal Menjelang…
Tiba-tiba kusadari:
�Andaikan yang Pertama kuubah adalah diriku,
Maka dengan Menjadikan Diriku Teladan, Mungkin Aku Bisa Mengubah Keluargaku

Lalu Berkat Inspirasi dan Dorongan mereka,
Bisa Jadi akupun Mampu Memperbaiki Negeriku

Kemudian Siapa Tahu, Perubahan Negeriku akan membuat dunia ini berubah.

"�Sebuah catatan yang terukir di pemakaman Westminster Abbey, Inggris Tahun 1100 M"

76 jenis dosa-dosa




Imam Adz-Dzahabi menyebutkan 76 jenis dosa-dosa besar dalam kitab beliau yang berjudul Al-Kabaa-ir wa Tabyiin al-Mahaarim. Ketujuh puluh enam dosa-dosa besar itu adalah sebagai berikut:
  1. Menyekutukan Allah (syirik)
  2. Membunuh orang lain
  3. Sihir
  4. Meninggalkan sholat
  5. Menolak membayar zakat
  6. Durhaka kepada kedua orang tua
  7. Memakan riba
  8. Memakan harta anak yatim
  9. Berdusta atas nama Nabi shallallahu ’alaihi wasallam
  10. Berbuka pada siang hari bulan Ramadhan tanpa udzur ataupun rukhshah
  11. Melarikan diri dari medan jihad
  12. Melakukan zina, dan ia sendiri bertingkat-tingkat dosanya
  13. Penguasa yang berkhianat terhadap rakyatnya
  14. Meminum khamr meskipun tidak sampai mabuk
  15. Sombong, membanggakan diri, dan mengagumi diri-sendiri
  16. Melakukan kesaksian palsu
  17. Homoseks (liwath)
  18. Menuduh wanita mukminah yang baik-baik dengan tuduhan zina
  19. Menyembunyikan (mencuri) harta rampasan perang
  20. Mengambil harta orang lain secara bathil
  21. Mencuri
  22. Mem-begal dan merampok
  23. Bersumpah palsu
  24. Terbiasa berdusta
  25. Bunuh diri, dan ini termasuk dosa besar yang paling besar
  26. Hakim yang curang
  27. Laki-laki yang mendiamkan isteri atau keluarganya berlaku serong
  28. Wanita yang tampil menyerupai laki-laki atau laki-laki yang tampil menyerupai wanita
  29. Laki-laki yang menikahi wanita yang telah ditalak tiga lalu menceraikannya kembali karena suruhan dengan maksud agar bisa dinikahi kembali oleh suaminya yang lama, demikian pula sang suami lama yang menyuruh
  30. Memakan bangkai, darah, dan daging babi
  31. Tidak bersuci setelah buang air kecil
  32. Mengambil upeti dari para pedagang dan semacamnya, termasuk didalamnya pungutan-pungutan liar.
  33. Riya’
  34. Berkhianat
  35. Menuntut ilmu karena mengejar dunia dan menyembunyikan ilmu
  36. Suka mengungkit-ungkit pemberian
  37. Mengingkari takdir
  38. Mencuri dengar rahasia orang lain
  39. Suka melaknat dan mencaci
  40. Mengkhianati pemimpinnya
  41. Membenarkan dukun dan ahli nujum
  42. Wanita yang durhaka kepada suaminya
  43. Memutuskan silaturahim
  44. Pembuat patung dan gambar makhluk bernyawa
  45. Suka menyebarkan fitnah (namimah)
  46. Meratapi mayit
  47. Mencela nasab (keturunan)
  48. Berbuat zhalim kepada sesama makhluk Allah
  49. Memberontak terhadap imam dengan mengangkat senjata, dan mengkafirkan sesama muslim yang melakukan dosa besar
  50. Menyakiti dan menghina sesama muslim
  51. Menyakiti dan memusuhi para wali Allah
  52. Laki-laki yang memanjangkan pakaian bawahnya sampai dibawah mata kaki karena sombong
  53. Laki-laki yang mengenakan sutera dan emas
  54. Budak yang melarikan diri
  55. Menyembelih binatang sembelihan untuk dipersembahkan kepada selain Allah
  56. Mengubah batas tanah
  57. Mencela sahabat-sahabat besar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam
  58. Mencela kaum Anshar
  59. Menyeru kepada kesesatan atau memelopori perbuatan yang buruk (membuat ”sunnah” yang buruk)
  60. Wanita yang menyambung rambutnya, membuat tato di badannya, dan melakukan perubahan pada bagian-bagian tubuhnya dengan tujuan agar lebih indah dan semacamnya
  61. Mengancam saudaranya (sesama muslim) dengan senjata
  62. Menisbatkan diri kepada selain ayah kandungnya
  63. Thiyarah (meyakini kesialan karena hal-hal tertentu secara tidak logis)
  64. Makan dan minum dari piring dan gelas yang terbuat dari emas atau perak
  65. Debat kusir (berdebat untuk menang-menangan)
  66. Mengebiri, menyiksa, dan membuat cacat budaknya
  67. Curang dalam timbangan dan takaran
  68. Merasa aman dari hukuman dan siksa Allah
  69. Berputus asa dari rahmat Allah
  70. Mengingkari kebaikan orang yang telah berbuat baik kepadanya
  71. Menolak memberikan kelebihan air
  72. Membuat cap dan memukul pada muka binatang
  73. Berjudi
  74. Melakukan kejahatan (membunuh dan semacamnya) di Tanah Suci
  75. Meninggalkan sholat Jum’at
  76. Memata-matai sesama muslim dan membuka kelemahannya kepada musuh

