Minggu, 31 Juli 2011

Ada beberapa keuntungan dalam melakukan segmentasi:

Lebih jelas. Segmentasi membuat kita bisa melihat secara lebih jelas pasar yang akan menjadi sasaran. Kita dapat semakin mengerti konsumen kita, dan apa menjadi motif konsumen tersebut membeli produk kita.

Lebih efektif. Setelah mengetahui apa yang dibutuhkan konsumen, kita dapat menjalankan program-program pemasaran yang sesuai dengan kebutuhan konsumen tersebut. Dengan demikian program pemasaran kita akan bisa berjalan dengan efektif.

Lebih efisien. Segmentasi membuat alokasi sumber daya kita menjadi efisien. Sebagai contoh, dalam berpromosi kita dapat menghindarkan terjadinya pemborosan karena promosi kita tidak tepat sasaran.

Lebih kompetitif. Melalui segmentasi kita dapat memposisikan merek kita ke dalam satu kelompok segmen tertentu dimana merek kita lebih memiliki kompetensi dibandingkan merek lain. Sebagai contoh, sebuah merek pasta gigi memilih pasar orang yang menyukai kesegaran mulut karena pasta gigi yang diproduksinya memiliki kandungan yang dapat menyegarkan nafas.

Supaya proses segmentasi bisa berjalan dengan baik, diperlukan komitmen dari para senior atau pihak manajemen untuk membuat kebijakan-kebijakan yang diperlukan. Sudah pasti bahwa untuk bisa memanfaatkan peluang-peluang yang masih belum digali di pasar memerlukan segala sumber daya dari perusahaan. Seringkali hal ini mengharuskan perusahaan untuk bergerak ke arah yang berbeda atau bahkan menuju tujuan yang berbeda dari yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, sebelum dilakukannya segmentasi dan mendapat hasil dan kesimpulan yang jelas dari proses segmentasi, segala usaha yang dilakukan tidak akan menghasilkan hasil yang maksimal.

Sabtu, 30 Juli 2011

Riset AC-Nielsen: Belanja iklan menilai Gaya Produsen Menggaet Konsumen (?)


Posted by qnoyzone in Jualan, multimedia.
Tags: , , , , ,
trackback
Senin, 09 Mei 2011, Koran-Sindo — Televisi masih mendominasi pangsa iklan di Indonesia. Kendati begitu, surat kabar tetap menjadi pilihan pemasang iklan untuk memasarkan produk mereka, membidik konsumen yang sedang naik kelas. Belanja iklan di Indonesia pada kuartal I/2011 meningkat tumbuh 20% menjadi Rp15,6 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp13,0 triliun.
Setidaknya itulah yang diungkapkan hasil survei The Nielsen Indonesia, Advertising Information Services Nielsen, awal Mei lalu. Sepanjang tahun lalu, total belanja iklan senilai Rp59,844 triliun. Data yang dilansir Nielsen itu merupakan angka dross rate card tanpa memperhitungkan diskon, promo, paket bundling, atau lainnya.
Pertumbuhan ini tentunya memberikan angin segar bagi media massa Indonesia. Masih seperti tahun lalu, dari sejumlah media, televisi menjadi media utama yang menjaring iklan terbanyak pada kuartal I/2011. Kotak ajaib bergambar dan bersuara ini mendominasi pangsa iklan dengan meraup 62% dari total belanja iklan, atau sekitar Rp9,672triliun. Artinya, belanja iklan di televisi mengalami peningkatan sebesar 21% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Selanjutnya, surat kabar menjadi media kedua yang disasar industri untuk membelanjakan anggaran iklan mereka. Surat kabar meraih 35% pangsa iklan atau sekitar Rp5,45 triliun dari total belanja iklan kuartal I/2011. Terjadi pertumbuhan sebesar 20% untuk belanja iklan dalam surat kabar dibandingkan yang sama tahun lalu. Sementara itu,majalah dan tabloid menjadi media yang meraih 3% pangsa pasar iklan atau sekitar Rp0,468 triliun.
Belanja iklan pada kedua media ini tumbuh 10% dibandingkan periode yang sama tahun 2010. Kontribusi terbesar untuk belanja iklan disumbang sektor telekomunikasi yang menempati peringkat pertama Top 10 Pengiklan Terbesar Kuartal I/2011 dengan nominal mencapai Rp1,211 triliun. Nilai belanja iklan sektor telekomunikasi jauh meninggalkan sektor-sektor lain, seperti perusahaan dan jasa sosial yang menghabiskan belanja iklan sebesar Rp595 miliar.
Lalu, sektor automotif (sepeda motor) yang mencapai Rp580 miliar, perawatan rambut (Rp576 miliar), pemerintah dan politik (Rp525 miliar), industri rokok (Rp516 miliar), susu pertumbuhan (Rp497 miliar), produk perawatan wajah (Rp478 miliar), mobil (Rp387 miliar, dan makanan ringan (Rp374 miliar). Kendati telekomunikasi menempati urutan teratas pengiklan terbesar, sebenarnya angka tersebut mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai Rp1,303 miliar atau terjadi penurunan 7%.
Yang cukup menarik, justru diperlihatkan produk susu pertumbuhan yang mengalami pertumbuhan terbesar mencapai 98% dari Rp251 miliar pada kuartal pertama tahun lalu menjadi Rp497 miliar pada kuartal I/2011. Dijelaskan Senior Manager of Media Client Services Nielsen Tri Susanti Simangunsong, ada beberapa hal menarik dari hasil temuan survei yang dikumpulkan dari data Advertising Information Services ini.
Dalam pelaksanaan pengumpulan data ini,Nielsen memonitor aktivitas periklanan Indonesia melalui 24 stasiun televisi, 95 surat kabar, serta 163 majalah dan tabloid. Salah satu penemuan menarik adalah mulai beralihnya fokus belanja iklan bidang telekomunikasi pada surat kabar. Hal ini terlihat dari peningkatan sebesar 10% (Rp483 miliar) yang diraih surat kabar. Padahal, dalam media lain sektor ini mengurangi belanja iklannya.
Di televisi, belanja iklan telekomunikasi turun 15%, sedangkan di majalah dan tabloid turun 19%. Di surat kabar, dari Top 10 Pengiklan Terbesar, semuanya melakukan peningkatan belanja iklan. Sementara dari Top 10 Produk Pengiklan Terbesar, sembilan di antaranya meningkatkan belanja iklan mereka di televisi. Iklan produk perawatan rambut naik 48%, perawatan wajah (63%), rokok (31%), makanan ringan (2%), sabun pencuci pakaian (51%), sabun (31%), bumbu masak (51%), kopi dan teh (15%).
Di majalah dan tabloid, media dan rumah produksi masih menjadi pengiklan terbesar dengan nilai belanja iklan sebesar Rp48,7 miliar, naik 16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp41,9 miliar. Di majalah dan tabloid, lima merek telekomunikasi berada di antara 10 pembelanja iklan teratas. Temuan menarik lain juga terlihat pada mobil dan motor yang mendominasi daftar pembelanja iklan teratas di surat kabar dengan menempati empat dari 10 merek teratas.
Dua merek yaitu Honda dan Daihatsu menempati dua teratas dengan belanja iklan Rp74 miliar dan Rp43 miliar. Menurut Tri Susanti, hal ini disebabkan keberhasilan pencapaian pendapatan per kapita Indonesia yang berada di level USD3.000. Pencapaian ini merupakan era baru yang berdampak pada tumbuhnya kelas menengah di Indonesia. Hal ini berdampak pada agresifnya keinginan kepemilikan kendaraan bermotor pribadi.
Data iklan Nielsen menunjukkan bahwa kedua kategori tersebut juga merupakan berbelanja iklan yang tinggi untuk mendorong kesadaran dan niat pembelian konsumen, ” ujar Tri. Hal menarik lain yang tidak dapat dikesampingkan adalah fenomena sinetron yang mampu menjaring iklan besar. Pada kuartal I/2011 ini, konsumsi program serial di televisi bertambah.
Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, pemirsa menghabiskan lebih banyak waktu menonton program serial atau sinetron dari total 42 jam menjadi 64 jam (sekitar 27% dari total jam menonton). Sebaliknya, mereka mengurangi jam menonton program hiburan,seperti komedi,kuis, games talkshow, musik, dari sekitar 50 jam menjadi 41 jam (sekitar 18% dari total jam menonton) seiring dengan berkurangnya pasokan program hiburan.
Menurut data lembaga yang melaksanakan pengukuran kepemirsaan televisi untuk 10 kota besar, selain bertambahnya jam menonton sinetron, rata-rata jumlah penontonnya pun naik 51%. Selama kuartal I/2011 ini, program sinetron terutama efektif menjangkau penonton anak, meski penonton umum dari program ini adalah perempuan usia 30 tahun ke atas dari kelas menengah-bawah.
Pada segmen ini, sinetron yang paling banyak ditonton adalah Putri Yang Ditukar, dengan rata-rata jumlah penonton mencapai lebih dari satu juta orang, diikuti Dia Jantung Hatiku (774.000) dan Anugerah(692.000). [islahuddin/pasti liberti]
sumber: www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/397493/44/

Langkah-Langkah Mengoptimalkan Penjualan

Dasar motivasi seseorang untuk bekerja sebenarnya telah dijelaskan oleh Abraham Maslow melalui hirarki kebutuhan hidup, yaitu pemenuhan kebutuhan fisiologis (sandang , pangan, dan papan) sampai tingkat terakhir yaitu aktualisasi diri. Namun keberhasilan hidup merupakan proses perjalanan panjang dari tingkat kebutuhan hidup, sehingga seseorang dikatakan berhasil. Roger Konopasek dalam bukunya "Success Adventure" menjelaskan bahwa sukses sebenarnya ada dalam pikiran. Kitalah yang menentukan keberhasilan kita.

Ada dua formula yang berperan dalam proses keberhasilan yaitu pertama sukses adalah kompetensi diri plus keberuntungan; serta kedua, sukses adalah persiapan diri plus peluang. Di sinilah perlunya kemampuan diri yang dipersiapkan oleh setiap orang untuk dapat mengatisipasi kemungkinan peluang yang ada.

1. Ukur Posisi Kekuatan!
Banyak orang-orang yang tidak begitu memiliki kemampuan dan keterampilan lebih, namum memiliki mental untuk terus mengukur kekuatan diri dan mau untuk memperbaiki kemampuan tersebut menuju sesuatu yang lebih baik, ternyata berhasil mencapai apa yang diinginkan.

Ada beberapa persiapan yang dapat dilakukan seseorang untuk mencapai keberhasilan, di antaranya:
- bekerja dengan keras
- memiliki hubungan yang baik dengan setiap orang
- antusias dalam bekerja,
- proaktif,
- individu yang kuat dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada
- mental untuk terus belajar dan memperbaiki diri;
-  yang terakhir adalah sesuatu yang di luar kemampuan kita untuk mempersiapkannya, yaitu keberuntungan.

Keberuntungan ini merupakan faktor nasib dan kesempatan. Oleh karena itu, "bekerja itu baik, tetapi berdoa sebelum bekerja adalah yang terbaik".

2. Taklukanlah!
Tindakan yang paling baik, ketika menemui rintangan adalah dengan melewatinya. "Taklukkanlah," pesan bijak yang sering disampaikan oleh orangtua kepada anaknya. Yah, kadang kita berusaha untuk lari dari masalah yang kita hadapi, namun pelarian tidaklah menyelesaikan masalah. Banyak contoh kegigihan yang membuahkan hasil dapat kita amati di lingkungan keseharian kita.

3.Learning by Doing adalah Baik!
Kita memiliki waktu dalam jumlah yang sama dalam keseharian, tetapi tidak memiliki bakat dan kemampuan yang sama dalam kehidupan. Walaupun demikian, mereka yang menggunakan waktunya dengan baik dan bijaksana sering mengalahkan mereka yang punya lebih banyak kemampuan. Orang-orang dengan kesadaran akan kekurangannya terus berupaya memperbaiki diri. Belajar dan terus mau belajar dari kesalahan diri dan keberhasilan orang lain, merupakan jalan menuju keberhasilan.

Zig Ziglar maestro motivator berpendapat, "Kesempatan yang sesungguhnya untuk sukses terletak di dalam diri orangnya dan bukan pada pekerjaanya". Diri yang terus mau untuk belajar dan memperbaiki diri.