Jumat, 26 Oktober 2012

Doa-Doa nabi



Di bawah ini kami sajikan beberapa contoh pilihan doa-doa yang pernah dicontohkan oleh para Nabi dan Rassul :
Doa Nabi Adam
“ Robbana dholamna anfusana wailam tagfirlana watarhamana lana kunnana minal khosirin 
Artinya :
Ya Allah , kami telah mendholimi pada diri kami sendiri, jika tidak engkau ampuni kami dan merahmati kami tentulah kami menjadi orang yang rugi.

Doa Nabi Nuh
“ Robbi inni audzubika an as alaka maa laisalli bihi ilmun wa illam tagfirli watarhamni akum minal khosirin “ (surat Hud; 47)
Artinya :
Ya Tuhanku sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari sesuatu yang aku tidak mengetahui hakekatnya, dan sekiranya tidak Engkau ampuni dan belas kasih niscaya aku termasuk orang – orang yang merugi
Doa Nabi Ibrahim
“ Robbana taqobal minna innaka anta sami’ul alim wa tub alaina innaka antat tawwaburrokhim “ (al baqarah; 128-129)
Artinya :
Ya Tuhan kami terimalah amalan kami sesungguhnya Engkau maha mendengar dan Mengetahui, dan termalah taubat kami, sesungguhnya Engkau penerima taubat lagi Maha Penyayang.
“ Robbi ja alni muqimas sholati wa min dzuriyyati, robbana wa taqobal doa, Robbannagh firli wa li wa li dayya wa li jamiil mukminina yauma yaqumul hisab “ (ibrahim ; 40 -41)
Artinya :
Ya Tuhanku jadikanlah aku dan anak cucuku orang – orang yang tetap mendirikan sholat, ya Tuhanku perkenankanlah doaku , ya Tuhanku beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan seluruh orang mukmin, pada hari terjadinya hisab.
Doa Nabi Yunus
“ Lailaha illa anta subhanaka inni kuntum minadh dholimin “ (al anbiya;87)
Artinya :
Tidak ada Tuhan Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau sesungguhnya aku orang yang dholim