Dulu ketika masa kecil, pernah kita ditanya oleh teman-teman bermain akan cita-cita kita besar nanti? Ya, banyak diantara kita yang berteriak lantang dengan menyebutkan, "Saya ingin jadi dokter," "Saya ingin jadi insiyur," atau bahkan dulu kita berteriak lantang "Pilot!" Coba perhatikan hari ini, "Apakah kita telah menggapai cita-cita masa kecil kita?" Benar! Tidak semua di antara kita yang benar-benar mengapai cita-cita tersebut. Bahkan hari ini, ketika dalam pekerjaan kita harus "berjualan" menjadi salesman, wiraniaga, atau SPG adalah juga merupakan salah satu pilihan pekerjaan yang membuka peluang untuk sukses dan berhasil.

Meskipun kita tidak bisa memilih pekerjaan, tetapi akan selalu ada pilihan bagaimana cara kita mengerjakan pekerjaan itu hingga menuju keberhasilan.
Lima langkah, yang dapat dijadikan pegangan oleh tenaga pemasar (salesmen, wiraniaga, atau SPG) dalam mencapai keberhasilan penjualan:
 
1. Tentukan Tujuan yang Ingin Dicapai
Tujuan yang jelas akan menjadi barometer dalam pekerjaan yang dilakukan. Tentukan tujuan spesifik yang ingin dicapai, buatlah perencanaan, bangun hasrat yang membara untuk sesuatu yang Anda inginkan dalam hidup, bentuklah kepercayaan yang luar biasa pada diri dan kemampuan sendiri, dan timbulkan kegigihan yang luar biasa untuk mengikuti rencana tanpa mempedulikan rintangan dan kondisi yang tidak mendukung.

2. Bertindaklah!
Lakukan "pekerjaan" untuk mencapai tujuan dengan gigih. Tidak ada keberhasilan tanpa kegagalan, tidak ada pengetahuan tanpa pembelajaran, tidak ada suatu hasil tanpa perbuatan. Tidak ada orang yang pernah berhasil dengan baik, jika ia tidak pernah melaksanakannya.

3. Peka Terhadap Hasil Sementara
Jangan pernah menyerah gagal, sebab ada tempat dan saatnya arus akan berbalik arah menuju keberhasilan. Evaluasi diri, apa yang sebaiknya perlu diperbaiki dan segera melakukan perubahan diri. Evaluasi kinerja harian menjadi barometer untuk peka terhadap apa yang akan Anda lakukan esok harinya. Kita bisa melakukan sharing dangan sesama tim penjualan; atau kepada supervisor, manager, atau atasan. Sharing ini untuk mencari jalan keluar untuk meningkatkan penjualan.

4. Lakukan dengan cara yang "berbeda", jika belum berhasil mencapai tujuan tersebut.
Lakukan hal-hal baru, yang dapat menginspirasikan perbaikan dan perubahan menuju keberhasilan. Jika selama ini berorientasi sebagai "ordertaker", maka mulai saatnya harus membangun hubungan "personal" kepada setiap key-person outlet, yang dikunjungi. Hubungan yang baik, akan memperlancar pekerjaan untuk mendapatkan tambahan "order" jika kita memerlukannya.

5. Serahkan hasilnya pada Tuhan
Sekali lagi, faktor keberuntungan dan lucky adalah hal yang tidak dapat diprediksi; oleh karena itu "berdoalah". Sebab bekerja itu baik, berdoa sebelum bekerja adalah yang terbaik karena "Tuhan akan memberikan hal terbaik bagi hidup kita."


Sumber:
http://www.andriewongso.com/artikel/entrepreneur_corner/3744/5_Langkah_Mencapai_Keberhasilan_Penjualan/

Mendatangkan Konsumen

Pelanggan adalah sumber pemasukan kita dalam mengelola bisnis, Maka menarik pelanggan sebanyak-banyaknya paralel dengan pemasukan yang besar. Namun pelanggan adalah objek yang unik dan tidak mau disuruh-suruh untuk membeli atau menggunakan produk yang kita jual. Langkah terbaik adalah menarik pelanggan agar secara sadar menggunakan produk kita tanpa paksaan dan merasa diuntungkan telah meggunakan produk kita. Jangka panjangnya pelanggan tersebut akan menjadi pelanggan setia bahkan menjadi marketing bagi prosuk kita secara tidak langsung.


Menarik pelanggan memiliki seni dan kreatititas tersendiri.Ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk menarik pelanggan yaitu:

1. Target yang Jelas

Sebelum Anda melakukan marketing, Anda harus menemukan siapa yang menjadi audien Anda. Lakukan riset dan temukan produk atau jasa Anda yang paling dibutuhkan. Tanpa ada pemahaman yang jelas siapa target Anda, marketing Anda tidak bisa efektif.

Dengan pendekatan khusus Anda akan membantu nilai konversi Anda. Mungkin ini akan membuat Anda gugup untuk mempersempit pilihan Anda, tapi ini adalah langkah pertama untuk menarik klieng dengan waktu yang lebih panjang. Berikut adalah benefit lainnya untuk memperpendek fokus Anda: setiap kali Anda memberikan spesialisasi, Anda bisa mengenakan lebih untuk jasa Anda.

2. Memahami Apa yang Mereka Inginkan Secara Emosional dan Logis

Setelah Anda mengidentifikasikan target audien terbaik Anda, maka inilah saatnya untuk belajar apa yang sangat mereka inginkan. Apa yang ingin mereka dapatkan? Apa yang membuat mereka terjaga?

Memasarkan produk tidak akan ada artinya jika Anda tidak yakin dengan apa yang diinginkan target pasar. Konsepnya adalah: orang membeli apa yang mereka inginkan, bukan apa yang mereka pikir dibutuhkan. Kenali pasar dan Anda akan menemukan penjualan yang lebih mudah.

3. Kemas Apa yang Anda Tawarkan Menjadi Hasil Akhir yang Diinginkan

Karena Anda memahami pasar dengan baik, Anda tahu apa yang diinginkan dan hasil yang ingin mereka dapatkan. Semakin Anda mendekati hasil akhir yang diinginkan, semakin baik Anda melakukan bisnis. Kemas produk Anda sesuai dengan hasil tersebut, sehingga Anda selalu memenuhi kebutuhan klien Anda.

Saat Anda benar-benar memasuki apa yang dibutuhkan target pasar, Anda akan merasakan hiruk-pikuk bisnis yang berjalan mulus. Anda akan berhenti mendorong dan menggali penjualan dan melihat bagaimana semuanya mengalir bersamaan – kebutuhan sekelompok orang, dan kemasan produk untuk memenuhi kebutuhan mereka. Apa yang dibawa? Orang tidak membeli hanya karena mereka mengerti sesuatu, mereka membelik karena mereka merasa paham.

4. Menciptakan Penawaran yang Tidak Bisa Ditolak

Apa yang sesungguhnya Anda berikan pada produk, dan apa yang seharusnya diberikan oleh klien? Agar marketing menjadi efektif, Anda harus bisa menjawab pertanyaan tersebut dalam satu kalimat. Misalnya: “Beri saya sepuluh menit per hari dan saya akan memberikan tubuh yang selalu Anda inginkan .”

Anda ingin menyatakan penawaran Anda dalam cara yang menarik sehingga membuat orang mengangkat tangannya dan berkata “Aku ingin itu!” Terus kembangkan penawaran dalam satu-kalimat; ini akan membentuk dasar pemasaran Anda lainnya.

5. Keluar dan Temukan Target Audien Anda

Dimana orang paling sering membeli produk Anda? Apakah mereka bergabung dengan forum diskusi online? Publikasi apa yang mereka baca? Organisasi apa yang mereka ikuti?

Jika Anda melakukan riset pasar yang baik di tahap sebelumnya, Anda sudah tahu jawabannya. Sekarang lihatlah keluar dan buatlah penawaran yang bagus di iklan, forum, diskusi dan cara apapun yang bisa Anda lakukan yang bisa dijangkau oleh audien.

6. Melatih Tindak Lanjut

Anda sudah melakukan riset, membuat produk yang bagus, mengemasnya untuk memenuhi kebutuhan audien, dan membuat penawaran dimana mereka tertarik. Untuk memaksimalkan kerja keras yang sudah Anda lakukan, Anda harus menindaklanjutinya dengan konsisten.

Cara terbaik apa untuk memastikan apa yang terjadi? Dengan membuat otomasi dan membuatnya sistematis serta tindak lanjut sebanyak mungkin. Berikut aturannya: Selalu lakukan tindak lanjut, dan menemukan cara untuk membuatnya otomatis.

7. Menutup Pembelian

Ini penting jika Anda ingin sukses. Belajar bagaimana membuat mereka terlibat dalam bisnis. Bagi beberapa perusahaan, bisa berarti pertemuan tatap muka, dan bagi yang lainnya, proses penjualan bisa dibuat otomasi. Kecuali uang Anda berpindah tangan, maka Anda tidak sungguh-sungguh menjalankan bisnis.

Cara apapun yang Anda pilih untuk menutup penjualan, Anda harus memberikan informasi yang memadai bagi prospek sehingga mereka yakin untuk membeli. Membuat pembagian-informasi otomatis sebanyak mungkin, dengan halaman web, surat sales letter, dan brosur sehingga Anda bisa memperluasnya dengan waktu yang sedikit.

8. Membuat Penawaran Tambahan

Tumpukan profit Anda dibuat dari tambahan sales untuk memuaskan pelanggan. Anda sudah membangun hubungan dengan mereka dan mereka tahu Anda bisa dipercaya. Menciptakan produk yang bisa Anda tawarkan saat Anda terus mendengarkan solusi apa yang mereka butuhkan.

Klien jangka panjang ini memberikan stabilitas pada bisnis Anda, dan Anda tidak terus-menerus mengejar klien baru. Belajar membuat penawaran tambahan akan membuat pembedaan apakah bisnis Anda bertahan.

Sumber:
http://www.pengusahamuslim.com/baca/artikel/888/8-langkah-menarik-klien

Konsumen Lebih Cerdas Berkat Teknologi



Teknologi telah mengubah cara berbisnis di semua sektor industri, tak terkecuali sektor ritel. Perubahannya boleh dibilang cukup drastis. Dengan adanya teknologi informasi (TI), konsumen jadi makin kaya informasi, lebih berdaya dan makin menuntut. Pasalnya, dengan perangkat TI yang dimiliki – Internet, smartphone, komputer tablet (semacam iPad dan Samsung Tab) dan sebagainya – mereka dengan mudah dapat mengakses ke sumber informasi.

Dengan pengetahuan di tangan yang dikumpulkan dari banyak sumber, mereka hanya mau menghabiskan uang untuk belanja barang/jasa yang mereka anggap paling bernilai dan menetapkan bagaimana mereka ingin engage dengan peritel. Mereka ingin berinteraksi dengan cara yang relevan dan waktu yang tepat. Artinya, relevan dengan apa pun yang mereka belanjakan, termasuk di mana, kapan dan bagaimana berbelanja. Juga, waktunya tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Singkatnya, “Konsumen sekarang lebih cerdas,” Raymond Moy, Manajer IBM ASEAN General Business, Bidang Industri dan Distribusi, menandaskan. Konsumen seperti ini, lanjutnya, tahu apa yang diinginkan ketika mereka pergi berbelanja dan berharap didengarkan keinginannya memperoleh promosi yang personal ataupun terlibat menciptakan sesuatu secara bersama-sama (co-create) dengan peritel.

Penegasan Raymond itu berdasarkan survei yang dilakukan The IBM Institute for Business Value, yang melibatkan 32.087 responden di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Brasil, Cina dan India pada Oktober 2009. Dari hasil survei tersebut terungkap, konsumen sekarang memiliki akses untuk memperoleh informasi dalam jumlah yang sangat besar tentang peritel dan produk mereka melalui teknologi baru. Mereka menggunakan informasi itu untuk berbelanja secara lebih hati-hati. Sekitar 41% responden yang disurvei telah beralih dari satu ritel utama (primer) ke yang lainnya dan mulai membeli beberapa barang dari peritel sekunder. Mereka pun memiliki ekspektasi lebih tinggi. Kemudian, yang paling disukai konsumen adalah promosi yang personal dan ketersediaan produk yang konsisten. Sebagai tambahan, mereka menginginkan nilai, kualitas dan keberagaman produk yang lebih baik.

Mereka juga banyak yang memanfaatkan jejaring sosial. Sebanyak 33% responden mem-follow peritel di situs jejaring sosial. Beberapa dari mereka pun bertukar catatan, sehingga pengalaman berbelanja seorang konsumen dapat memengaruhi banyak orang lainnya untuk menentukan tentang apa yang mereka beli dan di mana membelinya. Yang menarik, sebanyak 78% responden akan dengan senang hati berkolaborasi dengan peritel dalam merancang produk dan layanan baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Fakta lainnya yang didapat dari survei tersebut, sebanyak 62% responden ingin menggunakan mobile phone mereka untuk berbelanja dan membeli produk yang diiklankan di majalah atau di billboard dengan mengirimkan teks. Demikian pula, 64% responden ingin menggunakan TV digital untuk berbelanja dan membeli produk yang diiklankan di TV dengan hanya menekan tombol di remote control mereka. Kemudian, 61% siap menghabiskan lebih banyak uang di peritel yang mengimplementasi masukan dari mereka.

Sementara itu, menurut survei ini, responden generasi Y (berusia 20-30 tahun) yang paling ingin menggunakan beragam teknologi dan saluran alternatif. Mereka juga paling senang mem-follow peritel melalui media sosial.

Berangkat dari fenomena tersebut, menurut Raymond, IBM menyimpulkan bahwa tren konsumen sekarang adalah: instrumented, interconnected dan intelligent. Disebut instrumented karena konsumen ingin berbelanja dengan beragam teknologi. Mereka memiliki akses yang instan ke informasi tentang peritel, produk dan pengalaman konsumen lain melalui teknologi. Interconnected karena konsumen telah tersambung dengan konsumen lainnya ataupun peritel. Mereka menggunakan beragam teknologi untuk saling berinteraksi. Intelligent karena konsumen tahu apa yang mereka inginkan. Mereka secara jelas telah mendefenisikan tentang harapan mereka dari peritel saat ini ataupun di masa mendatang.

Ia menambahkan, tren konsumen di kawasan ASEAN, termasuk di Indonesia, juga mengarah ke sana, terutama konsumen kelas menengah-atas yang berbelanja produk premium. Raymond mengaku, saat ini IBM tengah menangani implementasi teknologi di perusahaan ritel yang menjajakan produk untuk kalangan menengah-atas. Namun, ia menegaskan lagi, semua peritel akan menghadapi perilaku konsumen yang telah berubah itu.

Untuk sukses di masa depan, menurut Raymond, peritel harus mengikuti tren tersebut. Mereka harus mengonsolidasikan infrastrukturnya untuk menjamin informasi yang mereka berikan itu akurat dan meresap, serta produk yang mereka jual tersedia secara konsisten. Mereka juga harus mengoptimalkan penggunaan kanal yang disukai oleh konsumen yang lebih cerdas ini, menyediakan fitur dan fungsi yang lebih disukai konsumen, serta menggunakan perangkat analitis untuk mengembangkan penawaran dan pengalaman yang personal.


Sumber:
http://swa.co.id/2011/03/teknologi-jadikan-konsumen-lebih-cerdas/

Konsumen Lebih Cerdas Berkat Teknologi



Teknologi telah mengubah cara berbisnis di semua sektor industri, tak terkecuali sektor ritel. Perubahannya boleh dibilang cukup drastis. Dengan adanya teknologi informasi (TI), konsumen jadi makin kaya informasi, lebih berdaya dan makin menuntut. Pasalnya, dengan perangkat TI yang dimiliki – Internet, smartphone, komputer tablet (semacam iPad dan Samsung Tab) dan sebagainya – mereka dengan mudah dapat mengakses ke sumber informasi.

Dengan pengetahuan di tangan yang dikumpulkan dari banyak sumber, mereka hanya mau menghabiskan uang untuk belanja barang/jasa yang mereka anggap paling bernilai dan menetapkan bagaimana mereka ingin engage dengan peritel. Mereka ingin berinteraksi dengan cara yang relevan dan waktu yang tepat. Artinya, relevan dengan apa pun yang mereka belanjakan, termasuk di mana, kapan dan bagaimana berbelanja. Juga, waktunya tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Singkatnya, “Konsumen sekarang lebih cerdas,” Raymond Moy, Manajer IBM ASEAN General Business, Bidang Industri dan Distribusi, menandaskan. Konsumen seperti ini, lanjutnya, tahu apa yang diinginkan ketika mereka pergi berbelanja dan berharap didengarkan keinginannya memperoleh promosi yang personal ataupun terlibat menciptakan sesuatu secara bersama-sama (co-create) dengan peritel.

Penegasan Raymond itu berdasarkan survei yang dilakukan The IBM Institute for Business Value, yang melibatkan 32.087 responden di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Brasil, Cina dan India pada Oktober 2009. Dari hasil survei tersebut terungkap, konsumen sekarang memiliki akses untuk memperoleh informasi dalam jumlah yang sangat besar tentang peritel dan produk mereka melalui teknologi baru. Mereka menggunakan informasi itu untuk berbelanja secara lebih hati-hati. Sekitar 41% responden yang disurvei telah beralih dari satu ritel utama (primer) ke yang lainnya dan mulai membeli beberapa barang dari peritel sekunder. Mereka pun memiliki ekspektasi lebih tinggi. Kemudian, yang paling disukai konsumen adalah promosi yang personal dan ketersediaan produk yang konsisten. Sebagai tambahan, mereka menginginkan nilai, kualitas dan keberagaman produk yang lebih baik.

Mereka juga banyak yang memanfaatkan jejaring sosial. Sebanyak 33% responden mem-follow peritel di situs jejaring sosial. Beberapa dari mereka pun bertukar catatan, sehingga pengalaman berbelanja seorang konsumen dapat memengaruhi banyak orang lainnya untuk menentukan tentang apa yang mereka beli dan di mana membelinya. Yang menarik, sebanyak 78% responden akan dengan senang hati berkolaborasi dengan peritel dalam merancang produk dan layanan baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Fakta lainnya yang didapat dari survei tersebut, sebanyak 62% responden ingin menggunakan mobile phone mereka untuk berbelanja dan membeli produk yang diiklankan di majalah atau di billboard dengan mengirimkan teks. Demikian pula, 64% responden ingin menggunakan TV digital untuk berbelanja dan membeli produk yang diiklankan di TV dengan hanya menekan tombol di remote control mereka. Kemudian, 61% siap menghabiskan lebih banyak uang di peritel yang mengimplementasi masukan dari mereka.

Sementara itu, menurut survei ini, responden generasi Y (berusia 20-30 tahun) yang paling ingin menggunakan beragam teknologi dan saluran alternatif. Mereka juga paling senang mem-follow peritel melalui media sosial.

Berangkat dari fenomena tersebut, menurut Raymond, IBM menyimpulkan bahwa tren konsumen sekarang adalah: instrumented, interconnected dan intelligent. Disebut instrumented karena konsumen ingin berbelanja dengan beragam teknologi. Mereka memiliki akses yang instan ke informasi tentang peritel, produk dan pengalaman konsumen lain melalui teknologi. Interconnected karena konsumen telah tersambung dengan konsumen lainnya ataupun peritel. Mereka menggunakan beragam teknologi untuk saling berinteraksi. Intelligent karena konsumen tahu apa yang mereka inginkan. Mereka secara jelas telah mendefenisikan tentang harapan mereka dari peritel saat ini ataupun di masa mendatang.

Ia menambahkan, tren konsumen di kawasan ASEAN, termasuk di Indonesia, juga mengarah ke sana, terutama konsumen kelas menengah-atas yang berbelanja produk premium. Raymond mengaku, saat ini IBM tengah menangani implementasi teknologi di perusahaan ritel yang menjajakan produk untuk kalangan menengah-atas. Namun, ia menegaskan lagi, semua peritel akan menghadapi perilaku konsumen yang telah berubah itu.

Untuk sukses di masa depan, menurut Raymond, peritel harus mengikuti tren tersebut. Mereka harus mengonsolidasikan infrastrukturnya untuk menjamin informasi yang mereka berikan itu akurat dan meresap, serta produk yang mereka jual tersedia secara konsisten. Mereka juga harus mengoptimalkan penggunaan kanal yang disukai oleh konsumen yang lebih cerdas ini, menyediakan fitur dan fungsi yang lebih disukai konsumen, serta menggunakan perangkat analitis untuk mengembangkan penawaran dan pengalaman yang personal.


Sumber:
http://swa.co.id/2011/03/teknologi-jadikan-konsumen-lebih-cerdas/

Konsumen Lebih Cerdas Berkat Teknologi



Teknologi telah mengubah cara berbisnis di semua sektor industri, tak terkecuali sektor ritel. Perubahannya boleh dibilang cukup drastis. Dengan adanya teknologi informasi (TI), konsumen jadi makin kaya informasi, lebih berdaya dan makin menuntut. Pasalnya, dengan perangkat TI yang dimiliki – Internet, smartphone, komputer tablet (semacam iPad dan Samsung Tab) dan sebagainya – mereka dengan mudah dapat mengakses ke sumber informasi.

Dengan pengetahuan di tangan yang dikumpulkan dari banyak sumber, mereka hanya mau menghabiskan uang untuk belanja barang/jasa yang mereka anggap paling bernilai dan menetapkan bagaimana mereka ingin engage dengan peritel. Mereka ingin berinteraksi dengan cara yang relevan dan waktu yang tepat. Artinya, relevan dengan apa pun yang mereka belanjakan, termasuk di mana, kapan dan bagaimana berbelanja. Juga, waktunya tepat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Singkatnya, “Konsumen sekarang lebih cerdas,” Raymond Moy, Manajer IBM ASEAN General Business, Bidang Industri dan Distribusi, menandaskan. Konsumen seperti ini, lanjutnya, tahu apa yang diinginkan ketika mereka pergi berbelanja dan berharap didengarkan keinginannya memperoleh promosi yang personal ataupun terlibat menciptakan sesuatu secara bersama-sama (co-create) dengan peritel.

Penegasan Raymond itu berdasarkan survei yang dilakukan The IBM Institute for Business Value, yang melibatkan 32.087 responden di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Brasil, Cina dan India pada Oktober 2009. Dari hasil survei tersebut terungkap, konsumen sekarang memiliki akses untuk memperoleh informasi dalam jumlah yang sangat besar tentang peritel dan produk mereka melalui teknologi baru. Mereka menggunakan informasi itu untuk berbelanja secara lebih hati-hati. Sekitar 41% responden yang disurvei telah beralih dari satu ritel utama (primer) ke yang lainnya dan mulai membeli beberapa barang dari peritel sekunder. Mereka pun memiliki ekspektasi lebih tinggi. Kemudian, yang paling disukai konsumen adalah promosi yang personal dan ketersediaan produk yang konsisten. Sebagai tambahan, mereka menginginkan nilai, kualitas dan keberagaman produk yang lebih baik.

Mereka juga banyak yang memanfaatkan jejaring sosial. Sebanyak 33% responden mem-follow peritel di situs jejaring sosial. Beberapa dari mereka pun bertukar catatan, sehingga pengalaman berbelanja seorang konsumen dapat memengaruhi banyak orang lainnya untuk menentukan tentang apa yang mereka beli dan di mana membelinya. Yang menarik, sebanyak 78% responden akan dengan senang hati berkolaborasi dengan peritel dalam merancang produk dan layanan baru yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Fakta lainnya yang didapat dari survei tersebut, sebanyak 62% responden ingin menggunakan mobile phone mereka untuk berbelanja dan membeli produk yang diiklankan di majalah atau di billboard dengan mengirimkan teks. Demikian pula, 64% responden ingin menggunakan TV digital untuk berbelanja dan membeli produk yang diiklankan di TV dengan hanya menekan tombol di remote control mereka. Kemudian, 61% siap menghabiskan lebih banyak uang di peritel yang mengimplementasi masukan dari mereka.

Sementara itu, menurut survei ini, responden generasi Y (berusia 20-30 tahun) yang paling ingin menggunakan beragam teknologi dan saluran alternatif. Mereka juga paling senang mem-follow peritel melalui media sosial.

Berangkat dari fenomena tersebut, menurut Raymond, IBM menyimpulkan bahwa tren konsumen sekarang adalah: instrumented, interconnected dan intelligent. Disebut instrumented karena konsumen ingin berbelanja dengan beragam teknologi. Mereka memiliki akses yang instan ke informasi tentang peritel, produk dan pengalaman konsumen lain melalui teknologi. Interconnected karena konsumen telah tersambung dengan konsumen lainnya ataupun peritel. Mereka menggunakan beragam teknologi untuk saling berinteraksi. Intelligent karena konsumen tahu apa yang mereka inginkan. Mereka secara jelas telah mendefenisikan tentang harapan mereka dari peritel saat ini ataupun di masa mendatang.

Ia menambahkan, tren konsumen di kawasan ASEAN, termasuk di Indonesia, juga mengarah ke sana, terutama konsumen kelas menengah-atas yang berbelanja produk premium. Raymond mengaku, saat ini IBM tengah menangani implementasi teknologi di perusahaan ritel yang menjajakan produk untuk kalangan menengah-atas. Namun, ia menegaskan lagi, semua peritel akan menghadapi perilaku konsumen yang telah berubah itu.