Doa Nabi Zakariya
“ Robbi latadzarni wa anta choirul warisin “ (an biya ; 89)
Artinya :
Ya Allah janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri, sesungguhnya engkau pemberi waris yang paling baik
“ Robbi habli miladunka duriyattan, thoyibatan innaka sami’ud du’a “ (ali imron;28)
Artinya :
Ya Tuhan berilah aku seorang anak yang baik dari sisiMu, sesungguhnya Engkau maha pendengar Doa
Doa Nabi Musa
“ Robis shrohli shodri wa ya shirli amri wah lul uqdatam mil lissani yah khohu khouli “ (Thoha ; )
Artinya :
Ya Tuhanku lapangkanlah dadaku, dan lancarkanlah lidahku serta mudahkanlah urusanku
“ Robbi inni dholamtu nafsi fa firlhi “ (al qhosos ; 16)
Artinya :
Ya Allah aku menganiaya diri sendiri, ampunilah aku
“ Robbi Naj jini minal qumid dholimin “ (
Artinya :
Ya Tuhan lepaskanlah aku dari kaum yang dholim
“ Robbi ini lima anzalta illayya min khoirin faqir “ (al qhosos; 24)
Artinya :
Ya Tuhanku sesungguhnya aku memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku
“ Robbi firli wa li akhi wa adkhilna fi rohmatika, ya arhamar rokhimin “ (
Artinya :
Ya Tuhanku ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmatMu, dan Engkau Maha Penyayang diantara yang menyayangi
Doa Nabi Isa
“ Robbana anzil alaina ma idatam minas samai taqunu lana idzal li awalina, wa akhirina, wa ayyatam minka war zukna wa anta khoiru roziqin “ ( al maidah ; 114)
Artinya :
Ya Tuhanku turunkanlah pada kami hidangan dari langit, yang turunnya akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang–orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, berilah kami rejeki dan Engkaulah pemberi rejeki yang paling baik.
Doa Nabi Syuaib :
“ Robbana taf bainana, wa baina kaumina bil haqqi , wa anta khoirul fatihin “ (A araf; 89)
Artinya :
Berilah keputusan diantara kami dan kaum kami dengan adil, Engkaulah pemberi keputusan yang sebaik – baiknya.
Doa Nabi Ayyub :
“ Robbi inni masyaniyad durru wa anta arhamur rohimin “
Artinya :
Bahwasanya aku telah ditimpa bencana, Engkaulah Tuhan yang paling penyayang diantara penyayang.
Doa Nabi Sulaiman
“ Robbi auzidni an askhuro ni’matakallati an amta allaya wa ala wa li dayya wa an a’mala sholikhan tardhohu wa ad khilni birrohmatika fi ibadikas sholikhin “ (an naml; 19)
Artinya :
Ya Tuhan kami berilah aku ilham untuk selalu mensyukuri nikmatmu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan kepada kedua ibu bapakku dan mengerjakan amal sholeh yang Engkau ridloi, dan masukkanlah aku dengan rahmatMu kedalam golongan hamba-hambMu yang Sholeh.
Doa Nabi Luth
“ Robbi naj jini wa ahli mimma ya’malun “
Artinya :
Ya Tuhanku selamatkanlah aku beserta keluargaku dari perbuatan yang mereka kerjakan
“ Robbin surni alal kaumil mufsidin “ (assyu araa ; 169)
Artinya :
Ya Tuhanku tolonglah aku dari kaum yang berbuat kerusakan
Doa Nabi Yusuf
“ Fatiros samawati wal ardli anta fiddunya wal akhiro tawwaffani musliman wa al hiqni bissholihin “ (yusuf ; 101)
Artinya :
Wahai pencipta langit dan bumi Engkaulah pelindungku di dunia dan akhirat wafatkanlah aku dalam keadaan pasrah (islam), dan masukkanlah aku dengan orang – orang sholeh.
Doa Nabi Muhammad
“ Robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hassanah wa qina adza bannar “ (hadist)
Artinya :
Ya Tuhanku berikanlah aku kebaikan di dunia dan akhirat, dan jauhkanlah aku dari api neraka
“ Robbana latuzig qullubana ba’daidz haddaitana wahabblana miladunka, rohmatan innaka antal wahab” (Ali Imron;
Artinya :
Ya Tuhanku janganlah Engkau palingkan hati kami setelah Engkau beri petunjuk, dan berilah kami rahmat, sesungguhnya Engkau adalah dzat yang banyak pemberiannya