Untuk sukses di masa depan, menurut Raymond, peritel harus mengikuti tren tersebut. Mereka harus mengonsolidasikan infrastrukturnya untuk menjamin informasi yang mereka berikan itu akurat dan meresap, serta produk yang mereka jual tersedia secara konsisten. Mereka juga harus mengoptimalkan penggunaan kanal yang disukai oleh konsumen yang lebih cerdas ini, menyediakan fitur dan fungsi yang lebih disukai konsumen, serta menggunakan perangkat analitis untuk mengembangkan penawaran dan pengalaman yang personal.


Sumber:
http://swa.co.id/2011/03/teknologi-jadikan-konsumen-lebih-cerdas/

Cara Melakukan Riset Pemasaran

Dalam tulisan terdahulu didiskusikan mengenai betapa pentingnya riset pasar sebelum menentukan strategi pemasaran. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara kita melakukan riset pasar agar memberikan gambaran yang objektif mengenai kondisi pasar prosuk kita. Cara yang dilakukan bisa bervariasi dan mungkin akan berbeda untuk setiap produk yang berbeda pula.

Namun ada beberapa metode riset pasar yang sering dipakai dalam mendapatkan kondisi riil pasar. Beberapa cara riset pasar tersebut antara lain:

1. Kuesioner.
Metode riset pemasaran kuisioner bisa dilakukan dengan survei kertas (wawancara langsung) atau online. Pada umumnya, kuesioner lebih berpeluang dijawab jika ada insentifnya (yakni imbalan).


2. Grup Fokus.
Grup fokus adalah metode riset pemasaran dengan mengunakan grup kecil konsumen yang dikumpulkan dibawah arahan seorang moderator, sementara para peneliti merekam dan mencatat pengamatan mereka atas respon, reaksi, dan komentar pelanggan. Peserta biasanya dibayar atas waktu mereka.
Berdasarkan pengalaman sepuluh responden dengan satu moderator dan tiga peneliti cukup efektif untuk metode riset pemasaran ini. Tapi hati-hati jika menggunakan metode riset pemasaran ini, jawaban yang diperoleh dari responden seringkali bias.

3. Survei.
Survei lebih singkat dibanding kuesioner, jadi tidak perlu imbalan. Survei secara online akan mendapat respon yang luar biasa jika metode riset pemasaran ini anda suguhkan secara positif. Melalui situs web anda, anda dapat memasukkan beberapa pertanyaan (yang tidak mengganggu, sederhana, dan mudah dijawab) untuk memperoleh komentar dan saran dari pengunjung situs web, terutama para pembelanja.

Metode riset pemasaran tersebut merupakan cara yang dipakai kehendak pelanggan terhadap produk kita bukan kehendak kita terhadap produk. Jika hasil riset ternyata berbeda dengan produk yang kita miliki, kita yang harus menyesuaikan produk dengan kemauan dan kebutuhan pasar. Jangan memaksakan diri menjual produk yang tidak dibutuhkan pelanggan. Strategi pemasaran yang diputuskan setelah melalui sebuah riset pemasaran akan memudahkan marketer mencapai target pemasaran yang telah ditentukan. Silahkan pilih metode riset yang sesuai dengan bisnis anda.

http://www.scribd.com/doc/5573722/Riset-Pasar-Berbiaya-Rendah

http://idepemasaran.blogspot.com

Strategi distribusi produk baru

Yadi Budhisetiawan


Oleh Yadi Budhisetiawan (pernah dimuat di majalah Marketing)

Strategi distribusi untuk produk baru harus dan wajib hukumnya dibedakan dengan strategi distribusi produk mapan atau produk yang sudah lama dikenal konsumen.
Para marketing director atau marketing manager jarang meluangkan waktu dan pemikiran yang cukup guna merancang dan merumuskan strategi distribusi produk baru. Di lain pihak, distributor juga nyaris tidak pernah merancang apalagi menyusun strategi distribusi produk baru. Alasannya, hal itu sudah seyogianya dilakukan oleh prinsipal/produsen.
Alhasil, apabila mereka tidak menerima penjelasan strategi tersebut dari para prinsipal (marketing / product / brand manager), maka para distributor akan beranggapan bahwa cara yang sama, pola yang serupa seperti yang saat ini sudah diterapkan adalah strategi distribusi yang dipakai.
Rak
Inilah yang menyebabkan kenapa hanya 1 dari 7 produk baru yang diluncurkan bisa menuai sukses. Sisanya (86%), gagal. Sebuah probabilitas resiko gagal yang amat tinggi!
Perlu diketahui, strategi distribusi untuk produk baru harus dan hukumnya wajib untuk dibedakan dengan strategi distribusi produk mapan atau produk yang sudah lama dikenal konsumen. Sama seperti penanganan bayi atau balita yang dibedakan dengan penanganan ABG maupun seseorang yang sudah dewasa. Ini merupakan salah satu kesalahan fatal yang kerap dilakukan oleh para pemasar. Tak terkecuali mereka yang sudah berpengalaman.
Seperti dipahami, strategi distribusi sesungguhnya memiliki 8 komponen dasar yang meliputi Sistem Penjualan & Distribusi, Mitra Distributor, Selling In, Selling Through, Spreading, Coverage, Penetration dan Network.
Dan, pada tahap yang paling awal, ‘tantangan’ yang dihadapi adalah pemilihan sistem penjualan dan distribusi. Misal, apakah memilih sistem langsung dimana minimal 70% dari semua penjualan dilakukan oleh sales force milik perusahaan / anak perusahaan/perusahaan afiliasi atau menggunakan sistem tidak langsung dengan catatan minimal 70% dari penjualan diperoleh dari distributor eksternal.
Di luar itu, masih ada sistem lain. Yaitu, hybrid alias kombinasi. Pada kombinasi ini, antara 30-70% dari sumber penjualan didapat dari perusahaan milik sendiri/terafliasi atau perusahaan distributor.
Yang kedua, harus ditetapkan pula apakah produk baru tersebut akan dijual via distributor yang sudah menangani produk korporat saat ini atau justru memilih distributor lain.
Seperti disadari bersama, penetapan mitra distributor sendiri bisa berdasarkan 1 National Sole Distributor atau 8-33 Regional Distributor terbaik / propinsi ataupun 34-150 Area Distributor terbaik / 1-4 kabupaten.
Pertimbangan lain bisa juga berupa eksklusif secara teritorial (namun mix dalam channel) atau eksklusif dalam channel (akan tetapi mix dalam areal) maupun eksklusif secara product items / channel dan area mix.
Ketiga adalah opsi antara strategi selling in dengan menggunakan Top Down Strategy (dari grosir besar hingga menetes sendiri ke pengecer kecil) atau Bottom Up Strategy (dari outlet arus bawah naik ke grosir kecil / semi grosir / star outlet / agen hingga ke grosir besar).
Di samping itu, ketiga strategi Selling In tadi bisa juga berlandaskan Stand Alone (sendiri / mandiri 1 produk baru ) atau Product Add On (pendampingan / ditempelkan dengan produk yang sudah mapan di pasar) atau Promo Integrated (pendampingan / penambahan tidak saja kepada produk mapan, namun juga dari unsur promosi harga dan promosi dagang lainnya).
Selanjutnya, strategi Selling Through yang melihat endapan produk di outlet. Misal, berapa lama harus terjadi perputaran barang. Hal ini sangat tergantung kepada siklus kunjungan salesman. Contoh, jika diasumsikan siklus kunjungan salesman adalah 2 minggu 1x, maka dalam tempo 4 bulan setelah peluncuran produk baru, pelanggan sudah harus pesan ulang (repeat order) minimum 7x.
Perhitungannya adalah minimal 55% x (jumlah minggu dalam 1 periode yang dipantau dibagi jumlah minggu dalam 1 siklus kunjungan dikurangi kunjungan efektif pertama) dengan perhitungan pembulatan terdekat. Itu berarti, 55% x 13 minggu/2 minggu per 1 siklus kunjungan – 1 ) = 55% x 6,5 – 1 = 55% x 5,5 = 3x repeat order dalam 4 bulan dengan asumsi siklus kunjungan 2 minggu 1x.
Artinya, apabila produk baru tersebut baru 1 atau 2x repeat order pembelian, itu berarti produk tersebut memiliki potensi gagal yang tinggi. Dan, periode pemantauan atas frequency order (bukan nilai Rp atau unit order) paling singkat dilakukan dalam 3 bulan dan paling lama dalam 12 bulan.
Oleh karenanya, agar probabilitas keberhasilan produk baru meningkat maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan seksama. Pertama, menggunakan sistem distribusi dan penjualan hybrid/kombinasi.
Kedua, menggunakan multi distributor terbaik di tingkat propinsi (2-3 distributor 1 propinsi) yang eksklusif atau dibedakan dengan product items yang sudah ada di pasar saat ini, secara channel / trade atau product items.
Selebihnya, selling in dengan strategi Bottom Up dengan Promotion Integrated (menggandeng produk lain, merchandising/POS, harga khusus dan promosi ke pedagang secara khusus).
Terakhir, strategi sell through berdasarkan pendekatan Frequency Sales Order atau jumlah repeat order dalam 6 bulan secara konservatif – berarti, siklus kunjungan salesman tercepat 2 minggu 1x dan kunjungan terlama adalah 1 bulan 1x.

Strategi distribusi produk baru

Yadi Budhisetiawan


Oleh Yadi Budhisetiawan (pernah dimuat di majalah Marketing)

Strategi distribusi untuk produk baru harus dan wajib hukumnya dibedakan dengan strategi distribusi produk mapan atau produk yang sudah lama dikenal konsumen.
Para marketing director atau marketing manager jarang meluangkan waktu dan pemikiran yang cukup guna merancang dan merumuskan strategi distribusi produk baru. Di lain pihak, distributor juga nyaris tidak pernah merancang apalagi menyusun strategi distribusi produk baru. Alasannya, hal itu sudah seyogianya dilakukan oleh prinsipal/produsen.
Alhasil, apabila mereka tidak menerima penjelasan strategi tersebut dari para prinsipal (marketing / product / brand manager), maka para distributor akan beranggapan bahwa cara yang sama, pola yang serupa seperti yang saat ini sudah diterapkan adalah strategi distribusi yang dipakai.
Rak
Inilah yang menyebabkan kenapa hanya 1 dari 7 produk baru yang diluncurkan bisa menuai sukses. Sisanya (86%), gagal. Sebuah probabilitas resiko gagal yang amat tinggi!
Perlu diketahui, strategi distribusi untuk produk baru harus dan hukumnya wajib untuk dibedakan dengan strategi distribusi produk mapan atau produk yang sudah lama dikenal konsumen. Sama seperti penanganan bayi atau balita yang dibedakan dengan penanganan ABG maupun seseorang yang sudah dewasa. Ini merupakan salah satu kesalahan fatal yang kerap dilakukan oleh para pemasar. Tak terkecuali mereka yang sudah berpengalaman.
Seperti dipahami, strategi distribusi sesungguhnya memiliki 8 komponen dasar yang meliputi Sistem Penjualan & Distribusi, Mitra Distributor, Selling In, Selling Through, Spreading, Coverage, Penetration dan Network.
Dan, pada tahap yang paling awal, ‘tantangan’ yang dihadapi adalah pemilihan sistem penjualan dan distribusi. Misal, apakah memilih sistem langsung dimana minimal 70% dari semua penjualan dilakukan oleh sales force milik perusahaan / anak perusahaan/perusahaan afiliasi atau menggunakan sistem tidak langsung dengan catatan minimal 70% dari penjualan diperoleh dari distributor eksternal.
Di luar itu, masih ada sistem lain. Yaitu, hybrid alias kombinasi. Pada kombinasi ini, antara 30-70% dari sumber penjualan didapat dari perusahaan milik sendiri/terafliasi atau perusahaan distributor.
Yang kedua, harus ditetapkan pula apakah produk baru tersebut akan dijual via distributor yang sudah menangani produk korporat saat ini atau justru memilih distributor lain.
Seperti disadari bersama, penetapan mitra distributor sendiri bisa berdasarkan 1 National Sole Distributor atau 8-33 Regional Distributor terbaik / propinsi ataupun 34-150 Area Distributor terbaik / 1-4 kabupaten.
Pertimbangan lain bisa juga berupa eksklusif secara teritorial (namun mix dalam channel) atau eksklusif dalam channel (akan tetapi mix dalam areal) maupun eksklusif secara product items / channel dan area mix.
Ketiga adalah opsi antara strategi selling in dengan menggunakan Top Down Strategy (dari grosir besar hingga menetes sendiri ke pengecer kecil) atau Bottom Up Strategy (dari outlet arus bawah naik ke grosir kecil / semi grosir / star outlet / agen hingga ke grosir besar).
Di samping itu, ketiga strategi Selling In tadi bisa juga berlandaskan Stand Alone (sendiri / mandiri 1 produk baru ) atau Product Add On (pendampingan / ditempelkan dengan produk yang sudah mapan di pasar) atau Promo Integrated (pendampingan / penambahan tidak saja kepada produk mapan, namun juga dari unsur promosi harga dan promosi dagang lainnya).
Selanjutnya, strategi Selling Through yang melihat endapan produk di outlet. Misal, berapa lama harus terjadi perputaran barang. Hal ini sangat tergantung kepada siklus kunjungan salesman. Contoh, jika diasumsikan siklus kunjungan salesman adalah 2 minggu 1x, maka dalam tempo 4 bulan setelah peluncuran produk baru, pelanggan sudah harus pesan ulang (repeat order) minimum 7x.
Perhitungannya adalah minimal 55% x (jumlah minggu dalam 1 periode yang dipantau dibagi jumlah minggu dalam 1 siklus kunjungan dikurangi kunjungan efektif pertama) dengan perhitungan pembulatan terdekat. Itu berarti, 55% x 13 minggu/2 minggu per 1 siklus kunjungan – 1 ) = 55% x 6,5 – 1 = 55% x 5,5 = 3x repeat order dalam 4 bulan dengan asumsi siklus kunjungan 2 minggu 1x.
Artinya, apabila produk baru tersebut baru 1 atau 2x repeat order pembelian, itu berarti produk tersebut memiliki potensi gagal yang tinggi. Dan, periode pemantauan atas frequency order (bukan nilai Rp atau unit order) paling singkat dilakukan dalam 3 bulan dan paling lama dalam 12 bulan.
Oleh karenanya, agar probabilitas keberhasilan produk baru meningkat maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan seksama. Pertama, menggunakan sistem distribusi dan penjualan hybrid/kombinasi.
Kedua, menggunakan multi distributor terbaik di tingkat propinsi (2-3 distributor 1 propinsi) yang eksklusif atau dibedakan dengan product items yang sudah ada di pasar saat ini, secara channel / trade atau product items.
Selebihnya, selling in dengan strategi Bottom Up dengan Promotion Integrated (menggandeng produk lain, merchandising/POS, harga khusus dan promosi ke pedagang secara khusus).
Terakhir, strategi sell through berdasarkan pendekatan Frequency Sales Order atau jumlah repeat order dalam 6 bulan secara konservatif – berarti, siklus kunjungan salesman tercepat 2 minggu 1x dan kunjungan terlama adalah 1 bulan 1x.

Cara Merancang Strategi Peluncuran Produk

Jika Anda berniat untuk meluncurkan produk Anda dan Anda mengharapkan bahwa peluncuran untuk membangun bisnis yang sukses, Anda akan memerlukan strategi peluncuran produk yang kuat dalam seluruh proses. Jika rencana Anda tidak awalnya di tempat Anda bisa mengatur diri untuk kegagalan atau bekerja lebih banyak daripada yang pernah Anda direncanakan.

Salah satu hal pertama yang akan Anda ingin lakukan adalah mengembangkan situs untuk mempromosikan peluncuran dan memberikan pelanggan potensial Anda menyelinap puncak pada produk sebelum tersedia untuk masyarakat umum. Orang seperti merasa seperti ada dalam diri mereka pengetahuan tentang sesuatu dan mereka akan cepat untuk menyebarkan berita tentang hal itu untuk takut bawah sadar bahwa orang lain akan berbagi berita sebelum mereka mendapatkan kesempatan untuk. Hal ini akan bekerja untuk keuntungan Anda.

Lain alat yang sangat berguna untuk membuat gebrakan dan menghasilkan publisitas adalah untuk membuat press release dengan baik-worded. Ketika Anda menulis siaran pers untuk memulai Anda, Anda akan ingin melihat produk Anda dari perspektif seorang direktur berita. Cari cerita di balik produk Anda, bukan penjualan. Mereka tidak peduli pitch Anda, mereka hanya ingin menceritakan sebuah cerita dan jika Anda memiliki satu siap bagi mereka untuk memberitahu kemungkinan Anda sedang ditampilkan akan sangat meningkat.
Salah satu cara yang bagus untuk menarik pelanggan baru yang saat ini tidak pada milis Anda adalah untuk menemukan Joint Venture Partner yang akan bersedia untuk cross-mempromosikan produk Anda. Ini cenderung menjadi situasi menang-menang, karena anda akan memiliki orang lain penjualan yang mencapai daftar mereka sendiri penjualan dengan produk yang mereka mendukung, tetapi juga memberikan pasangan produk lain untuk menawarkan basis pelanggan mereka.
Jika Anda memiliki strategi di tempat sebelum memulai maka Anda lebih mungkin untuk memiliki pengalaman yang sangat positif dan Anda mungkin akan mulai menghasilkan aliran bisnis seperti Anda tidak pernah berpikir mungkin. Hanya ingat pentingnya memiliki rencana

Meluncurkan Produk Baru, Siapa Takut ?

Meluncurkan Produk Baru, Siapa Takut ?

Memperkenalkan produk baru bukanlah perkara mudah, apalagi brand yang diusungnya belum dikenal masyarakat/konsumen. Butuh strategi, waktu, dan biaya yang relatif mahal untuk memperkenalkanya. Apalagi jika produk yang akan diluncurkan memiliki kompetitor  bejibun, alias banyak.  Tentu saja, entry point untuk memperkenalkan produk ini adalah memunculkan keunggulan, kualitas dan layanan.  Dengan kata lain, jika sebuah produk  baru muncul dan tidak memiliki keunggulan yang signifikan, bisa dibilang mereka sebagai pasukan “berani mati” yang masuk ke medan pertempuran tanpa membawa senjata yang canggih. Lain ceritanya jika sang pengusung produk baru memiliki modal besar. Namun inipun tidak mudah, harus ada strategi khusus untuk mengalahkan lawan-lawan mereka dipasaran. Karena bagaimanapun, bussiness must go on…


Apa saja yang dibutuhkan para pemain baru jika ingin menjajal sebuah produknya dipasar yang sudah penuh (sesak) ini.  Pertama adalah Riset Pasar (marketing research). Pengusung produk baru harus mengetahui seberapa besar potensi pasar yang ada dalam suatu kawasan/daerah atau negara.  Riset bisa dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Sejumlah point pertanyaan dan hasilnya  bisa menjadi “landasan” mengambil keputusan kegiatan dan aksi pemasaran. Untuk mendapatkan data yang valid, dibutuhkan lembaga riset yang kredibel dan bertanggung jawab. Kegiatannya bukan hanya memberikan data hasil penelitian, namun  harus bisa memberikan pemetaan yang pasti dari lokasi pasar yang diriset. Tidak hanya itu, analisa yang komprehensif juga dibutuhkan sebagai pertimbangan manajemen melakukan langkah selanjutnya, termasuk mengatur strategi.

Kedua, Jika sudah diketahui (dari hasil riset) bahwa potensi pasarnya cukup untuk memperkenalkan produk unggulan dan siap menggerus pemain terdahulu, selanjutkan dibutuhkan strategi komunikasi yang bagus.  Salah satu kegiatannya adalah  menyiapkan model komunikasi dan promosi produk yang akan diperkenalkan. So, meski dana yang dimiliki pengusung merek baru besar, jangan salah, dia harus hati-hati memanfaatkan dana yang ada. Jangan terlalu bernafsu dalam melakukan promosi dan kegiatan komunikasi lainya. Pilihnya beberapa cara yang bisa memperkenalkan produk dengan biaya yang sewajarnya.  Jadi ingat pesan pimpinan saat bekerja di gruop Sinar Mas, biarkanlah mereka berlari kencang, kita cukup  berjalannya saja dengan nafas yang stabil. Ada benarnya ucapan bos saya itu, memang beberapa waktu kemudian sang kompetitor “tewas” ngos-ngosan karena berlari kencang. Sementara, perusahaan tempat saya bekerja tetep  berjalan dan semakin dikenal.  Kejelian memilih strategi komunikasi dan promosi menjadi poin penting. Harus jelas target pasar dan positioning produk di pasar.
Model promosi Above The Line dan Below The Line harus dilakukan secara sinkron dan berkesinambungan. Jangan lupa, untuk tetap menerapkan step evaluasi dari strategi promosi yang sedang dijalankan. Karena bagaimanapun, geliat kompetitor selalu bergerak dinamis ketika melihat kompetitor lain yang  akan mengancam eksistensi produknya. Bisa jadi ketika Anda melakukan aksi A, sang kompetitor langsung  merubah gaya campaign mereka untuk menjaga ancaman yang akan menggerus pasarnya. Maka dari itu, diferensiasi memang menjadi aspek penting dalam hal ini. Keunggulan produk, menjadi salah satu point penting yang bisa “dijual” untuk meyakinkan konsumen kita  untuk menggunakan produk yang kita promosikan.  Sudah banyak kasus produk yang tetap unggul meski setiap waktu muncul kompetitor yang bertekad mengalahkannya. Strategi pricing bahkan dipilih sang pendatang baru. Mereka tidak segan-segan bermain dalam level low price yang kadang tidak masuk akal:)  Namun karena produk A  ini  memiliki diferensiasi, kebanggan brand, komunitas dan pelanggan loyal maka posisinya tidak tergoyahkan.
Ketiga, ketika aspek satu dan dua dijalankan, tidak kalah penting adalah menjaga kualitas produk dan layanan. Ini menjadi faktor signifikan bagi sukses atau tidaknya produk. Anda masih ingat dengan mocin alias motor cina. Era 2000-an Jakarta dibanjiri produk cina dengan harga yang ueedan murahnya.  Awal kegiatan promosi digelontorkan dana yang cukup besar, hal ini ditandai dengan iklan yang bertebaran dimana-mana (media cetak dan elektronik). Kampanye offline juga digelar untuk bisa mendekatkan diri dengan masyarakat/konsumen. Namun ketika bicara mengenai service dan layanan produk yang bersangkutan kurang bagus, maka perlahan  tapi pasti, produk tersebut menggali kuburnya sendiri. Kasus mocin dialami teman saya, ketika dia tertarik membeli motor dengan harga murah dan dengan model mutakhir. Beberapa kali saya  mencoba, tidak ada bedanya ketika berjalan. Namun siapa sangka, jika beberapa komponen motor tersebut tidak compatibel dengan merek  yang  beredar luas dipasaran, sehingga ketika rusak, temen saya itu  harus mencutikan motornya  dirumah karena harus menunggu onderdilnya siap dari bengkel resmi. Tidak cukup itu, layanan lamban dari bengkel resmi juga membuat teman saya jengkel dan akhirnya melego murah motornya tersebut.
Pengembangan produk  harus selalu dilakukan oleh pengusung produk baru, inovasi dan kreasi sangat dibutuhkan dalam menunjang pemasaran dan promosi produk dipasaran. Mencermati kasus diatas, pelayanan  bisa menjadi faktor penentu keberhasilan sebuah produk. Waspada dengan model marketing WOM (word by mouth) yang efektif. Apalagi dengan fasilitas internet yang sudah tanpa batas. Tentu masih ingat dengan kasus prita yang menjadi kasus besar  karena menulis surat elektronik dan beredar luas. Nasib RS yang dikomplainnya kini sedang diujung tanduk.
Tentu saja poin diatas  memiliki keterkaitan yang erat dan saling menunjang, dibutuhkan kerjasama yang kompak dalam memperkenalkan produk dan menggalang potensi pasar. Tanpa itu semua,, mustahil produk Anda bisa laku dipasaran. Jangan-jangan, dilongokpun tidak.
Salam
lysthano
lysthano@yahoo.co.uk

Blue Ocean Mindset , Bukan Bersaing Tetapi Berlomba Dalam Kebajikan…

Lima tahun lalu Harvard Business School  Press menerbitkan buku yang legendaris bagi dunia usaha dengan judul Blue Ocean Strategy   dan sub judul How To Create Uncontested Market Space and Make the Competition Irrelevant. Buku ini ditulis oleh Chan Kim dan Renee Mauborgne yang keduanya adalah professor di INSEAD.

Inti dari isi buku ini adalah strategy bagi para pelaku usaha untuk bisa keluar dari medan persaingan yang tidak sehat–  yang digambarkan sebagai red ocean  karena berdarah-darahnya pertempuran di pasar – menuju pasar yang boleh dikatakan tanpa pesaing yang digambarkan sebagai blue ocean – karena tidak adanya setetes-pun darah yang tercecer.

Selain menginspirasi para pelaku dunia usaha; buku ini sebenarnya bisa juga memberi inspirasi bagi  para aktifis gerakan sosial, keagamaan dan bahkan pada para ustad dan juru dakwah.

Dulu ada Da’i kondang yang sering memberikan pencerahan kita untuk meninggalkan persaingan yang tidak sehat. Dengan arif Da’i tersebut menceritakan betapa naifnya persaingan antara tukang ojek dengan tukang ojek, tukang cukur dengan tukang cukur, bahkan Da’i-pun katanya bersaing dengan Da’i lainnya.

Nasihat Da’i ini esensinya sama dengan isi buku tersebut diatas; bila kita jumud pada segmen kita, menganggap orang lain yang juga menggarap segmen ini adalah pesaing yang harus diserang – maka kita akan berdarah-darah kehabisan tenaga, sementara kita sendiri akan kehabisan sumber daya kreatif kita untuk melihat adanya segmen lain yang perlu penggarapan.

Dengan wawasan tersebut diataslah maka kami tidak pernah merasa bersaing dengan penggerak Dinar lainnya; meskipun ada yang mungkin menganggap kami sebagai pesaing dan ofensif terhadap apa yang kami lakukan – kami tidak merasa perlu untuk membalasnya, karena ini hanya akan mengurangi kemampuan kreatif kita.

Medan amal Islami ini terlalu luas untuk kita, sehingga kita tidak harus tetap berada di red ocean; begitu banyak blue ocean diluar sana yang bisa menjadi lapangan kita untuk berbuat kreatif dan beramal secara maksimal. Bahwasanya orang lain melakukan hal yang sama, kami anggap dia bukanlah pesaing – mereka adalah sparring partners kita untuk bisa berlomba-lomba dalam kebajikan atau fastabihul khairat.

Bahkan kini istilah blue ocean yang menyegarkan sebagai lawan kata red ocean yang panas berdarah-darah, seolah terwujud secara lahiriah di project Pesantrem Wirausaha yang kami cetuskan sejak beberapa bulan lalu. Bila Anda berkunjung kesana, Anda akan menemukan saudara-saudara Anda yang dengan tulus ikhlas berbagi ilmu dan pengalaman di berbagai bidang usaha mulai dari pertanian, perikanan, peternakan, perdagangan dan berbagai bidang lainnya; tidak ada yang menganggap Anda pesaing atau calon pesaing.

Semua adalah saudara yang masing-masing menjadi sparring partners bagi yang lain untuk fastabihul khairat. Dengan Blue Ocean Mindset ini, dunia terasa sejuk bagi kita sesejuk komplek Pesantren Kita diatas. Semoga sparring partners kita dapat merasakan kesejukan yang sama. Wa Allahu A’lam.
http://www.scribd.com/doc/50009481/Blue-Ocean-Strategy

Jumat, 29 Juli 2011

memilih tempat untuk bisnis

Jika kita hendak membuka sebuah usaha, salah satu faktor yang paling vital adalah faktor lokasi bisnis dimana kita akan membuka usaha kita. Bagus tidaknya sebuah lokasi sangat menentukan sukses tidaknya usaha kita. Jangan pernah kompromi dengan lokasi yang kurang bagus.
Kalau anda bingung memilih lokasi, ada baiknya anda bertanya kepada orang lain, jangan cuma 1 orang, tetapi tanyakanlah kepada beberapa orang mengenai lokasi yang cocok untuk produk anda, biasanya dari hasil tanya jawab dengan orang lain, terutama yang lebih berpengalaman, gambaran ideal di benak kita akan semakin terbuka.
Berikut ini adalah beberapa pertimbangan dalam memilih lokasi untuk usaha:
1. Tingkat Kepadatan penduduk.
Tingkat kepadatan penduduk berkaitan dengan jumlah penduduk disuatu area, apakah banyak atau tidak. Kalau misalnya disuatu darah perumahan, apakah misalnya penghuninya 1.000 kepala Keluarga atau 4.000 kepala keluarga, tentu berbeda kepadatannya, atau misalnya area disekitar kampus, ada berapa kampus disekitar area tersebut.
2. Tingkat pendapatan masyarakat calon konsumen.
Ketahui dengan pasti tingkat pendapatan/ penghasilan penduduk disekitar area terseut. Karena hal ini berkaitan dengan daya beli masyarakat sekitar terhadap produk kita. Kalau daya belinya tinggi, kita bisa menjual produk yang agak berkualitas walau sedikit agak mahal, tetapi kalau daya belinya rendah, kita bisa menjual produk yang kualitasnya standar tetapi murah meriah, kalau warung kelontong bisa jual barang secara ketengan. Misalnya jual rokok per batang, bukan per bungkus.
3. Banyaknya usaha di tempat tersebut.
Untuk lokasi perdagangan, pasti banyak usaha di tempat tersebut. Biasnya kalau semakin banyak yang membuka usaha di area tersebut, semakin ramai. Karena terjadi sentralistik macam-macam usaha dalam satu lokasi, dan ini tentu menarik pelanggan yang jauh untuk datang berbelanja. contohnya mal atau plaza, atau sekitar pasar.
4. Pertimbangan tempat usaha.
Perlu di lihat tempat tersebut. Biasnya kalau di mal lebih ramai pengunjung, tetapi harga sewa juga lebih mahal. Tetapi hati-hati dalam memilih mal, ada mal yang tidak ramai, sehingga bisa-bisa usaha kita malah tidak berkembang, mengingat saat ini semakin banyak mal yang bermunculan. Selain di mal, tempat di sekitar jalan raya juga bagus, dekat perempatan, pokoknya tempat yang mudah terlihat dan ramai dilalui orang
5. Traffic
Lihat traffiknya, apakah banyak orang lalu lalang atau tidak. Kalau tidak ramai pejalan kaki, apakah banyak kendaraan bermotor atau mobil yang lewat. Untuk usaha bengkel, tempat seperti ini masih layak di pakai.
6. Tingkat persaingan.
Jika anda melihat lokasi yang ramai, tetapi usaha sejenis dengan anda sudah cukup banyak, jangan paksakan diri anda membuka usaha disana. Tetapi jika anda yakin karena posisi tempat lebih strategis, modal lebih besar, layanan lebih baik, boleh-boleh anda memasuki persaingan.
7. Keamanan dan akses parkir.
Faktor keamanan ini cukup penting. Karena kalau suatu tempat tidak begitu ramai tetapi rawan dari segi keamanan, bisa jadi meningkatkan pengeluaran sektor keuangan, karena ada biaya-biaya untuk pengamanan, belum lagi resikonya terhadap stok barang kita dan tempat suaha kita. Usahakan ada tempat parkir yang lega dan aman untuk kendaraan, apalagi jika usaha yang mau dibuka berupa rumah makan, karena kalau konsumen kesulitan mencari tempat parkir, atau parkir jauh dari lokasi usaha kita, tentu pelanggan tidak akan merasa aman dan ogah untuk kembali.
Dalam membuka usaha, perlu kehati-hatian, jangan terburu nafsu, dan melangkahlah dengan percaya diri.
Sukses untuk anda !

menentukan harga

Hari raya lebaran baru saja berlalu. Coba sejenak kita ingat-ingat beberapa hari menjelang lebaran kemarin. Umumnya, menjelang hari raya kita mendatangi pusat perbelanjaan seperti mall dan kita melihat banyak penawaran dan diskon produk. Terkesan para produsen dan suplier berlomba-lomba memberikan harga yang semurah mungkin sehingga mengakibatkan konsumen melakukan pembelian. Kalau dipikir-pikir, dengan melakukan penurunan harga seperti diskon dll pada moment-moment tertentu apakah mereka dapat menaikkan jumlah omzet? dan bagaimana cara menentukan harga suatu produk yang pas?
Telah disebutkan didalam SMUO (SISTEM MESIN UANG OTOMATIS), jika anda seorang pebisnis internet, maka sudah menjadi suatu keharusan anda memiliki suatu produk. Dan setelah anda membuat suatu produk dan sudah pada tahap akhir peluncuran, maka hal terakhir yang akan membuat bingung adalah bagaimana menentukan harga yang ideal untuk produk tersebut. Jika harga kelewat murah, kemungkinan anda sulit menutupi biaya produksi produk tersebut atau REI-nya menjadi lebih panjang, dan jika harganya di-set terlalu mahal, maka akan membuat kita kesulitan memasarkannya karena orang akan berfikir 5 kali lipat, dan kalau harganya di patok seperti harga produk sejenis di pasaran, kemungkinan cap sebagai “pengikut” akan diberikan oleh orang lain kepada anda. Jadi bagaimana seharusnya kita menentukan harga jual produk kita?
Coba andaikan anda menjadi seorang calon pembeli. Coba pikirkan, kira-kira apa yang mereka pikirkan. pelajari kondisi psikologis mereka. Anda tidak dapat mematok harga produk anda pada nilai tertentu jika tidak berkompromi dengan calon pembeli anda.
Anda mungkin sering melihat dua barang yang memiliki kualitas hampir sama namun memiliki harga yang berbeda. Yang satu lebih mahal dan yang lain lebih murah. Kita contohkan sebuah laptop.
Merek A dijual dengan harga Rp 5.000.000 dan
merek B dijual dengan harga Rp 4.990.000
Menurut anda selaku calon pembeli, kira-kira merek mana yang akan lebih banyak dibeli konsumen?
Pada dasarnya manusia memutuskan dan bertindak berdasarkan “emosi” mereka. Setelah itu beru kemudian berfikir rasional. Contohnya, jika calon pembeli memiliki uang dibawah 5 juta untuk membeli laptop, kemungkinan besar mereka akan memilih produk bermerek B. Mengapa? karena secara psikologis mereka akan “merasa” bahwa produk B jauh lebih murah dari produk A.
Dan kebalikannya, jika mereka menaruh bandrol 5,1 juta, maka harga produk tersebut akan terlihat sangat mahal jika dibandingkan dengan kedua harga sebelumnya. Walaupun sebenarnya harga hanya terpaut sedikit. Memang demikianlah sifat psikologis manusia. Bagi pembeli, Harga yang terlihat sedikit lebih murah dan dengan kualitas yang tidak jauh berbeda merupakan tawaran menggoda yang tidak akan dilewatkan begitu saja.
Tetapi, belum tentu harga produk yang murah akan menjamin produk tersebut laris manis di pasaran, perlu diperhatikan juga hal-hal yang menentukan harga suatu produk, yakni:
1. Buatlah produk dalam bentuk “paket”
Anda dapat menaikkan harga lebih mahal untuk produk yang ditawarkan ke pasar dengan alasan yang logis. Contohnya: anda menawarkan produk yang komplit dalam satu paket. Jadi, anda tidak hanya memberikan produk utama, tetapi juga produk tambahan yang berhubungan dengan produk utama. Dengan kata lain, memberikan bonus-bonus yang bernilai dan bermanfaat. Mematok harga yang lebih mahal dari pebisnis lainnya, tetapi juga memberikan bonus tambahan yang lebih banyak dengan value yang lebih tinggi.
Contohnya, di supermarket dapat ditemukan satu paket shampoo komplit dengan produk perawatan anti ketombe dan anti rontoh dengan harga Rp 20.000. Jika produk-produk tersebut di beli secara terpisah, maka total harga adalah Rp 25.000. Nah, mana kira-kira yang akan dipilih oleh pembeli? produk dalam bentuk paket atau dibeli secara terpisah? kemungkinan besar pembeli akan memilih yang dalam bentuk paket karena lebih murah. Walaupun mereka mungkin “belum” membutuhkan produk tambahannya, namun mereka tetap memilih produk yang dalam bentuk paket tersebut. Disini, mereka memanjakan emosi mereka. Mereka akan berfikir seperti ini: “kapan lagi ketemu harga lebih murah? mungkin besok penawaran paketnya sudah habis. Jadi jangan sampai menyesal karena tidak membeli sekarang“.
Demikianlah apa yang ada didalam benak pembeli. Membeli produk yang telah dibundel dalam satu paket secara psikologis akan menimbulkan perasaan “something for nothing”. Artinya, mereka tidak merasa mengeluarkan uang lebih karena merasa tidak dirugikan dan bahkan dapat melakukan penghematan.
2. Beri Diskon
Saat ada meluncurkan sutu produk baru kepasar, berilah tawaran yang menarik bagi pengunjung dengan cara memberikan potongan harga atau diskon, misalnya khusus 100 pembeli pertama akan mendapatkan potongan harga 30%.
Pemberian diskon ini dapat dilakukan pada momen-momen khusus, misalnya pada hari-hari raya keagamaan, pada awal dan akhir tahun dan lain sebagainya. Harga diskon atau potongan harga ini dapat anda berikan khusus kepada pelanggan loyal produk anda. Misalnya, pembeli yang sudah berada dalam daftar kontak, memegang keanggotaan membership, atau konsumen yang direkrut oleh affiliate anda. Selama mereka merasa dihargai, pelanggan seperti ini akan selalu kembali kepada anda.
3. Ada harga, ada kualitas
Penting untuk diperhatikan dalam berbisnis di internet adalah jangan menjual produk kelewat mahal. Mengapa? karena anda buka hanya bersaing dengan produk yang dijual secara offline, tetapi juga terbentur dengan “kemalasan” orang berbelanja di internet, mengingat agak ribetnya transaksi. Terkecuali jika anda sudah memiliki brand produk yang sudah terkenal, jangan sekali-sekali menjual produk anda dengan harga tinggi. Cukup patok harga produk anda sesuai dengan kualitasnya. Mata pembeli lebih jeli daripada anda. Karena disini mereka adalah Raja, uang mereka yang pegang, dan mereka menerapkan semboyan terkenal: “teliti sebelum membeli“.
Salah satu kiat supaya konsumen dapat menerima harga yang anda patok adalah dengan memberikan “kesan berharga“. Artinya, produk anda harus benar-benar ekslusif. Buatlah suatu “kesan” bahwa produk yang anda jual benar-benar sangat berkualitas. Jadi wajar jika harganya mahal. Namun perlu diingat, hal tersebut dapat anda lakukan sesudah anda memiliki banyak pelanggan dan daftar prospek. Untuk produk yang pertama kali di luncurkan ke pasar, akan sangat sulit untuk memberikan kesan seperti itu.
4. Perhitungkan cost produksi
Patokan harga suatu produk pasti sudah termasuk biaya pengiriman maupun biaya perawatan. Dan bahkan, terkadang biaya packing dan kemasan juga dimasukkan kedalam harga jual produk. Jadi, jika produk yang anda jual adalah produk yang dikirim secara offline, jangan lupa memasukkan biaya kirim dan pengemasannya pada harga jual produk.
Lalu, beritahu konsumen anda bahwa biaya pengiriman dan biaya paket produk adalah gratis! dan konsumen tidak perlu menambah biaya ekstra. Beritahu mereka betapa mudah membeli produk anda. Hal tersebut akan mejadi berbeda jika anda memisahkan harga produk dan biaya kirim. Secara psikologis, pembeli akan merasa produk anda terlalu mahal. Karena total cost yang meraka keluarkan bukan hanya harga produk, tetapi juga biaya pengiriman produk tersebut.
5. Harga produk yang elastis
Pada waktu anda menaikkan harga produk dan ternyata permintaan pembelian mengalami penurunan, berarti sifat harga yang elastis melekat pada produk anda. walaupun mungkin anda hanya menaikkan harga jual produk sebesar 1%. Biasanya, harga seperti itu dipengaruhi oleh tingkat persaingan dan persepsi konsumen.
Produk terbaik adalah produk yang harganya in-elastis atau tidak elastis. Yakni, kapanpun anda menaikkan harga, pembeli tetap ramai. Yang jadi pertanyaan, produk apakah yang seperti demikian? jawabanya yakni produk memberikan manfaat bagi pembeli. Orang yang sedang memerlukan pasti membeli produk anda, walaupun harganya agak mahal, karena yang penting apa yang mereka butuhkan dapat dipenuhi oleh produk anda. Ibarat orang makanan yang sangat membutuhkan makanan siap santap.
Jadi, anda harus dapat mengkomunikasikan kepada pengunjung bahwa produk anda memiliki suatu nilai keunikan, dan pastikan pengunjung memahami nilai keunikan dan kelebihan produk anda. Sehingga, pembeli akan menganggap produk anda sangat bernilai.
Sebenarnya, dalam penentuan harga produk sangat tergantung kepada persepsi pembeli. Selaku penjual, anda harus dapat memahami: ” apa yang mereka pikirkan tentang produk anda? bagaimana pendapat mereka tentang produk anda? dan bagaimana kesan mereka terhadap produk anda?“. Cukup pahami apa yang ada didalam benak konsumen dan sesuaikan harga dengan kualitas produk.
Sumber referensi: Artikel yang di tulis oleh Joko SusiloOwner SMUO pada blognya: www.jokosusilo.com

Pentingnya merk

dalam memasarkan sebuah produk atau layanan jasa berhubungan erat dengan apa yang disebut MEREK. Andaikan suatu waktu anda kehausan dan pada saat itu anda melihat sorang penjual minuman dibuah kedai, yang menjual berbagai minuman, baik dalam kemasan ataupun yang diracik ditempat, dan anda berniat membeli sebotol minuman dingin, apapun itu. Kira-kira apa yang akan anda tanyakan kepada sipenjual minuman tersebut? tentu anda akan menyebutkan “MEREK” yang anda inginkan bukan?
Jadi, sebetulnya, apa fungsi MEREK itu?
Ahli pemasaran, Hermawan Kartajaya pada seminar bertema: “Menaklukkan Pasar Dunia: Membangun dan Melindungi Merek“, di Gedung Departemen Perindustrian, Jakarta selatan (Selasa, 13/05/2008), mengatakan bahwa, “Merek sebuah barang atau jasa sangat erat hubungannya dengan pemasaran. Makanya, tanpa merek, barang atau jasa menjadi tidak jelas identitasnya“.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Fungsi merek merupakan “Identitas”, dimana Identitas ini merupakan faktor pembeda antara suatu produk / jasa dengan produk/ jasa lainnya. Merek disini yang membedakan “nilai jual” sebuah produk, meskipun berasal dari bahan baku yang sama.
Contoh:
Jika anda pemain konveksi, mungkin pernah bekerjasama dengan perusahaan garmen besar dan “punya nama”, katakanlah namanya ABCDEF. Disini anda memproduksi sebuah kemeja/ kaos tanpa merek, yang jika dijual dihargai pasar senilai Rp.50.000/ pcs. Tatapi, perusahaan garmen besar ABCDEF tadi memesan kemeja/ kaos dari anda tanpa merek dan oleh perusahaan tersebut kaos/ kemeja tersebut di beri sebuah “MEREK” mereka, dan bisa dijual di pasaran senilai Rp. 150.000 / pcs.
Jadi, sebenarnya, apakah yang dibeli konsumen? Baju atau Merek-nya?
Sebenarnya yang dibeli konsumen adalah sebuah merek. Fungsi merek disini adalah “faktor pembeda”, antara suatu produk dengan produk lainnya, walaupun bahan, warna, dan kualitasnya sama.
Selain faktor pembeda, ternyata merek disini juga memberikan “value” yang berbeda pula, baik dengan produk yang tidak diberi merek atau produk dengan merek lain.
Seringkali orang tidak sadar bahwa merek adalah bagian penting dari marketing. Buat apa produk bagus tetapi tidak diikuti dengan merek yang kuat,” ujar Hermawan. Lebih lanjut hermawan mengatakan, “keberadaan merek tak ubahnya dengan jati diri sebuah barang atau jasa. Apalagi bagi pengusaha yang memang ingin bersaing di pasar global, merek menjadi suatu pegangan dalam pemasaran barang atau jasa“.
Jika pengusaha ingin mencari pelanggan yang setia, biasanya diperlukan merek. Tapi kalau ingin sekedar jualan, ya tidak perlu merek,” ujar Hermawan lagi. Menurut Hermawan, harus ada kesadaran yang kuat dari para pelaku bisnis di Indonesia untuk mendaftarkan merek barang atau jasa yang dihasilkan. Karena, kelalaian itu menjadi makanan empuk bagi pengusaha di luar negeri untuk mencuri Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). “Jadi, kalau sebuah produk belum mendapatkan sertifikat HaKI, jangan marah kalau produk tersebut di gunakan oleh orang-orang dari negara *Maxxxxxx,” tegas Hermawan.
[*sensor]
Direktur Merek Departemen Hukum dan HAM, Ahmad fauzan, mengakui bahwa pemerintah hanya melindungi barang dan jasa yang merek-nya sudah didaftarkan. “Berdasarkan ketentuan hukum, siapa yang mendaftar, dia yang dilindungi,” katanya. Menurut Ahmad, biaya pendaftaran merek tidak mahal, yaitu Rp 450.000. Makanya tidak ada alasan bagi pengusaha untuk tidak mendaftarkan mereknya.
Sumber: Koran Warta Kota dan Media lainnya.

Pentingnya merk

dalam memasarkan sebuah produk atau layanan jasa berhubungan erat dengan apa yang disebut MEREK. Andaikan suatu waktu anda kehausan dan pada saat itu anda melihat sorang penjual minuman dibuah kedai, yang menjual berbagai minuman, baik dalam kemasan ataupun yang diracik ditempat, dan anda berniat membeli sebotol minuman dingin, apapun itu. Kira-kira apa yang akan anda tanyakan kepada sipenjual minuman tersebut? tentu anda akan menyebutkan “MEREK” yang anda inginkan bukan?
Jadi, sebetulnya, apa fungsi MEREK itu?
Ahli pemasaran, Hermawan Kartajaya pada seminar bertema: “Menaklukkan Pasar Dunia: Membangun dan Melindungi Merek“, di Gedung Departemen Perindustrian, Jakarta selatan (Selasa, 13/05/2008), mengatakan bahwa, “Merek sebuah barang atau jasa sangat erat hubungannya dengan pemasaran. Makanya, tanpa merek, barang atau jasa menjadi tidak jelas identitasnya“.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Fungsi merek merupakan “Identitas”, dimana Identitas ini merupakan faktor pembeda antara suatu produk / jasa dengan produk/ jasa lainnya. Merek disini yang membedakan “nilai jual” sebuah produk, meskipun berasal dari bahan baku yang sama.
Contoh:
Jika anda pemain konveksi, mungkin pernah bekerjasama dengan perusahaan garmen besar dan “punya nama”, katakanlah namanya ABCDEF. Disini anda memproduksi sebuah kemeja/ kaos tanpa merek, yang jika dijual dihargai pasar senilai Rp.50.000/ pcs. Tatapi, perusahaan garmen besar ABCDEF tadi memesan kemeja/ kaos dari anda tanpa merek dan oleh perusahaan tersebut kaos/ kemeja tersebut di beri sebuah “MEREK” mereka, dan bisa dijual di pasaran senilai Rp. 150.000 / pcs.
Jadi, sebenarnya, apakah yang dibeli konsumen? Baju atau Merek-nya?
Sebenarnya yang dibeli konsumen adalah sebuah merek. Fungsi merek disini adalah “faktor pembeda”, antara suatu produk dengan produk lainnya, walaupun bahan, warna, dan kualitasnya sama.
Selain faktor pembeda, ternyata merek disini juga memberikan “value” yang berbeda pula, baik dengan produk yang tidak diberi merek atau produk dengan merek lain.
Seringkali orang tidak sadar bahwa merek adalah bagian penting dari marketing. Buat apa produk bagus tetapi tidak diikuti dengan merek yang kuat,” ujar Hermawan. Lebih lanjut hermawan mengatakan, “keberadaan merek tak ubahnya dengan jati diri sebuah barang atau jasa. Apalagi bagi pengusaha yang memang ingin bersaing di pasar global, merek menjadi suatu pegangan dalam pemasaran barang atau jasa“.
Jika pengusaha ingin mencari pelanggan yang setia, biasanya diperlukan merek. Tapi kalau ingin sekedar jualan, ya tidak perlu merek,” ujar Hermawan lagi. Menurut Hermawan, harus ada kesadaran yang kuat dari para pelaku bisnis di Indonesia untuk mendaftarkan merek barang atau jasa yang dihasilkan. Karena, kelalaian itu menjadi makanan empuk bagi pengusaha di luar negeri untuk mencuri Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). “Jadi, kalau sebuah produk belum mendapatkan sertifikat HaKI, jangan marah kalau produk tersebut di gunakan oleh orang-orang dari negara *Maxxxxxx,” tegas Hermawan.
[*sensor]
Direktur Merek Departemen Hukum dan HAM, Ahmad fauzan, mengakui bahwa pemerintah hanya melindungi barang dan jasa yang merek-nya sudah didaftarkan. “Berdasarkan ketentuan hukum, siapa yang mendaftar, dia yang dilindungi,” katanya. Menurut Ahmad, biaya pendaftaran merek tidak mahal, yaitu Rp 450.000. Makanya tidak ada alasan bagi pengusaha untuk tidak mendaftarkan mereknya.
Sumber: Koran Warta Kota dan Media lainnya.

meluncurkan produk yang menjadi market leader

Sebuah produk, merupakan sebuah hasil dari proses berfikir atau mungkin sebuah penelitian panjang dengan metode trial and error yang melelahkan, dan proses produksi yang sedemikian hingga, sehingga terwujudlah hasil berupa sebuah “produk“, yang kita yakini – -memiliki nilai jual.

Ternyata, sebuah produk tersebut merupakan awal dari kerja keras kita. Karena kita harus meluncurkan produk tersebut ke pasar, untuk diuji, apakah memiliki nilai trustworthiness yang pantas atau tidak dibenak konsumen. Saat seperti ini merupakan masa-masa mendebarkan hati, dan muncullah sejumlah pertanyaan: mampukan produk ini menembus pasar? seberapa jauh penetrasinya? bagaimana respon pasar? bagaimana taktik dan strategi pemasarannya? dan apakah ada kemungkinan produk ini menjadi pemimpin pasar (market leader)?
Kebimbangan dan kekuatiran seperti ini sangat manusiawi, karena banyak faktor yang berpengaruh terhadap sukses atau tidak sebuah produk/ merek di pasar. Sebagian faktor bisa dikontrol atau diintervensi, tetapi sebagian lainnya tidak, misalnya faktor tingkat kompetisi, kebijakan dan peraturan pemerintah, faktor sosial, budaya, politik dan keamanan sangat sulit dikontrol. Jadi jangan heran, perusahaan besar sekelas Unilever pun bisa gagal membesarkan merek ‘Tara Nasiku’ dan ‘Mie & Me’.

Dengan perencanaan yang sangat baik sekalipun, produk yang di launching ke pasar masih berisiko terancam gagal, baik pada saat penetrasi produk maupun dalam upaya membangun dan membesarkan merek tersebut. Agar peluang keberhasilan peluncuran produk baru semakin besar, resiko kegagalan dapat diperkecil dengan melakukan pengujian terhadap pasar terlebih dahulu (trial market) melalui Soft launch. Jika ternyata pasar merespon produk tersebut dengan baik (attractive), dan harganya terjangkau (affordable), selanjutnya yang harus dilakukan adalah optimisasi availability dan awareness-nya.

Jadi, attractiveness, affordability, availability dan awareness adalah variabel dari permintaan konsumen. Dengan demikian, supaya demand dapat tercipta, sebelum meluncurkan sebuah produk yang kita harapkan menjadi superior, keempat variabel diatas harus diperiksa dengan detail.
Yang tidak kalah penting dalam peluncuran sebuah produk adalah “timing“nya, atau istilah lainnya: “In the right time and right condition“. Usahakan timing-nya tepat. Misalnya pada waktu momen hari raya, atau misalnya pada saat krisis moneter beberapa tahun lalu, sangat pas untuk me-launching produk yang harganya lebih murah daripada harga kompetitor yang telah terlebih dahulu menguasai pasar.
Namun, bukan berarti launching produk ke pasar harus selalu menunggu momen tertentu. Jika produk/ merek tersebut dibungkus dengan Unique Selling Proposition (USP) yang sudah teruji dan dipersepsikan penting oleh target market, disertai dengan kampanye promosi dan komunikasi yang mudah dimengerti serta faktor harga yang mendukung, launching dapat sukses merebut pangsa pasar dari produk/ merek yang telah lama mapan. Contohnya So Klin, Promag dan A Mild. Bahkan A mild telah menjadi Top Of Mind untuk katagori rokok Low Tar dan mendapatkan Brand Equity yang tinggi.
Umumnya, merek/ produk yang sukses di pasar dan menjadi market leader adalah merek yang inovatif dari sisi produk, proses produksi dan marketing. Inovasi pada produk yang terus menerus sangat penting supaya produk tetap bertahan posisinya dalam persaingan yang ketat. Sedangkan inovasi pada proses produksi ditujukan untuk terus memperbaiki kualitas produk dan efisiensi biaya produksi. Dan inovasi pada sisi pemasaran atau marketing dimaksudkan untuk memenangkan strategi kompetisi merek, baik melalui analisis pelanggan, kompetitor dan kompetensi supply.
Tetapi tidak selalu produk yang superior dan pemegang market leader adalah produk yang pertama kali launching. Bisa jadi sebuah produk menjadi superior kalau ia adalah produk pengikut atau follower alias me too. Contohnya merek So Klin. Parameter superioritas suatu produk/ merek, tidak dapat dilihat dari apakah produk itu market leader atau tidak dipasar, tetapi juga harus dilihat dari omsetnya, share of voice-nya (hal ini bisa dilihat dari biaya iklannya), langkah terobosan pemasarannya, tingkat awareness-nya, pertumbuhannya stabil atau tidak, dan besar kecilnya profit yang masuk ke kas perusahaan.
Jika produk yang hendak diluncurkan adalah produk me too atau follower, perlu upaya yang lebih keras dalam penetrasi produk tersebut dipasar. Karena dapat dipastikan, sang Market Leader tidak akan tinggal diam menyaksikan pangsa pasarnya digerogoti merek pendatang baru. dalam proses penetrasi produk me too ini, lebih baik pelan-pelan dan setahap demi setahap. Unique Selling Proposition merek harus dipastikan benar-benar teruji dengan baik dan pastikan di mata target market, merek tersebut di persepsikan “penting”. Setelah merek tersebut semakin besar dan terkenal, baru gelontorkan iklan gede-gedean untuk menggeser posisi sang market leader/ kompetitor.
Jika modal keuangan produk me too lumayan kuat, launching produk dapat dilakukan dengan cara All Out. Setelah mengkomunikasikan value yang penting yang akan didapatkan customer, dan customer sudah aware denan nilai yang diberikan oleh sebuah produk, maka harga bisa disetting lebih murah dari kompetitor, dan melakukan promosi yang gencar bahkan bisa disertai gimmick berupa hadiah. Pendek kata, harus mempersiapkan diri dengan matang dan menyediakan nafas panjang untuk menghadapi ‘penghadangan’ yang akan dilakukan oleh sang market leader.
Namun yang perlu diketahui, bahwa dengan strategi promosi dan penetrasi yang jor-joran menguras isi kantong seperti ini, harus commitee untuk tidak mencetak laba dalam jangka pendek. Untuk merebut pangsa pasar, harus rela memberikan value lebih kepada pelanggan berupa harga yang lebih murah dari penguasa pasar. Atau dengan kata lain, diperlukan daya tahan besar, karena harus memberikan share of value dan experience yang lebih besar daripada yang diberikan oleh kompetitor. Jadi, fokuskan terlebih dahulu pada ‘memperbesar pangsa pasar’, tidak apa-apa profit tipis, yang penting pangsa pasar semakin besar dan besar. Istilah pepatah: “Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian“.
Tetapi jika merek yang diluncurkan benar-benar termasuk katagori produk baru, butuh waktu lama supaya pasar aware. Contohnya beberapa tahun silam, katagori ini termasuk baru dan nyeleneh –pada saat itu, yaitu katagori ‘air minum dalam kemasan‘, dan Aqua, sang perintis, memerlukan waktu 10 tahun untuk menjadi merek superior di Indonesia. Karena pada waktu peluncuran produk Agua ini, pasar masih merasa “aneh” dengan ‘air minum dalam kemasan‘, apalagi pada waktu itu harga 1 liter Agua lebih mahal dari harga 1 liter minyak tanah (maklum, saat itu minyak tanah masih disubsidi-red). Pada masa itu, orang berfikir produk ini mengada-ngada. Tetapi lama-kelamaan pasar bisa menerima produk air dalam kemasan ini, karena kepraktisannya, higenitasnya dll.
Dan karena Aqua terlebih dahulu masuk sebagai pionir di katagori ‘air minum dalam kemasan’ ini, akhirnya Aqua menjadi market leader dalam waktu lama. Sampai akhirnya bermunculan pesaing yang tergiur lezatnya kue bisnis air minum dalam kemasan ini. Tidak mudah untuk menggeser Aqua, karena merek “AQUA” sudah menancap begitu kuat dibenak konsumen. Coba dengar percakapan pembeli yang hendak membeli air minum dalam kemasan, pasti kalimat yang di ucapkan si pembeli ke penjual adalah :
Mbak …ada jual Aqua ndak?
Padahal belum tentu pembeli tersebut mencari air minum dalam kemasan dengan merek ‘Aqua’, tetapi yang dimaksud dengan ‘Aqua’ disini adalah ‘air minum dalam kemasan’, apapun mereknya. Jadi, konsumen sudah memiliki persepsi, bahwa kata ‘Aqua’ adalah menunjukkan maksud pada ‘air minum dalam kemasan’. Dan tentu saja ini merupakan keuntungan besar untuk merek Aqua. Dan dalam kasus jual beli diatas, tentu saja si pedagang akan mengeluarkan air minum dalam kemasan dengan merek ‘Aqua’, bukan merek yang lainnya.
Untuk produk yang masuk dalam katagori baru, dimana katagori itu masih asing dibenak konsumen, kampanye promosi harus dilakukan secara perlahan-lahan. Sebab jika langsung promosi secara jor-joran, hasilnya tidak akan memuaskan, antara budget promosi dan hasil yang didapat. Strategi Unique Selling Proposition (USP) juga tidak akan terlalu berpengaruh secara signifikan untuk kasus produk baru pada katagori baru.
Bagaimana dengan produk baru yang sudah diluncurkan ke pasar dan ternyata gagal? biasanya hal ini terjadi karena produk tersebut paa saat Soft Launch belum sampai menciptakan demand pada konsumen, dan langsung di lakukan promosi secara besar-besaran, akibatnya sangat fatal, yaitu budget iklan yang besar tersebut menjadi sia-sia, karena konsumen belum aware dan pada akhirnya perusahaan akan ”kehabisan nafas” dalam kompetisi.
Produk yang sudah dilaunching kepasar  dan ternyata gagal, baik menjadi produk superior maupun mendapatkan pangsa pasar, masih dapat diperbaiki dengan menyusun strategi marketing baru dan meluncurkan kembali produknya. Namun sebelum diluncurkan kembali, harus dilakukan customer insight yang mendalam terlebih dahulu. Apalagi jika produk tersebut memasuki pasar yang tingkat persaingannya sangat ketat (hypercompetition). Bila perlu, untuk pasar yang hypercompetition ini, pemasar harus  berani menciptakan trend baru.

Contoh produk yang pada saat peluncuran pertamanya tidak sukses adalah Extra Joss pada tahun 1994. Padahal, produk Extra Joss pada waktu itu bisa dikatakan sangat inovatif karena belum ada merek minuman kesehatan dalam bentuk serbuk yang dikemas dalam sachet seperti Extra Joss ini. Namun kenyataanya, dari tahun 1994-1996, pertumbuhan penjualan Extra Joss sangat lambat, padahal praktis tidak ada pesaing dan harga yang disetting murah. Selama 2 tahun pasar masih tidak aware terhadap merek Extra Joss, bahkan dianggap aneh, karena pada saat itu produk dalam bentuk sachet kebanyakan berupa produk shampo, jadi Extra Joss dalam benak konsumen di anggap sejenis shampo baru.

Oleh sebab itu, pada tahun 1996, Extra Joss di re-launch kembali dan memakan bujet sekitar 15-20% dari total sales. Strategi pemasaran Extra Joss di set kembali dengan tidak hanya menonjolkan value benefit dan fungsional produk. Oleh karena itu, pemasar Extra Joss melompat dengan menciptakan emotional benefit dengan trend “Generasi Biang” atau GenBi, dan dipilihlah orang-orang terkenal sebagai endoser seperti atlet olahraga softball, public pigure seperti Dony Kusuma, pemain sepakbola dari Italia Del Piero, bahkan grup musik “Zamrud” – -walau hanya suaranya saja yang keluar.

“GenBi” alias Generasi Biang adalah persepsi yang sengaja diciptakan pemasar Extra Joss supaya konsumen tidak berfikir sempit bahwa Extra Joss hanya diperuntukkan bagi sopir truk dan sejenisnya. Persepsi “GenBi” tidak hanya dilihat dari apa pekerjaan konsumen, atau status sosial, atau sekedar minuman kesehatan, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu “biang-nya“, biang sportivitas, biang selalu aktif kapan saja dan dimana saja dan lain sebagainya.
Intinya, agar Extra Joss tidak dipersepsikan hanya sebagai “sachet“, tetapi sebagai “biang-nya”. Jadi istilah “biang” itu sendiri digunakan untuk mewakili positioning Extra Joss sebagai minuman kesehatan, supaya sachet Extra Joss didalam benak konsumen diterjemahkan sebagai sesuatu yang positif bagi kesehatan. Joss ! …